INI BERMANFAAT DISISI ALLAH
BAGI ZURRIATKU DAN ORANG-ORANG BERIMAN
SERTA BERGUNA JUGA BAGI KEMANUSIAAN APAPUN LATAR BELAKANG
AGAMA MEREKA
AGAMA MEREKA
Hsndwsp
Acheh - Sumatra
Di
Ujung Dunia
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Saya dilahirkan
dalam sebuah keluarga kecil di sebuah kampung yang namanya masih saya
rahasiakan di Acheh - Sumatra . Orang tua saya bekerja sebagai "tu kang
jahit" di sebuah kota kecil sekitar 3 kilo meter dari tempat kediaman
kami. Orang tua mengantarkan saya ke Sekolah Rendah Islam (SRI) yang belakangan
diro bah namanya menjadi Madrasah Ibtidaiah Negri (MIN). Selama 7 tahun hsnd wsp
kecil berjalan kaki se jauh 3,5 Kilo Meter. Setelah tamat MIN saya dilanjut kan
orang tua ke sekolah Pendidikan Guru Agama 6 Tahun (PGAN 6TH), bersepeda sejauh
4,5 Kilo Meter. Setelah itu saya melanjutkan pendidikan ke suatu per guruan
tinggi di Banda Acheh (UNSYIAH) jurusan bhs Inggeris. Berhubung orang tua saya
termasuk kurang mampu membiayai pendidikan di Perguruan Tinggi tersebut saya
berkesempatan mengikuti test Ujian Pendi dikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama
(PGSLP) berbiaya siswa dan langsung dikirim ke Medan, jalan Mer bau selama satu
tahun, Setelah tamat langsung juga menjadi Guru disebuah SLTP di Acheh -
Suma tra selama lebih kurang 23 tahun. Selama mengajar di SLTP, saya juga
mengajar di Madrasah Aliah Negeri (MAN). Diwaktu sorenya saya juga mengajar di
Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Kebetulan saya juga sempat menyelesaikan
pendidikan di University Jabbal Ghafur (UNIGHA), Fakultas Keguruan Ilmu
Pendidikan (FKIP) jurusan Bahasa Inggeris. Disamping itu juga di mintakan Tgk
Sulaiman Syaikhi Laweueng (Tgk Syik Dayah Paloh Pidie) untuk mengajarkan
Ideology Islam di Dayahnya dan juga memperkuat Kursus Pendidikan Kader Dakwah
(KPKD) Pidie bersama Tgk Syukri Geulumpang Payong (Menantu Tgk Sulaiman
Syaikhi) dan Tgk Zainal Abidin Ali Bam bi.
Menjadi Pengikut
Ahlulbayt
Saya dilahirkan di
lingkungan Sunni dimana orang tua saya juga Sunni. Cara baca Qur-an di ajarkan
Ibu sendiri di Rumah (tidak pergi ke tempat khusus). Ketika mulai belajar
sejarah Islam di PGAN 6 TH Pidie - Sigli (Tarikh), saya mulai bertanya-tanya
kenapa Imam Ali dikucilkan dan banyak para sahabat yang tidak senang kepada nya,
sementara realitanya yang saya ketahui Imam Ali benar dan paling setia ke pada
Rasulullah saww. Sejak itulah saya mulai tertarik untuk mempelajari lebih
mendalam sejarah Imam Ali kenapa dibenci oleh kebanyakan para sahabat. Saya
mulai mengumpulkan litteratur mengenai Imam Ali termasuk sejarah Fatimah az
Zahara, Imam Hassan, Imam Hussein dan juga sejarah pencintai Ahlulbayt yang
utama yaitu Abu Dzar Ghifari, Salman al Farisi dan Al Miqdad (sejarah Ahlulbayt
dan pencintanya). Walaupun saya masih berstatus pelajar dikala itu, namun yang
paling saya utamakan dan paling menarik adalah sejarah para Ahlulbayt. Sampai
hendak melanjutkan pendidikan ke perguruan Tinggi di Banda Acheh, saya masih ber
tanya-tanya tentang kebenaran yang pasti, apakah Syiah atau Sunnah. Sebab nya
dapat dibayangkan sepertinya seluruh Acheh - Sumatra kalau kita tanya pada ahli
Agama di Dayah-dayah dapat dipastikan jawabannya bahwa Syiah itu sesat. Itulah
sebabnya saya masih saja dalam keadaan bertanya-tamya. Kecuali Syiah agama
warisan seperti di Iran, Irak dan sebagainya, sepertinya memang aneh saya
belajar menemukan Syiah Imamiah 12 bukan seperti kebanyakan orang melalui
perbandingan agama di Perguruan Tinggi di Pulau Jawa, termasuk juga beberapa
orang Acheh - Sumatra yang sempat berdomisili di Jakarta dan sekitar nya.
Sambil berdoa
kepada Allah setiap lepas Shalat, saya terus saja mencari literatur-litteratur
othentic Syiah. Keyakinan saya baru mantap setelah mendapat info tentang
revolusi Islam Iran dibawah pimpinan Imam Khomaini, DR Ali Syariati, Murthada
Mutahhari plus 6 Ulawa warasatul ambra lainnya. Saat itu saya mulai belajar
Islam bersystem. Ketika saya berkesempatan pergi ke Jakarta, saya beri tahukan
pada abang saya (Yahya Daud) di kampung Duren, gang al Pukat, Jakar ta Barat
bahwa saya butuhkan buku litteratur tentang Syiah Imamiah 12. Abang membawa
saya ke toko buku terkenal, yaitu Gramadya. Disana saya mendapat kan buku
Revolusi Islam Iran karangan Syafiq Basri dan Mas Esa, hasil surveinya langsung
ketika mereka berada di Iran. Disana juga saya dapatkan buku 40 Hadist Utama,
telaahan Imam Khomaini dan juga buku-buku tulisan orang lain tentang Imam
Khomaini. Hati saya tersentak ketika pandangan mata tertuju pada buku karangan
DR Ali Syariati. Diantaranya buku Ummah dan Imamah, Cendekiawan Muslim, Patimah
is Fatimah, Haji, Abu Dzar Ghifari, Tugas Intelektual Islam, Nestapa Kaum
tertindas, Ideology Imam Hussein dan Karbala, Syiah Merah dan masih ada
beberapa lagi yang sudah lupa judulnya, kebetulan semuanya tertinggal di Acheh
- Sumatra, tidak sempat saya bawa pergi..
Disamping itu juga
saya dapatkan di toko Gramadya tersebut buku.buku yang ber hubungan dengan Syiah
seperti buku Islam Alternatif karangan DR Jalaluddin Rah mat dimana bung
Imanuddin Abdul Rahim yang Sunni bertindak sebagai pengan tarnya. Wawasan Islam
karangan DR Amin Rais juga i kut saya sikat dari toko ter sebut. Sepulang dari
Jakarta dan sudah mulai bertambah khazanah baru dålam pengetahuan agama
Ahlulbayt Rasulullah, saya rasakan sendiri bertambah yakin ketika saya berdiri
di mimbar-mimbar Mesjid, baik di Kampung sendiri maupun ka wasan lainnya.
Lucunya orang banyak belum tau kalau saya sudah menjai pe ngikut Ahlulbnayt.
Mereka menyangka saya adalah pengiku mazhab Sunni aliran ”Muhammaddiah” yang
juga di benci kebanyakan orang Acheh - Sumatra kala itu.
Ketika saya
mengajar di SLTP banyak Guru yang bolos. Kesempatan tersebut saya manfaatkan
untuk mengajar pelajaran agama. Sebagai guru agama saya ber keyakinan tidak akan
mendapat redha Allah tanpa kita ajarkan pemantapan ’Aqidah. Ketika kita hendak
memantapkan ’aqidah pastinya termasuk ”apa saja” yang membuat aqidah
ternetralisir. Dari itu Ideology yang merusakkan ’Aqidah oto matis menjadi
garapan untuk diperjelaskan bagaimana dapat membuat ’Aqidah sirna. Dalam kontek
tersebut saya berpedoman dengan Surah al Kahfi, dimana penghuni Gua
meninggalkan gemerlap Istana Diklidianus demi menyelamatkan ’Aqidahnya.
Ketika seorang
sahabat saya diculik hingga dibunuh tanpa diketahui dimana kubu rannya, saya
mulai tidak lagi mengajar dan bergabung dengan pejuang selama 6 bulan lebih
kurang. Ketika saya rasakan kondisi Acheh - Sumatra tidak memung kinkan lagi
untuk berbuat yanng bermanfaat bagi orang sipil macam saya, mulai meninggalkan
segala-galanya untuk Hijrah di Bumi Allah ini. Setelah shalat subuh saya
berangkat ke Medan untuk hijrah ke Malaysia sebagai Negara pertama saya
tujukan..
Di Malaysia saya
bertemu dengan beberapa ex murid SLTP dan MAN. Setahun di Malaysia saya
diterima UN untuk Hijrah ke Eropa. Keluarga saya minta segera menyusul ke
Malaysia. Setahun keluarga bersama saya di Malaysia, kami dikirim UN ke
Norwegia.
Di Norwegia saya
mendapatkan litteratur yang lebih banyak lagi baik melalui sahabat di Norwegia
sendiri maupun melalui Internet.
TAHAB BERIKUTNYA
BAGI HSNDWSP II
Setelah menjadi
guru SLTP di suatu kota Kecil, jalan Medan Banda Acheh, saya mulai aktiv di PII
(Pelajar Islam Indonesia). Sebetulnya keinginan saya menjadi PII sudah mulai
sejak menduduki bangku sekolah PGAN 6 Tahun namun tidak pernah aktiv. Hal ini
baru sekarang saya sadari bahwa kalau ekonomi kita tidak mendu kung kehiduopan
kita, sepertinya dunia luar terlupakan bagi kita termasuk kesem patan untuk
menggapai agama Islam murni diantara sekian banyak agama palsu yang belum kita
sadari. Hal ini sejalan dengan kata Rasulullah saww:
”Kemiskinan itu
bisa membuat seseorang men jadi Kafir” Lalu Imam Ali as melanjut kan: ”Andaikata
kemiskinan itu berbentuk makhluk, akan kubunuh dia”. Abu Dzar Ghifari
menimpali: ”Saat kemiskinan masuk suatu rumah melalui pintu, Iman keluar
melalui jendela”
Menjadi gurun dalam
system Thaghut despotic bukanlah cita-citaku tetapi realita nya merupakan
sebagai batu loncatan hingga aku mulai bisa berpikir, apa yang perlu saya
pikirkan bagi saya sebagai hamba Allah yang paling sederhana ini. Sa ya begitu antusias dalam setiap
jenjang trayning PII saat itu. Namun sa’at sesepuh PII di kawasanku
mendambakanku sebagai ketua PII, aku menolaknya. Sepertinya kawan-kawan
menganggapku keliru, menolak kesempatan tersebut. Sepertinya yang dipikirkan
kawan-kawan saya sa’at itu kedudukan apapun dalam masyarakat berguna sa’at kita
menulis Birografi kehidupan kita.
Pikiran saya tidak seperti itu. Sa ya berpikir tidak akan membuahkan
suatu kemajuan sebagai ketua PII sa’at ke banyakan pengikut tidak lagi serius
dalam organisasi tersebut. Andaikata saya mau menerimanya, saya khawatir tidak
dapat mengemban keredhaan Allah. Alasan nya saya bukanlah seperti Mukhtar
Tsaqafi yang memiliki kemampuan luarbiasa untuk berevolusi, dimana beliau mam pu
menghidupkan kembali pikiran pengikut Ahlulbayt yang sudah mati kala itu di
Kofah. Memang saya bukan untuk berevolusi yang sangat mustahil dalam suatu
organisasi dibawah pengawasan system Tha ghut despotic sa’at itu. Namun
perbandingan ini memiliki logika dalam berorgani sasi. Realitanya Mukhtar
memiliki tulangpunggung seperti, Kiyan, Bin Kamil, Saib, U baidah, Abdurrahman
dan Ibrahim bin Malik al Asytar. Sedangkan saya walaupun hanya sebagai organi sasi
”batu loncatan”, tidak memiliki sahabat seperti itu.
Walaupun saya
menolak dalam arti tidak pernah ambisi menjadi ketua PII kala itu, saya tetap
berpikir untuk menggapai keredhaan Allah, apa yang musti saya laku kan. Saya
terus merenungkan kenapa setelah menyelesaikan jenjang Trayning tertinggi,
anggota PII menjadi keluarga besar dalam arti tidak aktif lagi. Ironisnya
mereka kalau memiliki kemampuan sedikit saja, mereka menjadi anggota partai
tertentu dimana sangat bertentangan dengan pemikiran saya. Artinya saat kami
aktif di PII, kami menolak menerima ”azas tunggal Pancasila” dari pemerintah.
Azas kami adalah Islam. Ironisnya begitu selesai di PII masuk suatu partai
dimana semua partai dalam negara pasti berazas tunggal Pancasila. Apa artinya
kami memper tahankan azas Islam saat kami di PII secara serius kalau berakhir
dengan sirna nya ideology kami. Sedangkan di pusat Jakarta organisasi tersebut
digunakan para po litikus sebagai batu loncatan untuk memiliki ke mampuan
berdebat dalam sidang-sidang Dewan Perwakilan Rakyat. Jelasnya tujuan masuk PII
bukan untuk mencari keredhaan Allah swt sebagai tujuan yang haq bagi setiap Muslim
benaran.
Alhamdulillah
pikiran saya berkembang terus setelah mempelajari surah al Kahfi de ngan serius
sampai menggapai Ideologinya. Betapa brilliantnya para penghuni Gua yang mampu meninggalkan segala-galanya demi mencari redha Allah. Pada hal kedudukan mereka sangat tinggi disisi Raja Diklidianus. Mereka adalah Tamli kha, Miksalmina, dan Mikhaslimina yang berkedudukan sebagai pembantu sebelah kanan. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri Raja , masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. (6 orang menteri sebelah kanan dan kiri Diklidianus). Bayangkan bagaimana gemerlapnya kedudukan mereka di dunia yang merugikan Akhiratnya. Pasalnya Diklidianus memproklamirkan dirinya sebagai Tuhan. Siapapun yang berani mennentangnya akan putus lehernya. Tamli kha, Miksalmina, Mikhaslimina, Martelius, Casitius dan Sidemius. membuat Arisan sekali dalam seminggu. Sa’at geleran
arisan berada di rumah Thamlika, beliau ti dak makan dan minum hingga ke 5 menteri
lainnya bertanya kenapa Thamlika tidak makan dan minum. Thamlika menjawab bahwa
dia susah ketika memikirkan perkara Langit. Temannya mendesak apa yang sedang
dipikirkan Tham lika. Tham lika
melanjutkan bahwa dia sedang memikirkan bagaimana jalan keluar untuk
me ninggalkan jabatannya agar mendapat redha Allah, dimana Dikklidianus itu bukan Tuhan tetapi manusia biasa macam kita juga. Teman-temannya memiliki
persepsi yang sama dengan Thamlika, lalu menanyakan Thamlika apa yang
seha rusnya kita lakukan agar mendapat redha Allah.
Thamlika
memberitahukan mereka bahwa kita harus keluar dari kedudukan kita se bagai
menteri Diklidianus, tidak ada jalan lain kecuali hijrah ke tempat yang redha
Allah. Dalam perjalanan mereka merasa haus sa’at tiba disebuah kebun dan me minta
air pada tukang kebun. Setelah mereka minum, tukang kebun menanyakan mereka mau
kemana, melihat pakaian mereka macam menteri Diklidianus. Tham lika mengatakan
bahwa mereka hendak lari dari kekuasaan Diklidianus dise bab kan raja itu
mendakwakan diri sebagai Tuhan. Tukang kebun mengatakan diri nya memiliki
pemahaman yang sama seperti Thamlika dan memintanya untuk ikut ber sama tetapi
meminta izin untuk memberitahukan Tuwannya terlebih dahulu untuk menyerahkan
kebunnya. Thamlika mengatakan bahwa ini tidak boleh diberita hukan siapapun
agar tidak terbongkar rencananya. Lalu pergilah mereka menjkadi 7 orang dengan
perwakilkan kaum mustadhafin/ tukang kebun dan seekor anjing ikut bersama
mereka. Ketika mereka masuk dalam sebuah gua, Thamlika mengam bil batu untuk
melempari anjing tersebut agar tidak ada pihak yang mencuriga kan. Anehnya
anjing tersebut berkata dengan jelas sekali: "Mengapa kalian me ngusirku
padahal aku juga menyaksikan tiada Tuhan kecuali Allah? Biyarlah aku menjaga
kalian disini”. Kisahnya panjang tetapi
saya cukupkan sampai disini saja dengan kesimpulan kita harus hijrah untuk mencari redha Allah.....................................
Tidaklama kemudian
Dr Hasan tiro memproklamirkan Acheh Mer deka di Gunung Halimun. Lalu saya
bergabung kedalamnya. Sayang nya kala itu saya tidak sempat bertemu dengan
beliau kecuali di Norwagia paska keberhasilan saya mempersa tukan 2 kubu Acheh Merdeka
Norway, yaitu kubu Badaruddin SH Acheh Tengah dan Baih Gani Acheh Utara. yang
konon sukar di persatukan sebelumnya.
Ketika saya
bergabung dengan Acheh Merdeka saya masih bekerja sebagai guru di salah satu
SLTPN dan juga mengajar di MAN, SPG dan SLTP Swasta Gle Cirih. Saat itu juga
saya mengajar di suatu Dayah milik GAM Manjak selama lebih kurang 3 tahun. Pada
hari-hari Minggu saya juga ikut terlibat di KPKD (Kursus Pendidikan Kader Dak wah)
di suatu Kabupaten.
Akhirnya saya
terpaksa meninggalkan Acheh – Sumatra menuju Me dan – Malaysia setelah sekitar
6 bulan tinggal bersama TNA dibarak-baraknya, mengajarkan Ideology dan Bahasa
Inggeris kepada mereka. Saat itu saya sudah menemukan agama alternatif, bukan lagi Islam Sunni.
Sa’at itu masih harus saya rahasiakan kepada TNA, mungkin jika mereka tau
mereka akan menolak keberadaan saya di barak TNA tersebut. Itulah yang membuat
saya kewalahan saat mengajarkan ‘Aqidah yang murni kepada TNA. Maklum kecuali
di Dayah tempat saya mengajar agama, semua Dayah di Acheh menolak keberadaan
Syi’ah/Islam pengikut Ahlulbayt sebab mereka mengira semua Syiah sesat, makanya
dari awal sekali mereka menanam mursyid kepada muridnya bahwa Syi’ah itu sesat.
Pertolongan Allah swt
Saat salah seorang pejuang setempat dengan saya
bekerja tidak boleh lagi masuk kerja, sayapun terpaksa keluar tidak masuk
kerja. Temanku pergi kegunung, anehnya saya pergi ke barak TNA. Alham dulillah
saya tidak pernah takut saat itu padahal Koramil membuat pengumuman kepada
masyarakat tidak boleh pergi ke kampung yang adanya barak TNA, namun saya tiap
pagi dan bahkan sesekali malam pergi ke barak tersebut, tidak pernah ketemu
tentara Koramil kecuali hanya sekali. Kebetulan antara
kampung saya dan kampung yang ada barak TNA dipisahkan oleh persawah kira-kira
satu Kilometer. Kebe tulan saya punya sepetak sawah seluas 10 gantang
bibit/seper empat hektar lebih. Saya berhenti sebentar melihat-lihat padi yang
sedang mulai berbuah. Saya masih diatas kereta dan kaki kanan bertumpang pada
beton pinggiran sawah. Tiba-tiba 4 orang anggota Koramil lewat bersama 2 buah
kereta, menanyakan, apakah itu sawah milik saya? Iyya saya jawab, lalu
merekapun terus lewat dan sayapun bisa pergi ke barak TNA tanpa halangan. Itu
pertolongan pertama.
Kedua saya sangat
sensitif saat melihat berita yang tidak benar di koran Serambi Indonesia. Saya
mendapat info bahwa di dekat Kota ada post Serambi, saya bisa mengantar
tanggapan saya kesana untuk dimuat di Serambi. Padahal saya sudah berniat tidak
akan mengen dara sendirian ke kota namun kali itu lupa. Surat tanggapanpun saya
pegang tanpa saya sembunyikan, andaikata distop TNI pun saya sudah berbahaya
sebab isi surat tanggaopan itu tidak baik bagi TNI. Sampainya di tempat saya
mendapat info masyarakat tidak ada lagi post Serambi disana sebab selalu
diganggu TNI. Akhirnya saya terus pulang tetapi menempuh jalan lain. Kebetuklan
kirakira 1/4 kilome ter ketemu sama TNI
lagi Sweeping di de pan PGAN tempat saya sekolah dulu. Saya membaca ayat khusus
minta perlindu ngan Allah swt. Dengan keyakinan pertolongan Allah, aneh memang
semua ten ta ra itu membiarkan saya berlalu tanpa gangguan sedkikitpun. Rupanya
tidak jauh dari situ di depan SPG, sekolah tempat saya pernah mengajar bahasa
Inggeris se belumnya masih ada Sweeping lainnya. Saya juga membaca kan ayat
khusus, min ta perlindungan Allah swt, tetapi kali ini ada seorang TNI yang memandang
saya dengan tajam, saya terpaksa angkat tangan dan diapun mengangguknya,
seper tinya dia itu bekas murid saya tetapi itu tidak pasti. Yang jelas saya mendapat perlin dungan Allah kali kedua hingga selamat sampat ke barak TNA.
Teman saya sekerja
yang pergi ke gunung sesekali pulang kerumah isterinya lalu di culik TNI sampai
hari ini tidak ada yang tau dimana kuburannya. Begitu saya men dengar dia
diculik, langsung saya naik bus ke Medan untuk pergi ke Malaysia. Di Malaysia
tinggal di Sungai Buloh. Kebetulan sa’at itu terjadi perkelahian antara
ma syarakat Acheh Barat dengan Acheh Timur hampir bunuh-membunuh pakai pa rang.
Alhamdulillah dengan pertolongan Allah juga berhasil saya damaikan. Mula-mula
masyarakt Acheh Timur tidak menerima, lalu saya katakan kalau kalian kebe ratan
terpaksa saya serahkan kepada TNA. Rupanya mereka takut begitu saya se but TNA
hingga meneri manya.
Kemudian atas
bantuan masyarakat Acheh di Paya Cheras saya mendapat info untuk kerja di
Kilang Besi milik China tetapi gajinya tidak diberikan kepada saya oleh agennya
orang Malaysia. Lalu pindah ke kilang ferniture, alham dulillah disana mendapat
sedikit rezki walau tidak banyak.
Disebabkan saya
sudah melamar ke UN, terpaksa keluar dari kerja tersebut agar saat ada
panggilan bisa ketahuan, maka balik lagi ke Sungai Buloh. Lalu datang tilpun
dari bekas murid saya di Petaling Jaya, ditanyakan kalau saya tidak punya
kerja. Lalu saya ke tinggal di Asrama Acheh – Sumatra di Petaling Jaya.
Kerjanya agak lucu, jadi tukang azan di mesjid Petaling Jaya, kebetulan alhamdulillah
saya punya lagu khas azan yang pernah juga saya kumandangkan di Hauzah
Husainiah Langgata Norway. Gajinya hanya sekitar seratus 25 Ringgit, cukup
untuk makan bulanan namun rupanya bos mesjid itu mengetahui kalau saya tidak punya
KTP Malaysia, lalu baru sebulan dapat gaji, saya dipecat.
Bayangkan bagaimana
bos Mesjid tersebut bertindak sebagai imam Mesjid, aga manya bukan agama Habil
tetapi agama Qabil. Andaikata bukan agama Qabil justeru orang macam saya wajib dibela
agar selamat di Malaysia hingga tidak per lu ke Eropa. Bukan saja kepala khatib
itu yang keliru dalam beragama tetapi ham pir seluruh Dunia kebanyakan mereka
tidak beragama dengan agama Habil tetapi agama Qabil. Apa bedanya? Agama Qabil
agama kebudayaan sedang kan aga ma Habil agama Ideology. Secara kebudayaan atau
basa-basi saya berhak dikelu arkan dari pekerjaan sebab tidak sah menurut
peraturan majikannya khatib terse but.
Islam tidak
bernilai kalau hanya dipahami secara kebudayaan (menu rut kebiasaan yang
berlaku) bukan menurut yang haq dari Allah. Secara ideology Bumi ini milik
Allah bukan milik Qabil dan juga milik Habil tetapi Qabillah, manusia pertama
yang mengklaim bumi ini miliknya. Manusia pertama yang korban adalah Habil,
terpaksa mengembalakan ternaknya ketempat yang begitu jauh, sementara kawasan
de kat semuanya diklaim milik Qabil.
Orang Acheh merdeka
yang hijrah ke Malaysia tidak mendapat perlindungan disa na. Saat kita
pertanyakan apakah mereka yang berkuasa bukan orang Islam. Jawabannya sesuai
peraturan negara walau tidak mendapat redha Allah, yang wajib melindungi kaum
yang hijrah, apalagi disebabkan hijrah terpaksa. Ironisnya orang Acheh yang
lumaian ekonominya ikut membela
peraturan Malaysia. Kata nya wajar tidak dilindungi sebab banyak
diantara mereka jadi pengedar Ganja/ Marijuana di Malaysia. Kalau itu
alasannya, kan bisa diper tanggungjawabkan ke pada pemimpin GAM yang di Malaysia
atau pun yang di Acheh – Sumatra. Pemim pin GAM mampu mengawasi mereka, andaikata
ada yang degil berhak dihukum berat
hingga tidak merugikan bangsa Acheh dan Malaysia.
Perlindungan Allah
ke 2 dan ke 3 di Malaysia
Walaupun tidak
punya kerja, saya masih berada di asrama Acheh Petaling Jaya. Disana ada 2
orang bekas murid saya, satu dari MAN dan satu lagi dari SLTPN. Keduanya sedang
mengambil S3 di Malay sia. Suatu hari saya pulang ke Sungai Buloh. Sa’at balik
dari sana polisi naik ke dalam bus dan memeriksa seluruh penum pangnya. Saya
lang sung terbaca ayat perlindungan yang terbaca otomatis saat melihat bahaya.
Saya duduk di dekat pintu masuk depan, begitu polis masuk lang sung melihat saya
dengan sepatu yang mengkilap tetapi tidak diperiksa. Mereka memeriksa semua
yang lainnya. Lalu saya lihat polis menurunkan 5 orang yang ti dak punya surat
Identitas. Hati saya mulai lega tetapi setelah itu polis naik lagi dan
menurunkan 2 orang lagi. Rupanya yang 2 orang tersebut tidak turun sa’at polis
me nyuruh mereka turun. Alhamdulillah saya selamat dari bahaya pertama di Malaysia.
Bahaya ke 3
Kemudian ketika
saya hampir diterima di UN, Polis masuk ke asrama Acheh dan sa ya kebetulan lagi
menulis di komputer sebelah kanan pintu masuk. Polisi melihat sa ya tetapi saya
pura-pura tidak open sambil ayat perlindungan terbaca otomatis dalam hati saya.
Polis langsung masuk kamar-kamar dan terdengar oleh saya suara dari penghuni
asrama: “Kami semuanya mahasiswa”. Lalu polis keluar dan meminta izin sama saya:
“Permisi cek, ya?”. Tidak lama kemudian ketua asrama, bang Mu hammad Uleegle
pulang, mendapat kabar insisden tersebut dari para mahasiswa. Lalu dia berkata
kepada saya: “Rupadjih droe neuh na atra djameu, neubi keu ka moe batjut” (Rupa nya
anda punya petuah zaman, berikan untuk kami sedikit). Sa ya katakan: “Mana ada,
saya hanya berdo’a doang kepada Allah swt”. Bang Mu hammad Uleegle kala itu lagi
mengambil Doktoral si Malaysia dan sekarang dia sudah mengajar balik di
University Syi’ah Kuala Banda Acheh setelah mendapat gelar Doctor.
Setelah insiden
tersebut alhamdulillah saya diterima di UN dan lang sung saya kirim surat ke
kampung, semua anggota keluarga harus cepat berangkat ke Malaysia, tidak boleh
tinggal seorangpun. Lalu merekapun langsung meninggalkan Acheh ke cuali anak
nomor 2, entah kenapa dia meninggalkan diri seorang. Saat saya men jemputnya di
pelabuhan, saya merasa agak sedih, yang nomor 2 tidak ikut. Namun alhamdulillah
beberapa bulan kemudian baru dia datang, saya jemput sendirian di pelabuhan.
Anak yang pertama saya nikahkan sendiri di Malaysia dengan Samsol Kamar TB.
Dua tahun saya di
Malaysia, setahun sendirian, tahun berikutnya baru bersama keluarga sampai
diterbangkan UN ke Norwegia. Di Norway kami tinggal di sebuah rumah bertingkat tiga. Tingkat
pertama tinggal keluarga Samsol, tingkat kedua keluarga dan 3 orang putra,
tingkat tiga tinggal dua orang putri. Dulu saya pernah diajak ke Australia
oleh seorang teman: “ngapain kamu tinggal di tampung mer pati, dalam bongkah
es lagi”. Lalu saya kata kan: “Pemerintah Norway memberi kan kami macam rumah Datok di Malaysia”.
Di Norway saya baru
merasakan enaknya System negara yang sangat peduli kepa da rakyatnya yang belum
pernah saya lihat sebelumnya hingga membuat saya terkesima. Setahu saya ada 3
negara yang sangat baik systemnya, yaitu Norwegia, Swedia dan Danmark. Ketiga
negara tersebut seluruh rakyhatnya menggapai finan sialnya. Tidak ada seorangpun
yang tidakpunya kartu Bank dan dan mendapat gaji walau tidak bekerja sekalipun.
Alasannya bukan tidak mau bekerja tetapi tidak punya kerja yang patut untuknya.
Sampai disini saya teringat Negara Republik Islam Iran. Menurut info dari Syafiq
Basri dan Mas Esa, wartawan Tempo yang meliput langsung di RII, semua rakyat
mendapat gaji walau tidak bekerja. Sa’at ditanya war tawan German, kenapa mereka
dimanjakan, Rafsanjani sebagai presiden kala itu menjawab bahwa negara ini
milik mereka. Mereka bukan tidak mau bekerja tetapi pemerintah mereka yang
belum sanggub memberikan kerja kepada semua me reka. Akan tetapi mereka siap
membela negara kapanpun ada pihak yang mau merongrong negara mereka. (baca buku
Iran Pasca Revolusi, karya Syafiq Basri dan Mas Esa)
Rumah Sakit
Di Norway Rumah
Sakit Umum yang serba luck, semuanya gratis yang membuat sia papun yang sakit
berat tidak pernah terlantar, langsung mendapat bantuan pe ngobatan secara
gratis mulai penjemputan am bulan sampai makananpun gratis. Sedangkan yang
sakit biasa semuanya diatur ke klinic-klinic dengan dokter privad tetapi kenabayaran
sekitar 150 kroner perpertemuan sampai biaya yang kita kelu arkan mencapai
kira-kira 1500 kroner perbulan, baru gratis semuanya.
Sekolah
Anak-anak dimana orangtuanya
tidak punya kerjapun gratis mulai dari Barnaha gen/TK sampai perguruan Tingi.
Kecuali anak orangtua yang lumaiann gajinya yang tidak gratis perguruan
Tingginya. Namun mereka mendapat pinjaman yang harus membayar saat sudah
bekerja. System guru, tidak pernah ada istilah pemu kulan dan kemarahan
terhadap anak didik. Kebetulan saya pernak praksis/praktek kerja di Sekolah
dasar, menyaksikan anak didik tidak pernah bosan dalam kelas, sebab waktu belajarnya
ada Frimtid/pose 5 menit setiap 30 menit dalam lokal.
Pasar
Setiap pasar atau
kumpulan toko-toko/Butikk ada wc yang setiap hari dibersihkan hingga sangat
bersih. Saya pastinya pernah menyaksikan 2 negara sebelumnya, di samping tidak
semua pasar punya wc, juga tidak bersih bahkan berbau yang tidak nyaman kecuali di bandara-bandara saja
yang bersih. Di rumah sakit memang ada wc yang bersih tetapi tidak untuk masyarakat biasa. Setiap pasar atau kumpulan Butikk tutup pada hari Minggu dan
hari-hari libur, kecuali butikk Seven-Eleven dan Narvigasen tetapi agak mahal
harganya, namun beruntung juga bagi orang yang putus makanan, walau mahal
sekalipun.
Perkantoran
Dikantor-kantor
pemerintah didominasi kaum hawa. Umumnya kepala kantorpun banyak yang
wanita/Dama. Enaknya tidak pernah antri kecuali sesekali tetapi tidak lebih dari
10 menit dan tidak ada permas alahan yang ditunda sampai satu jam, apalagi esok
hari macam la zimnya di tempat kita. Kemudian juga pegawai pan tang disogok. Tukang
parker saja tidak mau disogok ketika pelanggar sudah ter tang kap basah, konon
pula pegawai kantor. Itu sudah membudaya bagi mereka, pegawai Norway. Bagi
negara Asia umumnya, sogok itu sudah membudaya, demi kian juga para koruptor,
bukan? Tentunya ada perkecualian di
Asia, yaitu Republik Islam Iran yang relative sama systemnya macam 3 negara
Scandinavia terse but diatas.
Politi/Polisi
Polisi di Norway
tidak ada yang memudharatkan rakyat. Mereka benar-benar seba gai pengayom dan
pelindung rakyat. Suatu hari saat saya kepasar bersama keluar ga, mobil tidak
kami bayar parkirnya, sebab kalau ada orang di dalamnya tidak perlu bayar
parkir memang, itu undang-undangnya. Kebetulan anak saya yang per tama katanya
tidak mau turun, biar dalam mobil saja. Kami yang lain ke butikk/ke dai runcit,
untuk berbelanja. Waktu kami sudah berada di butikk, anak saya yang pertama tadi muncul dan pintu mobilnya otomatis terkunci sedangkan kuncinya di mobil. Kami
sempat galau sedikit, memikirkan kalau esoknya saja baru bisa diambil, begitu
banyak yang harus dibayar buat parkir. Begitu lewat orang Norway, saya tanyakan
mereka bagaimana caranya. Dia menyuruh saya ke kantor polisi. Saya heran ngapain
ke kantor polisi. Kemudian lewat orang Norway lain nya, saya ta nyakan lagi
namun dia juga menyuruh saya pergi ke kantor polisi. Saya pikir ada benarnya
walaupun di hati saya agak aneh dan bertanya-tanya dalam hati dalam perjalanan
sejauh seperempat kilometer.
Sesampainya di
kantor polisi saya beritahukan kejadiannya. Baru 2 menit kami beri cara, kata
polisi itu sudah ada yang tolong buka mobil kamu. Begitu saya balik ke mobil,
saya lihat 2 orang polisi, wanita dan pria, telah membuka pintu mobil.
Beta pa tidak heran kalau polisi negara lain kesempatan mendapat imbalan dari
pemilik mobil tetapi di Norway, apa bila kita tawarkan sesuatu untuk imbalannya
adalah hal yang memalukan, tidak ada budaya macam itu di Norway.
Demikianlah sedikit
kisahnya mengenai Norwegia, semoga Indonesia dibawah pim pinan Jokowi dapat
meneladani negara Norway, Swedia dan Danmark, hingga se luruh rakyat menggapai
finansialnya. Tidak ada alasan ramainya penduduk, inkam perkapita Indonesia juga
sangat memungkinkan tercapainya finansial seluruh pen duduk, kecuali para
koruptor dibiarkan merajalela hingga betapapun tingginya in kamperkapita
negara, bagaikan galon yang penuh petrodolar, akhir nya ludes dise babkan ada
lobang yang bocor dibawahnya. Betapa la ma sudah Indonesia diku asai para
koruptor, justeru itulah kita merasa sangat pilu sa’at para alimpalsu/ Bal’am
bersatupadu dengan para preman berjubah, pakai istilah Buya Syafi’i Ma’arif,
hingga rakyat yang fanatik buta termakan propokasi. Mereka melengser kan
Basuki Cahaya Purnama alias Ahok dari kedudukannya via para hakim yang
amatiran. Realitanya selama priode orde lama dan priode orde lama jilid 2,
hanya Ahoklah yang sudah terbukti satu-satunya yang mampu membongkar
sepakter jang para koruptor di Jakarta. Semoga Jokowi mampu memberdayakan
kesempa tan Ahok kembali untuk meluluhlantakkan para koruptor, bukan saja di
Jakarta tetapi seluruh Indonesia. Dengan sirnanya para koruptorlah,
memungkinkan seluruh rakyat menggapai finansialnya. Kalau tidak terpaksa kita
menunggu kemunculan Imam Muhammad al Mahdi al Muntazhar bersama Nabi ‘Isa bin
Maryam/al Masih.
Billahi fi
sabililhaq
hsndwsp
Acheh - Sumatra
di
Ujung Dunia
II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar