Minggu, 18 November 2018

KEBANYAKAN PARA ALIM PALSU GEMAR MENUDUH PENGIKUT AHLULBAYT





MUSHAF FATIMAH DITUDUH SEBAGAI QUR-AN SYI'AH
5 Juli 2013 pukul 17:16
Mushaf Fatimah Quran Syi’ah?

by: syiahali


Artikel Islami:
Mengenal Mushaf Sayidah Fathimah Az-Zahra as.
Salah satu nama Sayidah Fathimah adalah Muhaddatsah. Imam Shadiq mengenai sebab penamaan Fathimah az-Zahra dengan nama Muhaddatsah berkata, “Fathimah as disebut Muhaddatsah karena malaikat Jibril senantiasa turun dan menyampaikan kabar kepadanya sebagaimana menyampaikan kabar kepada Maryam as; putri Imran”.

  
Sebagian Muslimin menuduh bahwa mushaf Fathimah az-Zahra as adalah Quran orang-orang Syiah yang ada di ta ngan Imam Mahdi af yang akan disodorkan ketika dia muncul. Dan sebagian mempersoalkan keberadaan mushaf  itu.

Pertanyaannya adalah mengapa sebagian Muslimin begitu benci dan menaruh dendam terhadap Syiah dan menuduh bahwa orang-orang Syiah memiliki al-Quran sendiri selain yang ada di tangan orang non Syiah? Bahkan sampai saat ini senantiasa ada orang-orang dengki yang mengkritik secara tidak obyektif hanya ingin menjatuhkan dan mencari kelemahan saja tanpa ada niat ingin mencari kebenaran? Ada beberapa kemungkinan terkait sikap permusu han ini:

1. Selain mereka tidak merujuk ke sumber-sumber hadis Syiah, mereka hanya termakan oleh hasutan musuh-musuh Syiah.

2. Mereka tidak mau menerima  bahwa orang-orang Syiah meyakini bahwa Fathimah as; putri Nabi Muhammad saw memiliki sebuah mushaf.

3. Kebencian dan kekerasan hati mereka terhadap ajaran Syiah yang disampaikan oleh para Imam Maksum as dan tidak mau orang lain memiliki keyakinan seperti itu apalagi dirinya.

4. Mereka berpikir bahwa mushaf adalah kumpulan al-Quran sebagaimana istilah yang diterapkan pada zaman Rasulullah saw bahwa mushaf adalah kumpulan-kumpulan tulisan al-Quran, padahal pada zaman itu mushaf secara bahasa adalah kumpulan-kumpulan lembaran yang sudah dijilid dalam bentuk sebuah buku. Jadi mushaf bukan hanya kumpulan tulisan al-Quran saja, tetapi mencakup juga kumpulan-kumpulan tulisan selain al-Quran. Oleh karena itu, mushaf Fathimah adalah kumpulan-kumpulan tulisan yang isinya adalah pembicaraan malaikat Jibril kepada Sayidah Fathimah sepeninggal ayahnya. Walaupun sampai saat ini al-Quran itu sendiri juga dikenal dengan istilah “Mushaf Syarif”.(1)

Abu Basyir berkata, “Aku berada di sisi Imam Shadiq as dan aku berkata, ‘Apa mushaf  Fathimah itu?’ Beliau menjawab, ‘Mushaf yang tebalnya tiga kali al-Quran yang ada di tanganmu. Namun, demi Allah! Tidak satu katapun dari al-Quran ada di dalamnya.(2)

Hadis ini menjelaskan  bahwa mushaf Fathimah tebalnya tiga kali al-Quran dan tidak satu katapun, namun dari sisi kandungan dan topik, kendati satu katapun dari zahirnya al-Quran tidak tampak disana.

Boleh jadi orang-orang yang dengki akan menyanggah bahwa banyak hadis-hadis tentang “al-Quran mencakup semua hukum, dan kejadian-kejadian sekarang dan yang akan datang”, lalu untuk apa mushaf Fathimah itu dan ba gaimana memahami hadis berikut ini:

Allamah Majlisi menjelaskan, “Iya memang al-Quran demikian, tetapi mushaf adalah makna dan bacaan yang tidak kita pahami dari al-Quran, bukan tulisan lahiriahnya yang kita pahami dari al-Quran. Oleh karena itu apa yang  anda maksud adalah lafad zahirnya al-Quran, dan itu tidak ada dalam mushaf  Fathimah.(3)

Untuk mengetahui lebih dalam, apa sebenarnya mushaf  Fathimah? Sejak kapan ia ada? Mushaf ini mencakup pem bahasan apa saja? Sekarang ada di mana dan di tangan siapa? Mari kita ikuti penjela san berikut ini. Mungkin bisa membuka wawasan sebagian kita yang belum banyak mengetahuinya.

Salah satu nama Sayidah Fathimah adalah Muhaddatsah. Imam Shadiq mengenai sebab penamaan Fathimah az-Zahra dengan nama Muhaddatsah berkata, “Fathimah as disebut Muhaddatsah karena malaikat Jibril senantiasa turun dan menyampaikan kabar kepadanya sebagaimana menyampaikan kabar kepada Maryam as; putri Imran”.

Malaikat Jibril berkata kepada Fathimah as sebagaimana berkata kepada Maryam; dalam ayat 42 dan 43 surat Maryam. Berhubung lawan bicaranya adalah Sayidah Fathimah, maka Jibril berkata demiki an,  “Hai Fathimah! Sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan ka mu atas segala wanita di dunia. Hai Fathimah! Taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukulah bersama orang-orang yang ruku”.(4)

Suatu malam, Sayidah Fathimah berbincang-bincang dengan para malaikat dan berkata, “Bukankah Maryam; putri Imran, wanita yang paling utama di antara wanita-wanita di alam?” Para malaikat menjawab, “Maryam adalah wanita yang paling utama di zamannya, tetapi Allah menetapkanmu sebagai wanita yang paling utama di zamanmu dan zamannya Maryam dan kamu adalah penghulu semua wanita yang pertama sampai yang terakhir.(5)

Para malaikat biasanya hanya berbicara dengan para nabi saja. Namun ada empat wanita mulia yang hidup di zaman para nabi, dan kendati mereka bukan nabi, tetapi para malaikat berbicara dengan me reka. Antara lain:

1. Maryam; ibu Nabi Isa as.
2. Istri Imran; ibu Nabi Musa dan Maryam as.
3. Sarah; ibu Nabi Ishaq as.
4. Sayidah Fathimah as.(6)

Ketika Rasulullah Saww sakit di atas tempat tidur. Ada orang laki-laki asing mengetuk pintu. Sayidah Fathimah as bertanya, “Siapa?”

Ia menjawab, “Aku orang asing. Aku punya pertanyaan kepada Rasulullah. Apakah Anda mengizin kan saya untuk masuk?”

Sayidah Fathimah menjawab, “Kembalilah, semoga Allah merahmatimu. Rasulullah tidak enak badan.”
Ia pergi dan beberapa waktu kemudian kembali lagi dan mengetuk pintu sambil berkata, “ada orang asing yang minta izin kepada Rasulullah, bolehkah dia masuk?”

Pada saat itu Rasulullah Saww bangun dan berkata kepada putrinya, “Wahai Fathimah! Tahukah kamu siapa dia?”
“Tidak, ya Rasulullah!” jawab Fathimah as

Beliau bersabda, “Ia adalah orang yang membubarkan perkumpulan dan menghapus kelezatan duniawi. Ia adalah malaikat maut! Demi Allah! Sebelum aku, ia tidak pernah meminta izin dari seorangpun dan sepeninggalku ia juga tidak akan meminta izin dari seorangpun. Karena kehormatan dan kemuliaan yang aku miliki di sisi Allah, ia meminta izin dariku, maka izinkanlah dia masuk!”

Sayidah Fathimah berkata, “Masuklah, semoga Allah merahmatimu!”
Kemudian malaikat maut masuk bagaikan angin semilir seraya berkata, “Assalamu Ala Ahli Baiti Rasulillah!”(7)

Munculnya Mushaf Fathimah.
Imam Shadiq as berkata, “Sepeninggal Rasulullah Saw, Sayidah Fathimah as hanya hidup selama tujuh puluh lima hari. Di masa-masa kesedihan beliau itu malaikat Jibril selalu turun menemuinya memberitakan keadaan ayahnya di sisi Allah dan memberitakan tentang kejadian yang akan datang mengenai anak-anaknya (kejadian yang akan menimpa kesyahidan anak-anaknya di tangan manusia-manusia zalim), dan Imam Ali menulisnya dalam sebuah mushaf sehingga disebut sebagai mushaf Fathimah”.[8]

Poin-poin yang ada dalam mushaf Fathimah as.
Abu Bashir bertanya kepada Imam Muhammad Baqir as mengenai poin-poin yang ada dalam mushaf Fathimah.
Imam menjelaskan kandungannya:

1. Tentang berita sekarang dan kabar yang akan datang sampai Hari Kiamat.
2. Tentang berita langit dan nama-nama malaikat langit.
3. Jumlah dan nama orang-orang yang diciptakan Allah Swt.
4. Nama-nama utusan Allah dan nama-nama orang yang mendustakan Allah.
5. Nama-nama seluruh orang Mukmin dan Kafir dari awal sampai akhir penciptaan.
6. Nama-nama kota dari barat sampai timur dunia.
7. Jumlah orang-orang Mukmin dan Kafir setiap kota.
8. Ciri-ciri orang-orang pendusta.
9. Ciri-ciri umat terdahulu dan sejarah kehidupan mereka.
10. Jumlah orang-orang zalim yang berkuasa dan masa kekuasaannya.
11. Nama-nama pemimpin dan sifat-sifat mereka, satu persatu yang berkuasa di bumi, dan keterangan pembesar-pembesar mereka, serta siapa saja yang akan muncul di masa yang akan datang.
12. Ciri-ciri penghuni surga dan jumlah orang yang akan masuk surga.
13. Ciri-ciri penghuni neraka dan nama-nama mereka.
14. Pengetahuan al-Quran, Taurat, Injil, Zabur sebagaimana yang diturunkan dan jumlah pohon-pohon di seluruh daerah.(9)

Mushaf Fathimah ada di tangan Imam Maksum as dan silih berganti sampai sekarang ada di tangan Imam Mahdi af.
Abu Bashir bertanya kepada Imam Muhammad Baqir as tentang siapakah yang memegang mushaf tersebut sepeninggal Sayidah Fathimah. Imam Baqir menjawab, “Sayidah Fathimah secara langsung menyerahkannya kepada Imam Ali as dan sepeninggal Imam Ali ada di tangan Imam Hasan as kemudian sepeninggal beliau ada di tangan Imam Husein kemudian silih berganti di antara Imam maksum keturunan Imam Husein sehingga diserahkan kepada Imam Zaman af.(10) (IRIB Indonesia)

*) Makalah ini disarikan secara bebas dari makalah Mushaf Fathimah Menurut Pandangan Para Imam Maksum as, Mohammad Hassan Amani.

Catatan:
1. Lisanul Arab, jilid 10 kata Shahafa dan Mufradat Raghib.
2. Ringkasan hadis, Ushul Kafi, jilid 1, hal 239, Bashair ad-Darajat, hal 151 dan Bihar al-Anwar, jilid 26, hal 28.
3. Bihar al-Anwar, jilid 26, hal 40.
4. Awalim Al-ulum wa al-Ma’arif wa al-Ahwal, Allamah Bahani, hal 36
5. Ibid.
6. Manaqib Ibnu Shahr Ashub, jilid 3, hal 336, penerbit Intisyarat Allamah.
7. Ibid.
8. Lihat: Ushul Kafi, jilid 1, hal 240,  Bashair ad-Darajat, hal 157, Musnad Fathimah Az-Zahra, hal 282 dan Bihar al-Anwar, jilid 43, hal 80, jilid 26, hal 44-46 dan 48 dan jilid 47, hal 271.
9. Musnad Fathimah, rangkuman hal 290-291.
10. Ibib, hal 292.


Kata “mushaf” kini sering difahami sebagai Al Qur’an; padahal dari segi bahasa artinya “sekumpulan lembaran di antara dua sampul” yang kini kita sebut buku. Oleh karena itu, Mushaf Fathimah adalah buku yang beliau miliki, yang mana riwayat-riwayat Ahlu Sunah pun sering menjelaskannya pula. Misalnya, para perawi seperti Ubay bin Ka’ab meriwayatkan bahwa ada sebuah buku yang dimiliki oleh Fathimah Azzahra. Jadi tuduhan bahwa Syiah memiliki Qur’an lain yang disebut Mushaf Fathimah, adalah tuduhan buta. Karena sama sekali tidak terbukti bahwa buku itu adalah Al Qur’an, apa lagi Qur’an yang dianut Syiah.

Mengenai buku apakah itu, dalam riwayat-riwayat Syiah juga banyak keterangan yang didapat. Misalnya tentang kandungan, volume, bagaimana dan kapan buku itu ditulis, dsb. Berdasarkan hadits-hadits tersebut, dapat dinyatakan bahwa buku itu mengandung hal-hal seperti wasiat Fathimah Azzahra, berita tentang musibah-musibah yang akan menimpa anak cucunya kelak, berita tentang peristiwa-peristiwa yang kelak akan terjadi, dan juga kabar mengenai raja-raja dan para penguasa yang akan memimpin di muka bumi. Disebutkan pula buku itu menjelaskan seluruh halal dan haram yang ada di dunia ini.

Bagaimana dan kapan buku itu ditulis? Ada riwayat yang menjelaskan: “Rasulullah saw menjelaskan hal-hal tertentu dan Imam Ali menulisnya.” Lalu jika demikian, mengapa disebut Mushaf Fathimah? Jawabannya karena buku itu disimpan oleh beliau. Ada juga yang mengatakan karena sebagian informasi yang tertulis dalam buku itu sampai ke telinga Imam Ali melalui perantara Fathimah.

Riwayat lainnya menjelaskan bahwa sepeninggal Rasulullah, Fathimah Azzahra terpuruk dalam kesedihannya. Allah mengutus malaikat untuk menemaninya, berbicara dengannya dan memberi berbagai macam berita seperti kedudukan ayahnya di alam sana, dan juga masalah-masalah lainnya; yang akhirnya semua itu disampaikan oleh beliau kepada Imam Ali dan Imam menuliskannya.[1]

Hanya saja timbul pertanyaan mengenai yang terakhir ini, karena kita meyakini bahwa dengan diutusnya Rasulullah, setelahnya tidak ada lagi wahyu yang diturunkan kepada manusia. Jawabannya, apa yang terjadi pada Fathimah Azzahra bukanlah diturunkannya wahyu, namun pembicaraannya dengan malaikat yang diutus Allah. Sebagaimana kita membaca dalam Al Qur’an bahwa seringkali manusia memiliki hubungan dengan malaikat, seperti yang kita dengar tentang Maryam [2]; Tuhan juga pernah berkomunikasi dengan ibu nabi Musa [3]. Oleh karena itu, tidak mustahil jika seandainya terjadi komunikasi antara Fathimah Azzahra dengan malaikat yang diutus Allah. Yakni, seusai kenabian Rasulullah saw, terputuslah hubungan antara Tuhan dengan manusia sebagai nabi, bukan terputusnya hubungan Tuhan dengan makhluk-Nya sama sekali.

Di manakah Mushaf Fathimah saat ini? Berdasarkan riwayat-riwayat yang sampai ke tangan kita, Mushaf Fathimah diwariskan turun temurun oleh Ahlul Bait dan berdasarkan kitab itu para Imam menjelaskan hukum-hukum syar’iy dan memberitakan peristiwa-peristiwa yang akan datang.

Saya mengingatkan, akhir-akhir ini ada buku yang bernama Shahifah Fathimah Azzahra. Perlu diketahui bahwa buku itu bukanlah Mushaf Fathimah, melainkan hanya buku yang mencakup doa-doa Fathimah Azzahra.

Rujuk:
1. Biharul Anwar, jilid 26; Tadwn As Sunnah Asy Syarifah, halaman 77.
2. Ali Imran: 42-45
3. Al Qashash: 7

Tahrif Al-Qur’an.
Selama ini isu tentang tahrif (perubahan dalam arti penambahan atau pembuangan ayat) pada Al-qur’an selalu dituduhkan kepada syi’ah, dan hal ini telah dibantah oleh ulama syi’ah sekarang. Padahal banyak riwayat pada ahlusunnah yang menyiratkan adanya tahrif Al-qur’an, seperti berikut :

1. Ibnu Majah meriwayatkan dari A’isyah, yang mengatakan bahwa Ayat Rajam dan Ayat Radha’ah yang ia simpan di bawah ranjang telah dimakan kambing dan tidak ada lagi dalam Al-Qur’an.

Lihat :
a. “Ta’wil Mukhtalaf Al-hadits” oleh Ibn Qutaibah, hal. 310.
b. Musnad Ahmad, jilid 6, hal. 269.
dll.


2. Aisyah mengatakan : “Pada masa Nabi, Surat Al-Ahzab dibaca sebanyak 200 ayat, tetapi ketika Utsman menulis mushaf ia tidak bisa mendapatkannya kecuali yang ada sekarang”
Ref. ahlusunnah :
1. Suyuthi, dalam “Al-Itqan”, jilid 2, hal. 25.
2. Muntakhab Kanzul Ummal pada Musnad Ahmad, jilid 2, hal. 1.
3. Musnad Ahmad, jilid 5, hal. 132.
dll.

Seperti kita ketahui bahwa surat Al-Ahzab yang ada di mushaf sekarang ini adalah 73 ayat. Berarti menurut riwayat tersebut ada 127 ayat yang hilang.

3. Umar bin Khottob mengatakan : “Apabila bukan karena orang-orang akan mengatakan bahwa Umar menambah-nambah ayat ke dalam Kitabullah, akan aku tulis ayat rajam dengan tanganku sendiri”

lihat :
a. Shohih Bukhori bab “shahadah indal hakim fi wilayatil Qadla”.
b. “Al-itqan” oleh Suyuthi, jilid 2, hal. 25 dan 26.
c. Nailul Authar, kitab hudud ayat rajam, jilid 5, hal. 105.
d. Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 260.
e. “Hayatus Shohabah” oleh Kandahlawi, jilid 2, hal. 12.
dll.


Bila anda belum tahu mengenai ayat rajam, berikut bunyinya :


“Idzaa Zanaya Syaikhu wa Syaikhotu Farjumuuhuma Al-battatan Minallaahi Wallaahu ‘Aziizun Hakiim”
lihat :
a. Suyuthi, dalam “Al-Itqan”, jilid 2, hal. 25.
b. Abdur Rozaq, dalam “Mushannif”, jilid 7, hal. 320.
c. Muntakhab Kanzul Ummal pada Musnad Ahmad, jilid 2, hal. 1.
Dan ayat rajam ini tidak ada pada mushaf Al-qur’an yang kita pegang sekarang ini.
Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat ahlusunnah yang menunjukkan adanya tahrif pada Al-qur’an.
Namun seperti yang saya katakan, semua riwayat tentang adanya tahrif pada Al-Qur’an, telah dibantah oleh ulama syiah yang bernama Syekh Rasul Ja’farian, dalam bukunya “Ukdzubah Tahrif Al-Qur’an Baina Syi’ah Wa Sunnah”, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia “Menolak Isu Perubahan Al-Qur’an”, penerbit Pustaka Hidayah, Jakarta. Saya sarankan anda membaca buku ini.
Tulisan ulama syi’ah tersebut membantah semua riwayat, baik yang bersumber dari ahlusunnah maupun yang bersumber dari ulama syi’ah terdahulu. Sehingga kesimpulannya, ulama syi’ah sekarang seperti Syekh Rasul Ja’farian, Ayatullah Borujerdi, Imam Khomeini, dan lain-lain, berdasarkan penelitian mereka, menolak adanya tahrif pada Al-qur’an.

Salah satu yang menjadi dasar penolakan ulama syi’ah sekarang tentang tahrif, adalah adanya ayat-ayat Al-Qur’an yang mendasari penolakan terhadap tahrif pada Al-Qur’an, yaitu :

1. [Q.S. 15:9], berbunyi :
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya”.

2. [Q.S. 41:41-42], berbunyi :
“….Dan sesungguhnya Alqur’an itu adalah kitab yang mulia, yang tidak datang kepadanya kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya. Yang ia diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji”.

Berikut saya kutipkan pernyataan beberapa ulama syi’ah sekarang (selain Syekh Rasul Ja’farian) tentang penolakan terhadap riwayat tahrif pada Al-Qur’an :

1. Allamah Syahsyahani mengatakan tentang hadits tahrif, yaitu :
“..Hadits-hadits ini bertentangan dengan hadits-hadits mutawattir yang lebih kuat dan sesuai dengan Al-Qur’an, As-Sunnah, akal sehat dan kesepakatan”.

2. Imam Khomeini mengatakan tentang hadits tahrif, yaitu :
“Lemah, tidak pantas berdalil dengannya”.

dan masih banyak lagi yang lain.
Berikut saya nukilkan juga ucapan seorang ulama besar ahlusunnah, yang bernama Al-Hindi : “Sesungguhnya Al-Qur’an Al-Majid, di kalangan jumhur Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyyah, adalah terjaga dari perubahan dan pergantian. Dan apabila ada juga diantara mereka yang mengatakan adanya pengurangan pada Al-Qur’an, maka yang demikian itu mereka tolak dan tidak mereka terima. “

lihat :
Al-Hindi, dalam “Idhharul Haq Haulasy Syi’ah Wal Qur’an”, jilid 2, hal. 128.

Tetapi berbeda dengan ulama ahlusunnah, yang tidak pernah membantah terhadap riwayat-riwayat tentang tahrif yang ada pada kitab-kitab ahlusunnah sendiri sebagaimana yang telah saya nukilkan di atas.

Dan pada pernyataan Sayyid Al-Khu’i (yang anda kutip) tidak berbicara tentang tahrif, melainkan beliau berbicara tentang adanya ayat yang letaknya salah, maksudnya adalah bahwa harusnya ayat tersebut berada pada tempat yang lain. Sebagai contoh pada [Q.S. Al-Maidah 3], pada awal ayat membahas maudhu’ (subyek) tentang makanan yang halal-haram, tetapi tiba-tiba maudhu’ ayat berubah menjadi “Pada hari ini orang-orang kafir

berputus asa…….ku ridloi Islam menjadi agamamu”, kemudian dilanjutkan lagi dengan maudhu’ tentang makanan yang halal-haram. Di sini jelas terlihat adanya maudhu’ yang tidak sesuai pada rangkaian ayat tersebut. Kesalahan penempatan atau penertiban ayat adalah bukan tahrif, karena tidak terjadi penambahan atau pembuangan ayat. Ini yang mesti anda fahami.

Sayyid Al-Khu’i TIDAK PERNAH menyetujui pendapat adanya tahrif pada Al-Qur’an. Lihat kitab beliau yang berjudul “Al-Bayan Fi Tafsiril Qur’an”.

Dalam sejarah pengumpulan Al-Qur’an, maka ada banyak sekali mushaf, seperti seperti mushaf Ubay bin Ka’ab, mushaf Utsman, mushaf Ibnu Zubair, mushaf A’isyah, mushaf Ali, dll.

Ref. ahlusunnah :
1. Abu Dawud, dalam “Mashohif”, hal. 51-93.
2. Ibn Abil Hadid, dalam “Syarh Nahjul Balaghah”, jilid 1, hal. 27.
3. Ibn Sa’ad, dalam “Thabaqat Al-Kubra”, jilid 2, hal. 338.
dll.


Dan yang sampai pada kita sekarang ini adalah mushaf Utsman. Karena Utsman tidak ma’sum, maka bisa saja terjadi kesalahan peletakan atau penertiban ayat pada Al-Qur’an. Namun, sekali lagi, hal itu BUKAN tahrif. Syekh Abdurrahim Tabrizi TIDAK PERNAH mendukung pendapat tentang adanya tahrif Al-Qur’an. Lihat kitab beliau yang berjudul “Alaur Rahim”. Sehingga, pasti telah terjadi pemotongan kalimat beliau pada saat anda mengutipnya. Atau anda mungkin hanya mengutip dari kitab-kitab yang anti syi’ah, yang penuh dengan kebohongan dan kepal suan.

1. Syiah menyelewengkan al-Qur’an ?
Ulama Syiah dari dulu hingga sekarang menolak pendapat tentang berlaku penyelewengan dalam bentuk seperti berlaku perubahan/tahrif, lebih atau kurangnya ayat-ayat Qur’an sama ada dari kitab-kitab Syiah atau Ahlul Sunnah.


Mereka berpendapat jika hujah berlakunya perubahan ayat-ayat Qur-an diterima maka Hadith sahih Nabi Muham mad saww yang bermaksud, ”Aku tinggalkan kamu dua perkara supaya kamu tidak akan sesat selama-lamanya iaitu al-Qur-an dan Ahl Baytku/Ittrahku,” tidak boleh dipakai lagi kerana al-Qur-an yang diwasiatkan oleh Nabi saww untuk umat Islam sudah berubah dari yang asal sedangkan Syiah sangat memberatkan dua wasiat penting itu dalam ajaran mereka. Lagipun Hadith-hadith yang diriwayatkan dalam kitab-kitab Syiah berkaitan dengan tahrif keatas al-Qur an yang berjumlah kira-kira 300 itu adalah Hadith-hadith dhaif.

Begitu juga dalam kitab-kitab Sunnah seperti Sahih Bukhari turut menyebut tentang beberapa Hadith tentang peruba han ayat-ayat Qur an misalnya tentang ayat rejam yang dinyatakan oleh Umar al-Khattab, perbedaan ayat dalam Surah al-Lail dan sebagainya. Bukahkah Allah SWT telah berfirman dalam al-Qur’an (Surah 15:9),: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Zikr (al-Qur’an), dan sesungguhnya Kami memeliharanya.” Sekiranya seseorang itu menerima pendapat bahawa al-Qur’an telah diselewengkan oleh sesuatu golongan maka di sisi lain orang ini sebe narnya telah menyangkal kebenaran ayat di atas. Oleh itu semua pendapat tentang kemungkinan berlakunya tahrif dalam ayat-ayat Qur an sama ada dari Syiah atau Sunnah wajib ditolak sama sekali.

Imam Ja’far al-Sadiq AS meriwayatkan sebuah Hadith dari datuknya Rasulullah SAW: “Setiap Hadith yang kamu terima dan bersesuaian dengan Kitab Allah tidak diragukan datangnya dari aku dan Hadith-hadith yang kamu terima yang bertentangan dengan Kitab Allah, sesungguhnya bukan datang dariku.” [Al-Kulaini, al-Kafi, Jilid I, Hadith 205-5].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar