ALLAH SWT MENUNTUT HAMBANYA YANG
BERIMAN KEPADANYA, RASULNYA DAN ULILAMRI YANG DIUTUS PASKA KEWAFATAN RASULULLAH
UNTUK MENERUSKAN DAKWAH BERISLAKH BAGI SETIAP MANUSIA KUTUB HABIL YANG MEMILIKI
KEMAMPUAN AGAR MANUSIA KUTUB QABIL SEGAHAGIANNYA SADAR UNTUK BERPATAH BALIK DAN
MENJADI MANUSIA KUTUB HABIL
hsndwsp
Acheh - Sumatra
di
Ujung Dunia
*Sepertinya terlalu sedikit dari para Alim di Indonesia yang
memahami al Maidah 51 secara benar. Mereka sepertinya tidak pernah melihat ada
nya al Maidah 82 yang memperjelas fenomena ayat 51. Ini bukan ke sombongan,
bahwa Zakir Naik saja tak paham fenomena al Maidah 51 dan 82 hingga Zakir tanpa
menyadari telah menzalimi Ahok yang brillian
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Suatu hari ada 4 pendakwah melakukan prakteknya di kalangan
masyarakat dan disaksi kan oleh Imam ‘Ali bin Abi Thalib sebagai Amirul
Mu'minin saat itu di Kofah, Irak. Pendakwah pertama berceramah hingga mampu
membuat pendengar ketawa terba hak-bahak. Adalah hal yang sama dilakukan juga
oleh pendakwah kedua dan ketiga. Lalu Imam ‘Ali bangun hingga ketiga pendakwah
tadi tau apa yang hendak dilakukan Imam, lalu mereka lari terbirit-birit.
Pendakwah keempat bangun dan memberitahukan Imam bahwa dia tidak bersalah
dengan alasan belum diberikan kesempatan untuk berceramah. Imampun
mempersilakan dia untuk naik panggung.
Tidak seperti ketiga pendakwah tadi, pendakwah keempat ini
saat berbicara tentang Neraka mengalir airmatanya hingga pendengarpun ikut
menangis. Saat dia berbicara tentang Surga wajahnya mulai berbunga-bunga namun
saat dia berbicara perjuangan mulai merah matanya hingga wajahnyapun ikut
memerah. Setelah turun panggung, Imam mengatakan bahwa pendakwah keempatlah
yang benar-benar sebagai pendakwah yang haq sementara pendakwah yang pertama,
kedua dan ketiga adalah tukang san diwara.
Pendakwah yang pertama, kedua dan ketiga adalah pendakwah
yang berkhidmat. Pendakwah sema cam itu tidak mencari redha Allah tetapi
mencari redha publik atau masyarakat. Pendakwah yang semacam inilah yang
disenangi kebanyakan penduduk dunia dewasa ini. Andaikata pendakwah sema cam itu
mendapat undangan dari kumpulan wanita yang menga ku beragama Islam tetapi
mereka tidak tutup aurat yang berarti tidak beriman kepada kalam Allah surah an
Nur 30-31 dan al Ahzab, dapat dipastikan tidak akan pernah menjelaskan apa Kata
Allah dalam surah an Nur dan al Ahzab ter sebut, kenapa? Dia khawatir kalau dia
sampaikan ayat-ayat tersebut besar kemungkinan tidak akan di undang lagi buat
masa-masa berikutnya, dengan demikian dia akan kehilangan amplopnya.
Dizaman Suharto wanita-wanita PKK berpakaian khusus tanpa
menutup aurat tetapi kita tidak tau persis apakah wanita PKK sekarang priode
Jokowi sudah tutup auratnya atau belum. Disaat itu juga para pendakwah
kebanjiran amplop di musim-musim bulan Maulid namun mereka tidak pernah
me nyentuh kezaliman penguasa, takut berhadapan dengan penjara. Mereka asik
berbicara tentang persoa lan mempelai lelaki pulang kepada mempelai perempuan,
hukum mandi wajib dan doa-doa masuk WC, dengan gaya kocak ala Zainuddin MZ dan
AA Gym yang membuat partisipan ketawa terbahak-bahak. Itulah yang namanya
pendakwah berkhidmat. Mereka berkhidmat kepada penguasa dan masya rakat yang
sami’na waata’na kepada penguasa. Sementara kaum mustadhafin tetap menjadi
bulan-bu lanan para Bal’am yang bercokol di lembaga MUI.
Adapun pendakwah yang haq disisi Allah serta mendapat redhaNya adalah pendakwah yang beris lakh. Mereka berdakwah bukan untuk menyenangkan
masyarakat tetapi untuk memperbaiki kesala han mereka agar menemukan kebenaran
sejati bukan kebena ran semu, konon pula membuat mereka ketawa terbahak-bahak.
Kalau pendakwah semacam itu mendapat undangan dari Ibu-ibu PKK, dia a kan
menyampaikan pesan Allah dalam surah an Nur dan al Ahzab sesuai ‘penyakit’ yang
sedang di hinggapi kaum hawa itu serta berpesan kepada mereka agar tahut kepada
Allah bukan takut kepada Manusia. Pendakwah semacam itu tidak takut kehilangan
isi amplopnya. Dia tidak berdakwah agar di undang lagi waktu-waktu berikutnya.
Dia mencari redha Allah bukan sekedar redha manusia.
Kedatangan Raja Arab Saudi yang lalu ke Indonesia membuat
kita bertanya-tanya, kenapa rakyat Indonesia tidak berpikir kritis agar
terbongkar kezaliman kerajaan tersebut yang meng klaim diri seba gai penganut
Islam sementara mayoritas rakyat Arab Saudi hidup morat-marit. Mereka yang kaya
aki bat kedekatannya dengan penguasa negara hidup bersenang-senang atas
penderitaan kaum mustadh afinnya. Kalau Indonesia berkiblat ke Arab Saudi di
zaman Suharto sampai Yudhoyono, bukankah di zaman Jokowi rakyat sudah mulai
sadar, benarkah?
Yang namanya Islam itu memang pasti "Kaffah" tetapi
kita bersabar bahwa di zaman Jokowi rakyhat sudah mulai merasakan kenikmatannya
walaupun belum 100% dan belum sampai keseluruh kawasan termasuk Acheh-Sumatra.
Ketika sang Raja Arab itu datang, seharusnya wanita-wanita Indonesia ti dak lagi
berpakaian ala putri-putri raja yang tidak Islami tetapi sudah waktunya untuk
berkaca dan menelusuri bagaimana pakaian putri kesayangan Rasulullah saww, Fatimah
az Zahara. Prototype pakaian Az Zahara dapat anda saksikan pada photo yang terpampang
di bawah ini.
Bagi Muslim sejati dituntut Allah agar masuk Islam secara
Kaffah, namun kita tetap menghor mati pe nganut agama apapun yang berwawasan
kemanusiaan macam Ahok alias Basuki Cahaya Purnama. Sayangnya beliau yang
berwawasan kemanusiaan, kerakyatan, pintar, jujur, berani dan bijaksana ser ta
mampu memberantas korupsi dan berbagai bentuk jenis kezaliman lainnya di
Jakarta, dituduh me nistakan agama. Belum ada seorang pemimpinpun yang mengaku
ber KTP Islam di Indonesia, tegas memberantas korupsi dan kezaliman jenis lainnya
di kota Jakarta kecuali presiden Jokowi dan Ahok.
Para penghuni di lembaga MUI dulu bersekongkol dengan
penguasa di zaman Suharto sampai Yu dhoyono (semoga Yudhoyono bertaubat
mendengar keterangan saya ini), sebaliknya mulai bersebe rangan jalan dengan
presiden Jokowi dan juga Ahok, kenapa? Sebabnya Presiden Jokowi mulai men jadi
pembela Rakyat dan penampilannyapun macam orang biasa. Semoga Presiden Jokowi
sadar bahwa MUI harus dibubarkan agar niatnya membela Rakyat tidak terhambat
oleh para Bal’am terse but. Alhamdulillah kita memahami esensi Haji dimana
antara manusia-manusia yang jahat itu justeru para Bal’amlah yang paling
berbahaya bagi kemanusiaan:
Kini saat Ahok berpihak kepada kaum mustadhafin Jakarta serta
menyatakan tekatnya untuk mem berantas korupsi, sang Bal’am malah berdaya yupaya
untuk menyingkirkan Ahok dengan tuduhan palsu bahwa ahok pendusta agama.
Mereka dan pengikutnya tidak sadar bahwa justeru merekalah pe nista agama yang
sebenarnya, membiarkan kaum mustadhafin hidup senin-kemis sementara para Bal ’am
hidup dengan "sedekah penguasa".
Para Bal’am memang realitanya tidak memahami bahwa Qur-an itu
ada hubungan antara satu ayat dengan ayat lainnya. Ayat 51 surah al Maidah
memang mutlak dilarang Allah berteman baik dengan Yahudi dan Nasrani yang
beraliansi satu-sama lainnya dan siapapun yang tidak menggubris larangan Allah
ini, mereka pasti tidak lagi termasuk Muslim disisi Allah swt. Kemudian perlu
kita tambahkan bahwa kalau berteman saja dilarang, memilih sebagai pemimpinpun
lebih terlarang lagi (So tidak jadi soal, multi terjemahan). Yang musti kita
pertanyakan, apakah Allah melarang kaum Muslimin berte man dengan semua Yahudi
dan Nasrani? Jawabannya pasti "TIDAK". Ketika kita menggunakan ayat
51 dalam khazanah HUKUM, kita musti lihat ayat lainnya diantaranya ayat 82
surah yang sama. Ahok termasuk fenomena dalam ayat 82 bukan ayat 51;
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras
permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan
orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat
persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berka ta:
“Sesungguhnya kami ini adalah Nasrani”. Yang demikian itu disebabkan diantara
mereka itu (o rang-orang Nasrani) terdapat Pendeta-pendeta dan Rahib-rahib,
(juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri”. (QS, al-Maidah :
82)
Dengan demikian jelaslah benar ucapan Ahok di Pulau Seribu
bahwa Ahok tidak menistakan agama sebab beliau masuk dalam kategori ayat 82
bukan ayat 51. Apakah masih terlalu sukar untuk dipa hami?
Kedua Andaikata Allah tidak menurunkan ayat 82 surah al
Maidah, Ahokpun tidak boleh dihukum dengan ayat 51, kenapa? Sebab
Indonesia bukan Negara Islam tetapi Negara Muslim/orang Islam. Ayat tersebut diturunkan dalam system
Islam dan untuk System Islam bukan untuk System Thaghut. Seharusnya andaikata
penghuni lembaga MUI bukan Bal’am, mereka tau apa bedanya antara Negara Islam
dengan Negara orang Islam/Muslim.
Habib Rezieq seharusnya bertaubat kalau dia masih
menginginkan agar FPI tidak dibubarkan peme rintah yang memihak Rakyat sekarang.
Sebetulnya kritik ini buat mereka bukan atas dasar benci teta pi atas dasar kewajiban
kaum Muslimin saling nasehat-menasehati. Kita pernah dikritisi teman fb bah wa
tidak baik kita berulang-ulang atas persoalan yang sama. Kita berkeyakinan
bahwa sebelum perso alan tersebut ditindaklanjuti dengan benar, perlu kita
kritisi terus menerus hingga berhasil. Bukankah Allah sendiri mengulang
berkali-kali terhadap persoalan yang penting di dalam Al Qur-an?
Billahi fi sabilil haq
Angku di Tampokdjok, Awegeutah
Acheh - Sumatra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar