HUJJATULLAH YANG
BRILLIANT PASKA KEWAFATAN
RASULULLAH
KITA MENGETAHUI
BAHWA BANYAK PARA PEMIKIR
YANG BRILLIAN
DAN MENGAGUMKAN BANYAK ORANG
DI ZAMAN
KITA INI
AKAN TETAPI INI BELUM BERMANFAAT BUAT MANUSIA
DENGAN KEBERADAAN
MEREKA
KECUALI
MEREKA JUGA MENGENAL PERSIS PARA HUJJATULLAH
YANG DIUTUS ALLAH
SWT PASKA KEWAFATAN
RASULULLAH SAWW
hsndwsp
di
Ujung Dunia
Bismillaahirrahmaanirrahim
Para filosof non
Syi'ah telah mampu menjawab pertanyaan sulit seo rang Atheis dengan bagus. Kalau
kita buka Internet, kita menyaksikan banyak ahlipikir atau filosof yang mampu
menjawab berbagai perta nyaan penting dalam hidup ini baik dari pihak kaum
muslimin maupun dari pihak non Moslem hingga kebanya kan pendengar atau pemba ca
terkesima dengan jawaban ilmiah para ahli tersebut. Dengan inteli gennya yang
tinggi kita patut me ngakui bahwa mereka telah banyak mengalahkan para pemikir
lainnya akan tetapi para ahli tersebut kewa lahan ketika berhada pan dengan
pemikir dari pengikut para Ahlulbayt Rasulullah saww. Hal ini disebabkan mereka
tidak percaya keberadaan para Ahlulbayt yang berfungsi sebagai Hujjatullah dan
Pendamping Qur-an paska kewafatan Rasulullah agar ummah Muhammad tidak sesat
selama-lamanya. Hal ini dapat dilihat pada ayat persatuan (wa’ tasimu
bihablillahi jamiiaw, wala tafarraqu), dima na ayat ini berhubu ngan dengan
Hadist Tsaqalain murni. Kenapa kita sebut Tsaqalain mur ni? Sebab Hadist
tersebut telah dipal sukan hingga berakibat kaum mus limin tidak dapat bersatu
paska kewafatan Rasulullah sampai zaman ki ta ini terus berpecah belah.
Imam Baqir
mengatakan: "Siapapun yang tidak mengenal Imam yang diutus, terpuruk pada
kesimpulan yang keliru tentang pemahaman aga manya". Dalam hal ini Imam al
Baqir as berkata: "Setiap orang yang mendekatkan diri kepada Allah dalam
bentuk ibadah yang ditekuni nya dengan sungguh-sungguh, tetapi ia tidak mengetahui
Imam yang diutus Allah, maka semua amal usahanya itu tidak diterima. Ia adalah
orang yang sesat dan kebi ngungan. Allah menolak semua amalnya, perumpamaan
orang seperti itu adalah ibarat seekor domba yang tersesat dan terpi sah dari
kelompok dan pengembalanya. Keterpisa hannya itu me rusak hari-hari yang
dilaluinya. Ketika malam tiba, ia ber gabung dengan kelompoknya dalam kandang
mereka, dan ketika sang pengembala menggiring mereka, domba tersebut membang kang
dan memisahkan diri dari kelompoknya, sehingga ia kebingu ngan mencari
pengembala dan kelompoknya. Ketika ia bertemu de ngan seorang pengembala dengan
sekelompok dombanya, ia diperla kukan dengan baik, dan sigembala berteriak
kepadanya, 'Ayo, berga bunglah engkau dengan pengembala dan kelompok mu. Engkau
dom ba sesat yang kebingungan.' Domba itu lalu men cari-cari kelompok dan pengembalanya
dengan kebingungan. Ia tidak punya gembala yang menggiringnya ke padang rumput
atau mengajaknya pulang. Ia tetap dalam kebingungan seperti itu disaat ada
seekor serigala yang menemuinya, lalu menerkam nya. (Ushul al Kafi, bab Ma'ri
fat al Hujjah hadist no 1 dari Kitab al Hujjah)
Allah dan RasulNya
dikenal kebanyakan orang muslim tetapi kebanya kan mereka tidak mengenal unsur
ketiganya, siapakah sosok tersebut. Kebanyakan mereka mengira sosok terfsebut
adalah siapa saja yang berkuasa terhadap mereka/pemerintah mereka. Inilah yang
membuat mereka keliru 180 derajad dalam beragama walaupun mereka jenius sekalipun.
Logikanya, kita me ngenal Allah via Rasulullah hingga Allah menar-benar kita
kenali. Persoalannya sama siapakah kita mengenal Rasulullah? Pastilah via Ulil
Amri. Pengenalan disini bukan secara basa-basi/cuekin tetapi mengenal persis.
Dari itu disebabkan kita mentaati Ulil Amri yang salah, berakibat salahlah
dalam beragama hingga kita termasuk pihak yang mendapatkan tempelakan Allah
hari kiamat seba gaimana tertera dalam surah Yasin ayat berikut ini:
"Bukankah
telah Kuperintahkan kepadamu hai Bani Adam agar supaya kamu tidak mengi kuti
(langkah) syaitan? Sesungguhnya syaitan itu mu suh yang nyata bagi
kamu"(QS,36:60). Dan tunduk patuhilah kepadaKu (ikutilah Aku). Inilah
jalan yang selurus-lurus nya (QS, 36:61). Sesungguh nya syaitan itu telah
menyesatkan se bahagian besar diantaramu, Ma ka apakah kamu tidak memikir kan?
Inilah Jahannam yang dahulu kamu diancam (dengan nya).(QS,36:62). Masuklah (kamu)
ke dalam nya pada hari ini dise babkan kamu dahulu mengingkarinya (QS, 36:64).
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka
dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan
(QS, 36:65)
Dengan catatan ini
semoga para ahli pikir manapun mau mene lusuri dalam hidupnya, siapa sajakah
Hujjatullah di planet Bumi ini hingga tan pa manusia agung itu Bumi ini akan
binasa atau runtuh atau kiamat. De mikianlah penting Allah menjadikan HujjahNya
di kolong langit ini.
Pertama sekali para
filosof perlu mempertanyakan kenapa Allah tidak menggunakan kata
"bidinillah" pada ayat "Wa’tasimu bihab lillah", di mana
kebanyakan pemikir menterjemahkan "bidinillah". Ini termasuk ka ta
"simbolik" yang memiliki makna dan fungsinya yang begitu penting
di sisi manusia yang benar imannya. Hadist Tsaqa lain murni berbunyi:
"Ku tinggalkan kepadamu dua perkara besar, apabila kalian berpegang bteguh
kepada keduanya kalian tidak akan sesat selama-lamanya, sampai menemuiku di
Pancutan Kau tsar, yaitu Qur-an dan "Ittrahku". It trah Rasulullahlah
yang berfungsi sebagai Hujjatullah dan pendamping Qur-an. Hujjatullah yang pertama sebagai pendamping Qur-an
adalah Rasulullah sendiri. Makanya Qur-an butuh Hadist sebagai penjelasan nya.
Andaikata Allah tidak mengutus HujjahNya paska kewafatan
RasulNya (sebagai perpanjangan keimamahannya) dapat dipahami bahwa pas ka
kewafatan Rasulullah, dunia akan menjadi seperti paska Ghaibnya Nabi ‘Isa bin
Maryam dimana kitab Injil dipalsukan dan ‘Isa sendiri diang gap sebagai Tuhan.
Justeru itu Allah menjamin kemurnian Qur-an seba gai Kitab terakhir bagi ummat
manusia terakhir di planet Bumi ini. Lalu pertanyaannya, kenapa juga paska
kewafatan Nabi Muhammad saw kaum muslimin terus pecah belah? Qur-an memang
tidak dapat dipal sukan sesuai pernyataan Allah sendiri bahwa Dia sendiri yang
menjamin keasliannya. Memang banyak pihak mencoba untuk memaslukan Qur-an
tetapi selalu terbongkar niat jahat tersebut. Akan tetapi
Qur-an ter diri dari ayat muhkamat dan Mutasyabihat, ayat ansih dan mansuh, ayat
tersurat dan tersirat. Kalau ayat muhkamat memang tidak butuh pendamping, mudah
dipahami, namun ketika kita berhadapan de ngan ayat-ayat sulit, kita butuh
pendampingnya agar tidak sesat sela ma-lamanya.
Banyak para pemikir
yang brillian tetapi tetap saja keliru disebab kan mereka tidak mengenal
pendamping Qur-an. Padahal mere ka yakin bahwa untuk mengetahui ayat-ayat Sulit
kita butuh Hadist Rasulullah (pendamping Qur-an). Kesilapan mereka adalah tidak
sadar bahwa para manusia jahat memang tidak mampu memalsukan Qur-an tetapi
mereka mampu memalsukan Hadist sebagai pendamping Qur-an. Itulah sebabnya
pengikut Ahlulbayt (Syi’ah Imamiah 12) tidak akan per nah sesat sebab mereka me ngenal
pendamping Qur-an yang dimak sudkan dalam Hadist Tsaqalain murni yaitu
Ittrahnya Rasulullah sendiri yang SK kesuciannya diturunkan Allah berbarengan
dengan Hadist Kisa. Ittrah Nabi suci inilah yang dimaksudkan Allah dengan “Tali
Allah /bihablillah” un tuk kita bersatu. Itulah sebabnya hanya pengikut Ahlul bayt
yang memahami persoalan esensi persatuan
yang dimaksudkan Allah swt.
Terakhir sekali
saya hendak menjawab kekeliruan salah seorang pemikir bahwa katanya kata Syi’ah
tidak disebutkan dalam Qur-an:
Para ahli pikir
itu mengatakan bahwa Syi’ah (baca pengikut
Ahlulbayt) tidak disebutkan dalam Qur-an. Katanya Qur-an hanya menyebut Mus lim,
bukan Syi’i dan bukan Sunni. Kalau Ahli pikir itu mengatakan bahwa Qur-an tidak
menyebut Syi’i, terindikasi mereka belum membaca Qur-an keseluruhannya. Kalaulah sudah mereka baca berarti tidak mema hami
Qur-an keseluruhannya. Sebetulnya banyak pemikir non Syi’i yang memahami Qur-an
tetapi mereka tidak memahami ayat-ayat yang penting disebabkan mereka tidak
mengenal Hujjatullah/pendamping Qur-an dimana melalui merekalah kita mampu
memahami ayat-ayat Qur-an yang terpenting walaupun kita hanya orang biasa.
Petama silakan buka surah Al Bayyinah:
Mazhab Syiah Imamiyah Itsna Asy'ariyah (Pengikut 12
Imam) adalah se buah komunitas besar dari ummat Islam pada masa sekarang ini, dan
jumlah mereka diperkirakan ¼ jumlah umat Islam. Latar belakang seja rahnya
bermuara pada masa permula an Islam, yaitu saat turunnya fir man Allah swt.
surat Al-Bayyinah ayat 7 :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُوْلَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّة
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal
shaleh, mere ka adalah sebaik-baiknya penduduk bumi. (QS. Al Bayyinah [98]:7)
Selekas itu, Rasulullah saw. meletakkan tangannya diatas pundak Imam Ali bin Abi Thalib a.s, sedang para sahabat hadir dan
menyaksikannya, seraya bersabda: “Hai Ali!, Kamu dan para syi’ahmu adalah
sebaik-ba iknya penduduk Bumi”. [1] Dari sinilah, kelompok ini disebut dengan
nama “syi’ah”, dan dinisbatkan kepada Ja’far Ash-Shadiq a.s. karena mengikuti
beliau dalam bidang fiqih.
Selanjutnya kata
Syi'ah dalam Qur-an dapat anda telusuri di alinia -ali nia berikut ini:
"(Ingatlah)
suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap ummah de ngan Imamnya; dan
barangsiapa yang diberikan kitab amalan nya di tangan kanannya maka mereka ini
akan membaca kitab nya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikit pun" (QS.
Al-Israa: 71)
Pada hari
pengadilan akhirat, takdir dari setiap orang yang mengikuti para Imamnya yang
dipercayainya akan tergantung dari Imam-Imam yang dipercayainya itu apabila ia
memang benar-benar mengikuti pa ra Imam yang ia percayai itu. Allah menjelas kan
dalam Al-Qur’an bah wa ada dua jenis Imam yang diikuti dan diyakini oleh para
pengikut nya. Ada Imam yang mengajak manusia untuk masuk ke dalam Api Ne raka.
Untuk kategori ini adalah para pemimpin yang dzalim dan tiran di masanya
seperti Fir’aun, misalnya. Kita harus mampu mendeteksi Fir-un-fir'un modern/regim-regim
despotik dan arogant di zaman kita masing-masing.
"Dan Kami
jadikan mereka para Imam yang menyeru (manusia) ke ne raka dan pada hari kiamat
mereka tidak akan ditolong. Dan Kami ikut kanlah
laknat kepada mereka di dunia ini; dan pada hari kiamat mere ka termasuk
orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat Allah)" (QS. Al-Qashash: 41—42)
Al-Qur’an sudah
memberikan peringatan kepada orang-orang yang mengikuti para imam yang dzalim
dan para pengikut imam seperti itu a kan mendapatkan takdir buruknya kelak di
akhir zaman. Mereka akan digabungkan dengan para imamnya itu da lam Jahanam.
Di sisi lain
Al-Qur’an juga memberikan informasi tentang adanya Imam-Imam yang memang
ditunjuk oleh Allah untuk membimbing manusia ke jalan yang benar. Lihatlah ayat
berikut ini:
"Dan Kami
JADIKAN di antara mereka itu IMAM-IMAM yang memberi pe tunjuk dengan perintah
Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami." (QS. As-Sajdah: 24)
(lihatlah kata-kata JADIKAN dan IMAM-IMAM yang
menjelaskan secara tegas tentang jabatan Imam yang ditunjuk oleh Allah dan
bukan oleh manusia. Dan mereka memiliki fungsi yang kurang lebih sama dengan
Nabi walaupun tidak membawa kitab suci yang baru).
Dengan melihat ayat-ayat tersebut di atas, maka kita
bisa simpul kan bahwa para pengikut dari Imam-Imam yang mendapat man dat dari
Allah itu akan menemui kebahagiaan di akhirat kelak. Jadi kalau kita menjadi
pengikut seorang imam maka itu tidak berarti apa-apa kalau yang kita ikuti itu
adalah seorang imam yang tidak mendapatkan man dat dari Allah. Jadi akhir yang
baik dan yang buruk bagi kita di akhirat kelak itu ditentukan dari siapakah Imam
yang kita ikuti dan patuhi sela ma kita hidup di Bumi.
Allah telah menyebutkan dalam Al-Qur’an bahwa beberapa
hamba Nya yang haq adalah juga pengikut (Syi’ah) bagi para hambaNya yang lain.
Seperti pernah dijelaskan Al-Qur’an bahwa Nabi Ibrahim itu adalah pengikut
(Syi’ah) dari Nabi Nuh. "Dan se sungguhnya Ibrahim be nar-benar termasuk
golongannya/Syi’ah nya (Nuh)" (QS. Ash-Shaaffaat: 83)
(Lihatlah kata "Syi’ah" yang dipakai secara
jelas sekali oleh Al Qur-an. Al Qur-an secara eksplisit menggunakan kata itu huruf
demi huruf dalam ayat tersebut di atas dan juga dalam ayat berikut ini)
Dalam sebuah ayat dalam Al-Qur’an diceritakan tentang
pengikut (? ????) Nabi Musa melawan musuh-musuh dari Nabi Musa. Lihatlah ayat
berikut dan lihatlah penggu naan kata SYI’AH untuk ayat tersebut:
"Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika
penduduknya sedang le ngah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang
laki-laki yang ber kelahi; yang seorang dari SYI’AHNYA (pengikutnya Bani Israel)
dan se orang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari SYI ’AHNYA
(pengikutnya) meminta pertolongan kepadanya, untuk menga lahkan orang yang dari
musuhnya, lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata:
"Ini adalah perbuatan syaitan, sesungguh nya syaitan itu adalah musuh yang
menyesatkan lagi nyata (permusu hannya) (QS. Al-Qashash: 15)
Di dalam ayat Al-Qur’an di atas ada orang yang disebut
sebagai pengi kut Nabi Musa (atau SYI’AH MUSA) dan orang yang satunya lagi
disebut sebagai musuh dari Nabi Musa. Orang-orang pada alinia diatas bisa
di bagi kedalam dua kelompok: kelompok SYI’AH MUSA atau kelom pok MUSUH MUSA.
Dengan kata lain bisa kita simpulkan bahwa Allah
secara resmi menggunakan kata SYI’AH dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan pengikut
para Nabi dan sekaligus para Nabi itu sendiri (masih ingat Nabi Ibrahim yang
disebut sebagai SYI’AH—pengikut—dari Nabi Nuh?). Allah menggunakan kata SYI’AH
ini dengan segenap penghormatan kepada para hambaNya yang shaleh. Apakah dengan
itu kita membuat Nabi Ibrahim itu sebagai seorang sekta rian? Bagaimana dengan
Nabi Nuh dan Nabi Musa?
Kata "Shiah" itu sendiri artinya
"pengikut" atau "anggota dari sebuah kelompok". Sementara
itu kata SYI’AH sendiri sebenarnya tidak mengandung sifat positif atau negatif.
Kata itu akan bersifat negatif atau positif apabila kata itu disandingkan
dengan nama seorang pemimpin tertentu.
Apabila seorang
pengikut (Syi'ah) itu mengikuti para hamba Allah yang haq, maka tidak ada
salahnya dengan kata Syi'ah itu apalagi mengingat Imam yang ia ikuti itu adalah
Imam yang diberikan mandat langsung oleh Allah untuk membimbing ummat manusia.
Sementara itu apabila seseorang itu telah menjadi seorang pengikut (Syi'ah)
dari seorang tiran yang kejam; seorang pemimpin yang tidak berperilaku kemanusiaan;
seorang pemim pin yang korup bukan kepalang, maka ia akan menemui takdir
buruknya bersama dengan imam yang diikutinya.
Selanjutnya mari
kita analisa Hadist Bahtera (Hadist Ittrah Nabi suci): "Ah lul baytku
umpama bahtera Nuh, siapa yang naik selamat dan siapa yang tidak naik tenggelam".
Kita dapat menarik kesimpulan bahwa sia papun yang mengaku beragama Islam tetapi
tidak termasuk pengikut Ahlulbayt Rasulullah, mereka itu akan masuk Neraka
kelak (nauzu billahi min zalik). Selanjutnya perlu kita nalisa system Thagut
Hindunesia di za man Suharto hingga Yudhoyono, Irak di jaman Saddam, Iran di
jaman Shah Redha Palevi dan sebagainya, adakah termasuk bahtera yang sa ma
dengan bahtera Ahlulbayt Rasulullah saww atau bahtera Muawi yah dan Yazid bin
Muawiyah. Kalau system yang sama dengan bahte ra Ahlulbayt Rasulullah,
"penumpangnya" mendapat Rahmat semua nya tanpa kecuali. Sebaliknya
yang kita saksikan dalam system Hindune sia dulu, sebahagian penumpangnya hidup
mewah sementara mayori tas penumpangnya hidup morat marit. Lalu selanjutnya
kita pertanya kan orang-orang "alim" dalam bahtera Hindunesia dan
semacamnya, adakah mereka menjadi pembela kaum mustadhafin dengan ilmu aga ma
yang segudang mereka miliki? Bukankah mereka itu hanya di mulut saja mengaku
tidak ada Tuhan selain Allah sementara dalam sepakter jangnya sehari-hari
menuhankan Penguasa zalim yang menzalimi eko nomi kaum mustad'afin akibat tidak
menghukum para koruptor dengan hukum yang diturunkan Allah (baca QS, al Maidah
44, 45 dan 47).
Kini zaman Jokowi
besar kemungkinan, Indonesia akan berobah namun sayangnya orang acheh sendiri
masih belum mampu membedakan antara Indonesia zaman Suharto hingga Yudhoyo no
dengan Indonesia zaman Jokowi yang merakyat. Mereka masih saja mengharapkan
Indo nesia dikuasai militer (baca Suhar to/Yudhoyono/Prabowo). Tentara itu
secara Islami bertugas untuk menjaga wilayah negara dari gangguan asing, bukan
menguasai rakyat sipil. Betapa lelahnya kita dulu dikuasai Suharto secara
diktator, apakah mau kembali kezaman yang melelah kan terse but?. Apakah salah
kalau kita katakan bahwa yang membela Prabowo itu terindikasi mereka yang
dulunya kecipratan dana korupsi via kedekatannya dengan Suharto dan
Yudhoyono? Bertaubatlah ka wan dan
belajarlah Siasah Fatanah Rasulullah saww (politik Islam murni) senantiasa
memihak kaum mustadhafin.
HUJJATULLAH
YANG BRILLIANT SEMUANYA SYAHID.
JUSTERU
ITULAH YANG TERAKHIR DI GHAIBKAN
SEPERTI
NABI
'ISA BIN MARYAM:
1. Imam Ali bin Abi Thalib Amirul Mukminin a s
2. Imam Hasan Al-Mujtaba a.s.
3. Imam Husain Sayyid Asy-Syuhada a.s. (keduanya
adalah putra Imam Ali dan Sayidah Fatimah a.s. dan cucuanda Nabi suci saww.
4. Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad a.s.
5. Imam Muhammad bin Ali Al-Bagir a.s.
6. Imam Ja’far bin Muhammad Al-Shadiq a.s.
7. Imam Musa bin Ja’far Al-Khadzim a.s.
8. Imam Ali bin Musa Ar-Ridha a.s.
9. Imam Muhammad bin Ali Al-Jawad-At-Taqi a.s.
10. Imam Ali bin Muhammad Al-Hadi- An-Naqi) a.s.
11. Imam Hasan bin Ali Al-‘Askari a.s.
12. Imam Muhammad bin Hasan Al-Mahdi Al-Muntazhar a.s.
yang dijanjikan dan dinantikan. (read less)
Open: All content is public.
Website:
http://www.al-hadj.com
http://www.khamenei.ir
http://www.leader.ir
http://www.wilayah.org
http://www.al-shia.org/html/id/index.htm
http://www.fatimah.org/index1.htm
Al Qur-an Tentang Keluarga Para Nabi
Dalam AlQur’an diceritakan tentang para Nabi yang
berdoa kepada Allah SWT bagi keluarganya, dan memohon kepadaNya untuk menuntun
keturunan mereka. Allah SWT selalu mengabulkan doa para Nabi dengan memberikan
berkahNya kepada keturu nannya, agar anak cucu Nabi itu dapat melestarikan
ajaran orang tua dan datuk kakek mereka, mencontohi kesalehan orang tua mereka,
dan menjaga jalan yang lurus’ yang diajarkan Nabi itu, yaitu dzurriyah, al,
ahl, dan qurba. Dzurriyah, misalnya, yang berarti keluarga, turunan atau
keturunan langsung, terdapat dalam 32 ayat alQur’an. Misalnya, Allah SWT
berfirman:
(Ingatlah) ketika Ibrahim mendapat ujian dari Tuhannya
untuk memenuhi beberapa suruhan, lalu ia menunaikannya. Berfirman (Allah),
‘Akan kujadikan kau pemimpin (imam) bagi manusia’. (Ibrahim memohon) ‘Dari
keturunanku (dzurriyati), juga jadikan pemimpinpemimpin)’. Menjawab
(Tuhan) dan berfirman. ‘JanjiKu tidak berlaku bagi orang yang zalim. 569
Di bagian lain, Ibrahim as berdoa kepada Allah SWT:
‘Tuhan kami! Aku telah menetapkan sebagian keturunanku
di lembah tanpa tanaman, dekat RumahMu yang suci. Tuhan kami! Supaya mereka
mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia mencintai mereka, dan
berilah mereka rezeki buah buahan, supaya mereka berterima kasih’. 570
Doa ini dikabulkan Allah:
Mereka yang diberi nikmat oleh Allah, para Nabi
keturunan Adam dan (keturunan) mereka, yang Kami bawa bersama Nuh (dalam
bahtera), keturunan Ibrahim dan Isra’il, dan (keturunan mereka) yang Kami beri
petunjuk dan Kami pilih. Bila dibacakan kepada mereka ayatayat Allah Yang Maha
Pemurah, mereka tunduk bersujud dan berurai air mata. 571
Dan semua ahli tafsir sependapat bahwa Nabi Muhammad
saw adalah dari keturunan (dzurriyah) Ibrahim. Dalam ayat yang lain Nabi
Muhammad disebut sebagai keluarga (al) Ibrahim:
Sungguh Allah telah memilih Adam dan Nuh, keluarga
Ibrahim dan keluarga ‘Imran di atas segala bangsa. 572
Istilah al (keluarga) seperti pada ayat di atas
terdapat pada 26 ayat AlQur’an yang berhubungan dengan keturunan para Nabi,
serta berkah khusus yang dilimpahkan kepada mereka. Di bagian lain Allah SWT
berfirman:
Ataukah mereka dengki kepada manusia, karena Allah
memberi mereka sebagian dari karunia Nya? Sungguh, telah Kami beri keluarga
Ibrahim Kitab dan Hikmah, dan Kami beri mereka keraja an yang besar.
Istilah ahl
(keluarga) mempunyai arti yang sama dengan al. Tetapi, bila dirangkaikan dengan
bait (rumah) menjadi ahlu’lbait, maka yang dimasukkan adalah keturunan
langsung, seperti terdapat pada ayat AlQur’an yang berikut:
Allah hanya hendak
menghilangkan (segala) kenistaan daripada mu, ahlu’lbait (Rasul Allah), dan
menyucikan kamu sebersih bersihnya.
Jumhur atau
kebanyakan ulama berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan ahlu’lbait dalam
ayat itu adalah putri Nabi Fathimah, sepupu dan menantu beliau ‘Ali bin Abi
Thalib, serta kedua cucu yang sangat beliau cintai Hasan dan Husein.
Hadis Kisa
Hadis Kisa yang
menyangkut turunnya ayat ini, diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ja’far bin Abi
Thalib, ummu’lmuminin ‘A’isyah dan ummu’lmuminin Ummu Salamah, ‘Abdullah bin
‘Abbas, ‘Umar bin Abi Salmah, Abu Said alKhudri, Sa’d bin Abi Waqqash, Anas
bin Malik dan lainlain.
569 AlQur’an, alBaqarah (II), 124. 570 AlQur’an,
Ibrahim (XIV), 37. 571 AlQur’an, Mariam(XIX), 58 572 AlQur’an, Ali Imran
(III), 33. 573 AlQur’an, anNisa’ (IV), 54. 574 AlQur’an, alAhzab (XXXIII),
Ummu Salamah berkata: “Ayat Allah hanya hendak
menghilang kan (segala) kenistaan daripadamu, ahlu’lbait (Rasul Allah), dan
menyucikan kamu sebersihbersihnya turun di rumahku. Dan di rumahku ada tujuh,
Jibril dan Mikail as., ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husain ra dan saya berada di
dekat pintu rumahku.”
“Aku bertanya: ‘Ya Rasul Allah apakah saya tidak
termasuk ahlu’l bait?” Rasul menjawab: ‘Sesunggulmya engkau dalam kebaikan,
engkau adalah istri Rasul’. Di bagian lain Rasul menutup ‘Ali, Fathimah, Hasan
dan Husain dengan kain (Kisa’), lalu turunlah ayat di atas sehingga dinamakan
Hadis Kisa’ dan ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husain dinamakan Ahlul Kisa’.
Istilah lain, yakni qurba (berasal dari kata qaruba
yang berarti de kat) dimaksudkan juga keturunan langsung dari seseorang,
seperti tersebut pada firman Allah dalam AlQur’an:
Itulah (karunia) yang Allah kabarkan beritanya yang
gembira ke pada hambahambaNya yang beriman dan melakukan amal kebaikan.
Katakanlah, ‘Tiada kuminta kepadamu upah untuk itu, hanya kasih sayang kepada
keluarga (qurba)’. Dan barangsiapa yang memperoleh
kebaikan Kami akan tambahkan pula kepada nya kebaikan. Sungguh, Allah Maha
Pengampun, Maha Berterima kasih.
Dan sekali lagi,
jumhur sependapat bahwa istilah qurba (keluarga) di sini memaksudkan keluarga
Muhammad saww, yaitu Fathimah azZahra’ ‘Ali bin Abi Thalib, Hasan serta
Husain. Tentu yang dimak sudkan dengan jumhur (mayoritas) disini adalah
tokohtokoh.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar