Senin, 21 Mei 2018

SELAYANG PANDANG TENTANG PENEMUAN AGAMAKU MELALUI JALAN YANG SANGAT SEDERHANA




 SEMOGA TULISAN-TULISAN YANG SEDERHANA
 INI BERMANFAAT DISISI ALLAH
BAGI ZURRIATKU DAN ORANG-ORANG BERIMAN
SERTA BERGUNA JUGA BAGI KEMANUSIAAN APAPUN LATAR BELAKANG 
AGAMA MEREKA

Hsndwsp
Acheh - Sumatra
Di
Ujung Dunia






Bismillaahirrahmaanirrahiim
Saya dilahirkan dalam sebuah keluarga kecil di sebuah kampung yang namanya masih saya rahasiakan di Acheh - Sumatra . Orang tua saya bekerja sebagai "tu kang jahit" di sebuah kota kecil sekitar 3 kilo meter dari tempat kediaman kami. Orang tua mengantarkan saya ke Sekolah Rendah Islam (SRI) yang belakangan diro bah namanya menjadi Madrasah Ibtidaiah Negri (MIN). Selama 7 tahun hsnd wsp kecil berjalan kaki se jauh 3,5 Kilo Meter. Setelah tamat MIN saya dilanjut kan orang tua ke sekolah Pendidikan Guru Agama 6 Tahun (PGAN 6TH), bersepeda sejauh 4,5 Kilo Meter. Setelah itu saya melanjutkan pendidikan ke suatu per guruan tinggi di Banda Acheh (UNSYIAH) jurusan bhs Inggeris. Berhubung orang tua saya termasuk kurang mampu membiayai pendidikan di Perguruan Tinggi tersebut saya berkesempatan mengikuti test Ujian Pendi dikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) berbiaya siswa dan langsung dikirim ke Medan, jalan Mer bau selama satu tahun, Setelah tamat langsung juga menjadi Guru disebuah SLTP di Acheh - Suma tra selama lebih kurang 23 tahun. Selama mengajar di SLTP, saya juga mengajar di Madrasah Aliah Negeri (MAN). Diwaktu sorenya saya juga mengajar di Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Kebetulan saya juga sempat menyelesaikan pendidikan di University Jabbal Ghafur (UNIGHA), Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) jurusan Bahasa Inggeris. Disamping itu juga di mintakan Tgk Sulaiman Syaikhi Laweueng (Tgk Syik Dayah Paloh Pidie) untuk mengajarkan Ideology Islam di Dayahnya dan juga memperkuat Kursus Pendidikan Kader Dakwah (KPKD) Pidie bersama Tgk Syukri Geulumpang Payong (Menantu Tgk Sulaiman Syaikhi) dan Tgk Zainal Abidin Ali Bam bi.

Menjadi Pengikut Ahlulbayt
Saya dilahirkan di lingkungan Sunni dimana orang tua saya juga Sunni. Cara baca Qur-an di ajarkan Ibu sendiri di Rumah (tidak pergi ke tempat khusus). Ketika mulai belajar sejarah Islam di PGAN 6 TH Pidie - Sigli (Tarikh), saya mulai bertanya-tanya kenapa Imam Ali dikucilkan dan banyak para sahabat yang tidak senang kepada nya, sementara realitanya yang saya ketahui Imam Ali benar dan paling setia ke pada Rasulullah saww. Sejak itulah saya mulai tertarik untuk mempelajari lebih mendalam sejarah Imam Ali kenapa dibenci oleh kebanyakan para sahabat. Saya mulai mengumpulkan litteratur mengenai Imam Ali termasuk sejarah Fatimah az Zahara, Imam Hassan, Imam Hussein dan juga sejarah pencintai Ahlulbayt yang utama yaitu Abu Dzar Ghifari, Salman al Farisi dan Al Miqdad (sejarah Ahlulbayt dan pencintanya). Walaupun saya masih berstatus pelajar dikala itu, namun yang paling saya utamakan dan paling menarik adalah sejarah para Ahlulbayt. Sampai hendak melanjutkan pendidikan ke perguruan Tinggi di Banda Acheh, saya masih ber tanya-tanya tentang kebenaran yang pasti, apakah Syiah atau Sunnah. Sebab nya dapat dibayangkan sepertinya seluruh Acheh - Sumatra kalau kita tanya pada ahli Agama di Dayah-dayah dapat dipastikan jawabannya bahwa Syiah itu sesat. Itulah sebabnya saya masih saja dalam keadaan bertanya-tamya. Kecuali Syiah agama warisan seperti di Iran, Irak dan sebagainya, sepertinya memang aneh saya belajar menemukan Syiah Imamiah 12 bukan seperti kebanyakan orang melalui perbandingan agama di Perguruan Tinggi di Pulau Jawa, termasuk juga beberapa orang Acheh - Sumatra yang sempat berdomisili di Jakarta dan sekitar nya.

Sambil berdoa kepada Allah setiap lepas Shalat, saya terus saja mencari literatur-litteratur othentic Syiah. Keyakinan saya baru mantap setelah mendapat info tentang revolusi Islam Iran dibawah pimpinan Imam Khomaini, DR Ali Syariati, Murthada Mutahhari plus 6 Ulawa warasatul ambra lainnya. Saat itu saya mulai belajar Islam bersystem. Ketika saya berkesempatan pergi ke Jakarta, saya beri tahukan pada abang saya (Yahya Daud) di kampung Duren, gang al Pukat, Jakar ta Barat bahwa saya butuhkan buku litteratur tentang Syiah Imamiah 12. Abang membawa saya ke toko buku terkenal, yaitu Gramadya. Disana saya mendapat kan buku Revolusi Islam Iran karangan Syafiq Basri dan Mas Esa, hasil surveinya langsung ketika mereka berada di Iran. Disana juga saya dapatkan buku 40 Hadist Utama, telaahan Imam Khomaini dan juga buku-buku tulisan orang lain tentang Imam Khomaini. Hati saya tersentak ketika pandangan mata tertuju pada buku karangan DR Ali Syariati. Diantaranya buku Ummah dan Imamah, Cendekiawan Muslim, Patimah is Fatimah, Haji, Abu Dzar Ghifari, Tugas Intelektual Islam, Nestapa Kaum tertindas, Ideology Imam Hussein dan Karbala, Syiah Merah dan masih ada beberapa lagi yang sudah lupa judulnya, kebetulan semuanya tertinggal di Acheh - Sumatra, tidak sempat saya bawa pergi..

Disamping itu juga saya dapatkan di toko Gramadya tersebut buku.buku yang ber hubungan dengan Syiah seperti buku Islam Alternatif karangan DR Jalaluddin Rah mat dimana bung Imanuddin Abdul Rahim yang Sunni bertindak sebagai pengan tarnya. Wawasan Islam karangan DR Amin Rais juga i kut saya sikat dari toko ter sebut. Sepulang dari Jakarta dan sudah mulai bertambah khazanah baru dålam pengetahuan agama Ahlulbayt Rasulullah, saya rasakan sendiri bertambah yakin ketika saya berdiri di mimbar-mimbar Mesjid, baik di Kampung sendiri maupun ka wasan lainnya. Lucunya orang banyak belum tau kalau saya sudah menjai pe ngikut Ahlulbnayt. Mereka menyangka saya adalah pengiku mazhab Sunni aliran ”Muhammaddiah” yang juga di benci kebanyakan orang Acheh - Sumatra kala itu.

Ketika saya mengajar di SLTP banyak Guru yang bolos. Kesempatan tersebut saya manfaatkan untuk mengajar pelajaran agama. Sebagai guru agama saya ber keyakinan tidak akan mendapat redha Allah tanpa kita ajarkan pemantapan ’Aqidah. Ketika kita hendak memantapkan ’aqidah pastinya termasuk ”apa saja” yang membuat aqidah ternetralisir. Dari itu Ideology yang merusakkan ’Aqidah oto matis menjadi garapan untuk diperjelaskan bagaimana dapat membuat ’Aqidah sirna. Dalam kontek tersebut saya berpedoman dengan Surah al Kahfi, dimana penghuni Gua meninggalkan gemerlap Istana Diklidianus demi menyelamatkan ’Aqidahnya.

Ketika seorang sahabat saya diculik hingga dibunuh tanpa diketahui dimana kubu rannya, saya mulai tidak lagi mengajar dan bergabung dengan pejuang selama 6 bulan lebih kurang. Ketika saya rasakan kondisi Acheh - Sumatra tidak memung kinkan lagi untuk berbuat yanng bermanfaat bagi orang sipil macam saya, mulai meninggalkan segala-galanya untuk Hijrah di Bumi Allah ini. Setelah shalat subuh saya berangkat ke Medan untuk hijrah ke Malaysia sebagai Negara pertama saya tujukan..

Di Malaysia saya bertemu dengan beberapa ex murid SLTP dan MAN. Setahun di Malaysia saya diterima UN untuk Hijrah ke Eropa. Keluarga saya minta segera menyusul ke Malaysia. Setahun keluarga bersama saya di Malaysia, kami dikirim UN ke Norwegia.

Di Norwegia saya mendapatkan litteratur yang lebih banyak lagi baik melalui sahabat di Norwegia sendiri maupun melalui Internet.




TAHAB BERIKUTNYA BAGI HSNDWSP II

Setelah menjadi guru SLTP di suatu kota Kecil, jalan Medan Banda Acheh, saya mulai aktiv di PII (Pelajar Islam Indonesia). Sebetulnya keinginan saya menjadi PII sudah mulai sejak menduduki bangku sekolah PGAN 6 Tahun namun tidak pernah aktiv. Hal ini baru sekarang saya sadari bahwa kalau ekonomi kita tidak mendu kung kehiduopan kita, sepertinya dunia luar terlupakan bagi kita termasuk kesem patan untuk menggapai agama Islam murni diantara sekian banyak agama palsu yang belum kita sadari. Hal ini sejalan dengan kata Rasulullah saww:

”Kemiskinan itu bisa membuat seseorang men jadi Kafir” Lalu Imam Ali as melanjut kan: ”Andaikata kemiskinan itu berbentuk makhluk, akan kubunuh dia”. Abu Dzar Ghifari menimpali: ”Saat kemiskinan masuk suatu rumah melalui pintu, Iman keluar melalui jendela”

Menjadi gurun dalam system Thaghut despotic bukanlah cita-citaku tetapi realita nya merupakan sebagai batu loncatan hingga aku mulai bisa berpikir, apa yang perlu saya pikirkan bagi saya sebagai hamba Allah yang paling sederhana  ini. Sa ya begitu antusias dalam setiap jenjang trayning PII saat itu. Namun sa’at sesepuh PII di kawasanku mendambakanku sebagai ketua PII, aku menolaknya. Sepertinya kawan-kawan menganggapku keliru, menolak kesempatan tersebut. Sepertinya yang dipikirkan kawan-kawan saya sa’at itu kedudukan apapun dalam masyarakat berguna sa’at kita menulis Birografi kehidupan kita.  Pikiran saya tidak seperti itu. Sa ya berpikir tidak akan membuahkan suatu kemajuan sebagai ketua PII sa’at ke banyakan pengikut tidak lagi serius dalam organisasi tersebut. Andaikata saya mau menerimanya, saya khawatir tidak dapat mengemban keredhaan Allah. Alasan nya saya bukanlah seperti Mukhtar Tsaqafi yang memiliki kemampuan luarbiasa untuk berevolusi, dimana beliau mam pu menghidupkan kembali pikiran pengikut Ahlulbayt yang sudah mati kala itu di Kofah. Memang saya bukan untuk berevolusi yang sangat mustahil dalam suatu organisasi dibawah pengawasan system Tha ghut despotic sa’at itu. Namun perbandingan ini memiliki logika dalam berorgani sasi. Realitanya Mukhtar memiliki tulangpunggung seperti, Kiyan, Bin Kamil, Saib, U baidah, Abdurrahman dan Ibrahim bin Malik al Asytar. Sedangkan saya walaupun hanya sebagai organi sasi ”batu loncatan”, tidak memiliki sahabat seperti itu.

Walaupun saya menolak dalam arti tidak pernah ambisi menjadi ketua PII kala itu, saya tetap berpikir untuk menggapai keredhaan Allah, apa yang musti saya laku kan. Saya terus merenungkan kenapa setelah menyelesaikan jenjang Trayning tertinggi, anggota PII menjadi keluarga besar dalam arti tidak aktif lagi. Ironisnya mereka kalau memiliki kemampuan sedikit saja, mereka menjadi anggota partai tertentu dimana sangat bertentangan dengan pemikiran saya. Artinya saat kami aktif di PII, kami menolak menerima ”azas tunggal Pancasila” dari pemerintah. Azas kami adalah Islam. Ironisnya begitu selesai di PII masuk suatu partai dimana semua partai dalam negara pasti berazas tunggal Pancasila. Apa artinya kami memper tahankan azas Islam saat kami di PII secara serius kalau berakhir dengan sirna nya ideology kami. Sedangkan di pusat Jakarta organisasi tersebut digunakan para po litikus sebagai batu loncatan untuk memiliki ke mampuan berdebat dalam sidang-sidang Dewan Perwakilan Rakyat. Jelasnya tujuan masuk PII bukan untuk mencari keredhaan Allah swt sebagai tujuan yang haq bagi setiap Muslim benaran.

Alhamdulillah pikiran saya berkembang terus setelah mempelajari surah al Kahfi de ngan serius sampai menggapai Ideologinya. Betapa brilliantnya para penghuni Gua yang mampu meninggalkan segala-galanya demi mencari redha Allah. Pada hal kedudukan mereka sangat tinggi disisi Raja Diklidianus. Mereka adalah Tamli kha, Miksalmina, dan Mikhaslimina yang berkedudukan sebagai pembantu sebelah kanan. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri Raja , masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. (6 orang menteri sebelah kanan dan kiri Diklidianus). Bayangkan bagaimana gemerlapnya kedudukan mereka di dunia yang merugikan Akhiratnya. Pasalnya Diklidianus memproklamirkan dirinya sebagai Tuhan. Siapapun yang berani mennentangnya akan putus lehernya.  Tamli kha, Miksalmina, Mikhaslimina, Martelius, Casitius dan Sidemius. membuat Arisan sekali dalam seminggu.  Sa’at geleran arisan berada di rumah Thamlika, beliau ti dak makan dan minum hingga ke 5 menteri lainnya bertanya kenapa Thamlika tidak makan dan minum. Thamlika menjawab bahwa dia susah ketika memikirkan perkara Langit. Temannya mendesak apa yang sedang dipikirkan  Tham lika. Tham lika melanjutkan bahwa dia sedang memikirkan bagaimana jalan keluar untuk me ninggalkan jabatannya agar mendapat redha Allah, dimana Dikklidianus itu bukan Tuhan tetapi manusia biasa macam kita juga. Teman-temannya memiliki persepsi yang sama dengan Thamlika, lalu menanyakan Thamlika apa yang seha rusnya kita lakukan agar mendapat redha Allah.



Thamlika memberitahukan mereka bahwa kita harus keluar dari kedudukan kita se bagai menteri Diklidianus, tidak ada jalan lain kecuali hijrah ke tempat yang redha Allah. Dalam perjalanan mereka merasa haus sa’at tiba disebuah kebun dan me minta air pada tukang kebun. Setelah mereka minum, tukang kebun menanyakan mereka mau kemana, melihat pakaian mereka macam menteri Diklidianus. Tham lika mengatakan bahwa mereka hendak lari dari kekuasaan Diklidianus dise bab kan raja itu mendakwakan diri sebagai Tuhan. Tukang kebun  mengatakan diri nya memiliki pemahaman yang sama seperti Thamlika dan memintanya untuk ikut ber sama tetapi meminta izin untuk memberitahukan Tuwannya terlebih dahulu untuk menyerahkan kebunnya. Thamlika mengatakan bahwa ini tidak boleh diberita hukan siapapun agar tidak terbongkar rencananya. Lalu pergilah mereka menjkadi 7 orang dengan perwakilkan kaum mustadhafin/ tukang kebun dan seekor anjing ikut bersama mereka. Ketika mereka masuk dalam sebuah gua, Thamlika mengam bil batu untuk melempari anjing tersebut agar tidak ada pihak yang mencuriga kan. Anehnya anjing tersebut berkata dengan jelas sekali: "Mengapa kalian me ngusirku padahal aku juga menyaksikan tiada Tuhan kecuali Allah? Biyarlah aku menjaga kalian disini”.  Kisahnya panjang tetapi saya cukupkan sampai disini saja dengan kesimpulan kita harus hijrah untuk mencari redha Allah.....................................

Tidaklama kemudian Dr Hasan tiro memproklamirkan Acheh Mer deka di Gunung Halimun. Lalu saya bergabung kedalamnya. Sayang nya kala itu saya tidak sempat bertemu dengan beliau kecuali di Norwagia paska keberhasilan saya mempersa tukan 2 kubu Acheh Merdeka Norway, yaitu kubu Badaruddin SH Acheh Tengah dan Baih Gani Acheh Utara. yang konon sukar di persatukan sebelumnya.

Ketika saya bergabung dengan Acheh Merdeka saya masih bekerja sebagai guru di salah satu SLTPN dan juga mengajar di MAN, SPG dan SLTP Swasta Gle Cirih. Saat itu juga saya mengajar di suatu Dayah milik GAM Manjak selama lebih kurang 3 tahun. Pada hari-hari Minggu saya juga ikut terlibat di KPKD (Kursus Pendidikan Kader Dak wah) di  suatu Kabupaten.

Akhirnya saya terpaksa meninggalkan Acheh – Sumatra menuju Me dan – Malaysia setelah sekitar 6 bulan tinggal bersama TNA dibarak-baraknya, mengajarkan Ideology dan Bahasa Inggeris kepada mereka. Saat itu saya sudah menemukan agama alternatif, bukan lagi Islam Sunni. Sa’at itu masih harus saya rahasiakan kepada TNA, mungkin jika mereka tau mereka akan menolak keberadaan saya di barak TNA tersebut. Itulah yang membuat saya kewalahan saat mengajarkan ‘Aqidah yang murni kepada TNA. Maklum kecuali di Dayah tempat saya mengajar agama, semua Dayah di Acheh menolak keberadaan Syi’ah/Islam pengikut Ahlulbayt sebab mereka mengira semua Syiah sesat, makanya dari awal sekali mereka menanam mursyid kepada muridnya bahwa Syi’ah itu sesat.

Pertolongan Allah swt
Saat salah seorang pejuang setempat dengan saya bekerja tidak boleh lagi masuk kerja, sayapun terpaksa keluar tidak masuk kerja. Temanku pergi kegunung, anehnya saya pergi ke barak TNA. Alham dulillah saya tidak pernah takut saat itu padahal Koramil membuat pengumuman kepada masyarakat tidak boleh pergi ke kampung yang adanya barak TNA, namun saya tiap pagi dan bahkan sesekali malam pergi ke barak tersebut, tidak pernah ketemu tentara Koramil kecuali hanya sekali. Kebetulan antara kampung saya dan kampung yang ada barak TNA dipisahkan oleh persawah kira-kira satu Kilometer. Kebe tulan saya punya sepetak sawah seluas 10 gantang bibit/seper empat hektar lebih. Saya berhenti sebentar melihat-lihat padi yang sedang mulai berbuah. Saya masih diatas kereta dan kaki kanan bertumpang pada beton pinggiran sawah. Tiba-tiba 4 orang anggota Koramil lewat bersama 2 buah kereta, menanyakan, apakah itu sawah milik saya? Iyya saya jawab, lalu merekapun terus lewat dan sayapun bisa pergi ke barak TNA tanpa halangan. Itu pertolongan pertama.

Kedua saya sangat sensitif saat melihat berita yang tidak benar di koran Serambi Indonesia. Saya mendapat info bahwa di dekat Kota ada post Serambi, saya bisa mengantar tanggapan saya kesana untuk dimuat di Serambi. Padahal saya sudah berniat tidak akan mengen dara sendirian ke kota namun kali itu lupa. Surat tanggapanpun saya pegang tanpa saya sembunyikan, andaikata distop TNI pun saya sudah berbahaya sebab isi surat tanggaopan itu tidak baik bagi TNI. Sampainya di tempat saya mendapat info masyarakat tidak ada lagi post Serambi disana sebab selalu diganggu TNI. Akhirnya saya terus pulang tetapi menempuh jalan lain. Kebetuklan kirakira 1/4  kilome ter ketemu sama TNI lagi Sweeping di de pan PGAN tempat saya sekolah dulu. Saya membaca ayat khusus minta perlindu ngan Allah swt. Dengan keyakinan pertolongan Allah, aneh memang semua ten ta ra itu membiarkan saya berlalu tanpa gangguan sedkikitpun. Rupanya tidak jauh dari situ di depan SPG, sekolah tempat saya pernah mengajar bahasa Inggeris se belumnya masih ada Sweeping lainnya. Saya juga membaca kan ayat khusus, min ta perlindungan Allah swt, tetapi kali ini ada seorang TNI yang memandang saya dengan tajam, saya terpaksa angkat tangan dan diapun mengangguknya, seper tinya dia itu bekas murid saya tetapi itu tidak pasti. Yang jelas saya mendapat perlin dungan Allah kali kedua hingga selamat sampat ke barak TNA.

Teman saya sekerja yang pergi ke gunung sesekali pulang kerumah isterinya lalu di culik TNI sampai hari ini tidak ada yang tau dimana kuburannya. Begitu saya men dengar dia diculik, langsung saya naik bus ke Medan untuk pergi ke Malaysia. Di Malaysia tinggal di Sungai Buloh. Kebetulan sa’at itu terjadi perkelahian antara ma syarakat Acheh Barat dengan Acheh Timur hampir bunuh-membunuh pakai pa rang. Alhamdulillah dengan pertolongan Allah juga berhasil saya damaikan. Mula-mula masyarakt Acheh Timur tidak menerima, lalu saya katakan kalau kalian kebe ratan terpaksa saya serahkan kepada TNA. Rupanya mereka takut begitu saya se but TNA hingga meneri manya.

Kemudian atas bantuan masyarakat Acheh di Paya Cheras saya mendapat info untuk kerja di Kilang Besi milik China tetapi gajinya tidak diberikan kepada saya oleh agennya orang Malaysia. Lalu pindah ke kilang ferniture, alham dulillah disana mendapat sedikit rezki walau tidak banyak.

Disebabkan saya sudah melamar ke UN, terpaksa keluar dari kerja tersebut agar saat ada panggilan bisa ketahuan, maka balik lagi ke Sungai Buloh. Lalu datang tilpun dari bekas murid saya di Petaling Jaya, ditanyakan kalau saya tidak punya kerja. Lalu saya ke tinggal di Asrama Acheh – Sumatra di Petaling Jaya. Kerjanya agak lucu, jadi tukang azan di mesjid Petaling Jaya, kebetulan alhamdulillah saya punya lagu khas azan yang pernah juga saya kumandangkan di Hauzah Husainiah Langgata Norway. Gajinya hanya sekitar seratus 25 Ringgit, cukup untuk makan bulanan namun rupanya bos mesjid itu mengetahui kalau saya tidak punya KTP Malaysia, lalu baru sebulan dapat gaji, saya dipecat.

Bayangkan bagaimana bos Mesjid tersebut bertindak sebagai imam Mesjid, aga manya bukan agama Habil tetapi agama Qabil. Andaikata bukan agama Qabil justeru orang macam saya wajib dibela agar selamat di Malaysia hingga tidak per lu ke Eropa. Bukan saja kepala khatib itu yang keliru dalam beragama tetapi ham pir seluruh Dunia kebanyakan mereka tidak beragama dengan agama Habil tetapi agama Qabil. Apa bedanya? Agama Qabil agama kebudayaan sedang kan aga ma Habil agama Ideology. Secara kebudayaan atau basa-basi saya berhak dikelu arkan dari pekerjaan sebab tidak sah menurut peraturan majikannya khatib terse but.

Islam tidak bernilai kalau hanya dipahami secara kebudayaan (menu rut kebiasaan yang berlaku) bukan menurut yang haq dari Allah. Secara ideology Bumi ini milik Allah bukan milik Qabil dan juga milik Habil tetapi Qabillah, manusia pertama yang mengklaim bumi ini miliknya. Manusia pertama yang korban adalah Habil, terpaksa mengembalakan ternaknya ketempat yang begitu jauh, sementara kawasan de kat semuanya diklaim milik Qabil.

Orang Acheh merdeka yang hijrah ke Malaysia tidak mendapat perlindungan disa na. Saat kita pertanyakan apakah mereka yang berkuasa bukan orang Islam. Jawabannya sesuai peraturan negara walau tidak mendapat redha Allah, yang wajib melindungi kaum yang hijrah, apalagi disebabkan hijrah terpaksa. Ironisnya orang Acheh yang lumaian ekonominya ikut membela  peraturan Malaysia. Kata nya wajar tidak dilindungi sebab banyak diantara mereka jadi pengedar Ganja/ Marijuana di Malaysia. Kalau itu alasannya, kan bisa diper tanggungjawabkan ke pada pemimpin GAM yang di Malaysia atau pun yang di Acheh – Sumatra. Pemim pin GAM mampu mengawasi mereka, andaikata ada yang degil berhak dihukum  berat hingga tidak merugikan bangsa Acheh dan Malaysia.

Perlindungan Allah ke 2 dan ke 3 di Malaysia
Walaupun tidak punya kerja, saya masih berada di asrama Acheh Petaling Jaya. Disana ada 2 orang bekas murid saya, satu dari MAN dan satu lagi dari SLTPN. Keduanya sedang mengambil S3 di Malay sia. Suatu hari saya pulang ke Sungai Buloh. Sa’at balik dari sana polisi naik ke dalam bus dan memeriksa seluruh penum pangnya. Saya lang sung terbaca ayat perlindungan yang terbaca otomatis saat melihat bahaya. Saya duduk di dekat pintu masuk depan, begitu polis masuk lang sung melihat saya dengan sepatu yang mengkilap tetapi tidak diperiksa. Mereka memeriksa semua yang lainnya. Lalu saya lihat polis menurunkan 5 orang yang ti dak punya surat Identitas. Hati saya mulai lega tetapi setelah itu polis naik lagi dan menurunkan 2 orang lagi. Rupanya yang 2 orang tersebut tidak turun sa’at polis me nyuruh mereka turun. Alhamdulillah saya selamat dari bahaya pertama di Malaysia.

Bahaya ke 3
Kemudian ketika saya hampir diterima di UN, Polis masuk ke asrama Acheh dan sa ya kebetulan lagi menulis di komputer sebelah kanan pintu masuk. Polisi melihat sa ya tetapi saya pura-pura tidak open sambil ayat perlindungan terbaca otomatis dalam hati saya. Polis langsung masuk kamar-kamar dan terdengar oleh saya suara dari penghuni asrama: “Kami semuanya mahasiswa”. Lalu polis keluar dan meminta izin sama saya: “Permisi cek, ya?”. Tidak lama kemudian ketua asrama, bang Mu hammad Uleegle pulang, mendapat kabar insisden tersebut dari para mahasiswa. Lalu dia berkata kepada saya: “Rupadjih droe neuh na atra djameu, neubi keu ka moe batjut” (Rupa nya anda punya petuah zaman, berikan untuk kami sedikit). Sa ya katakan: “Mana ada, saya hanya berdo’a doang kepada Allah swt”. Bang Mu hammad Uleegle kala itu lagi mengambil Doktoral si Malaysia dan sekarang dia sudah mengajar balik di University Syi’ah Kuala Banda Acheh setelah mendapat gelar Doctor.

Setelah insiden tersebut alhamdulillah saya diterima di UN dan lang sung saya kirim surat ke kampung, semua anggota keluarga harus cepat berangkat ke Malaysia, tidak boleh tinggal seorangpun. Lalu merekapun langsung meninggalkan Acheh ke cuali anak nomor 2, entah kenapa dia meninggalkan diri seorang. Saat saya men jemputnya di pelabuhan, saya merasa agak sedih, yang nomor 2 tidak ikut. Namun alhamdulillah beberapa bulan kemudian baru dia datang, saya jemput sendirian di pelabuhan. Anak yang pertama saya nikahkan sendiri di Malaysia dengan Samsol Kamar TB.

Dua tahun saya di Malaysia, setahun sendirian, tahun berikutnya baru bersama keluarga sampai diterbangkan UN ke Norwegia. Di Norway kami tinggal di sebuah rumah bertingkat tiga. Tingkat pertama tinggal keluarga Samsol, tingkat kedua keluarga dan 3 orang putra, tingkat tiga tinggal dua orang putri. Dulu saya pernah diajak ke Australia oleh seorang teman: “ngapain kamu tinggal di tampung mer pati, dalam bongkah es lagi”. Lalu saya kata kan: “Pemerintah Norway memberi kan kami macam rumah Datok di Malaysia”.

Di Norway saya baru merasakan enaknya System negara yang sangat peduli kepa da rakyatnya yang belum pernah saya lihat sebelumnya hingga membuat saya terkesima. Setahu saya ada 3 negara yang sangat baik systemnya, yaitu Norwegia, Swedia dan Danmark. Ketiga negara tersebut seluruh rakyhatnya menggapai finan sialnya. Tidak ada seorangpun yang tidakpunya kartu Bank dan dan mendapat gaji walau tidak bekerja sekalipun. Alasannya bukan tidak mau bekerja tetapi tidak punya kerja yang patut untuknya. Sampai disini saya teringat Negara Republik Islam Iran. Menurut info dari Syafiq Basri dan Mas Esa, wartawan Tempo yang meliput langsung di RII, semua rakyat mendapat gaji walau tidak bekerja. Sa’at ditanya war tawan German, kenapa mereka dimanjakan, Rafsanjani sebagai presiden kala itu menjawab bahwa negara ini milik mereka. Mereka bukan tidak mau bekerja tetapi pemerintah mereka yang belum sanggub memberikan kerja kepada semua me reka. Akan tetapi mereka siap membela negara kapanpun ada pihak yang mau merongrong negara mereka. (baca buku Iran Pasca Revolusi, karya Syafiq Basri dan Mas Esa)

Rumah Sakit
Di Norway Rumah Sakit Umum yang serba luck, semuanya gratis yang membuat sia papun yang sakit berat tidak pernah terlantar, langsung mendapat bantuan pe ngobatan secara gratis mulai penjemputan am bulan sampai makananpun gratis. Sedangkan yang sakit biasa semuanya diatur ke klinic-klinic dengan dokter privad tetapi kenabayaran sekitar 150 kroner perpertemuan sampai biaya yang kita kelu arkan mencapai kira-kira 1500 kroner perbulan, baru gratis semuanya.

Sekolah
Anak-anak dimana orangtuanya tidak punya kerjapun gratis mulai dari Barnaha gen/TK sampai perguruan Tingi. Kecuali anak orangtua yang lumaiann gajinya yang tidak gratis perguruan Tingginya. Namun mereka mendapat pinjaman yang harus membayar saat sudah bekerja. System guru, tidak pernah ada istilah pemu kulan dan kemarahan terhadap anak didik. Kebetulan saya pernak praksis/praktek kerja di Sekolah dasar, menyaksikan anak didik tidak pernah bosan dalam kelas, sebab waktu belajarnya ada Frimtid/pose 5 menit setiap 30 menit dalam lokal.

Pasar
Setiap pasar atau kumpulan toko-toko/Butikk ada wc yang setiap hari dibersihkan hingga sangat bersih. Saya pastinya pernah menyaksikan 2 negara sebelumnya, di samping tidak semua pasar punya wc, juga tidak bersih bahkan berbau yang  tidak nyaman kecuali di bandara-bandara saja yang bersih. Di rumah sakit memang ada wc yang bersih tetapi tidak untuk masyarakat biasa. Setiap pasar atau kumpulan Butikk tutup pada hari Minggu dan hari-hari libur, kecuali butikk Seven-Eleven dan Narvigasen tetapi agak mahal harganya, namun beruntung juga bagi orang yang putus makanan, walau mahal sekalipun.

Perkantoran
Dikantor-kantor pemerintah didominasi kaum hawa. Umumnya kepala kantorpun banyak yang wanita/Dama. Enaknya tidak pernah antri kecuali sesekali tetapi tidak lebih dari 10 menit dan tidak ada permas alahan  yang ditunda sampai satu jam, apalagi esok hari macam la zimnya di tempat kita. Kemudian juga pegawai pan tang disogok. Tukang parker saja tidak mau disogok ketika pelanggar sudah ter tang kap basah, konon pula pegawai kantor. Itu sudah membudaya bagi mereka, pegawai Norway. Bagi negara Asia umumnya, sogok itu sudah membudaya, demi kian juga para koruptor, bukan?  Tentunya ada perkecualian di Asia, yaitu Republik Islam Iran yang relative sama systemnya macam 3 negara Scandinavia terse but diatas.

Politi/Polisi
Polisi di Norway tidak ada yang memudharatkan rakyat. Mereka benar-benar seba gai pengayom dan pelindung rakyat. Suatu hari saat saya kepasar bersama keluar ga, mobil tidak kami bayar parkirnya, sebab kalau ada orang di dalamnya tidak perlu bayar parkir memang, itu undang-undangnya. Kebetulan anak saya yang per tama katanya tidak mau turun, biar dalam mobil saja. Kami yang lain ke butikk/ke dai runcit, untuk berbelanja. Waktu kami sudah berada di butikk, anak saya yang pertama tadi muncul dan pintu mobilnya otomatis terkunci sedangkan kuncinya di mobil. Kami sempat galau sedikit, memikirkan kalau esoknya saja baru bisa diambil, begitu banyak yang harus dibayar buat parkir. Begitu lewat orang Norway, saya tanyakan mereka bagaimana caranya. Dia menyuruh saya ke kantor polisi. Saya heran ngapain ke kantor polisi. Kemudian lewat orang Norway lain nya, saya ta nyakan lagi namun dia juga menyuruh saya pergi ke kantor polisi. Saya pikir ada benarnya walaupun di hati saya agak aneh dan bertanya-tanya dalam hati dalam perjalanan sejauh seperempat kilometer.

Sesampainya di kantor polisi saya beritahukan kejadiannya. Baru 2 menit kami beri cara, kata polisi itu sudah ada yang tolong buka mobil kamu. Begitu saya balik ke mobil, saya lihat 2 orang polisi, wanita dan pria, telah membuka pintu mobil. Beta pa tidak heran kalau polisi negara lain kesempatan mendapat imbalan dari pemilik mobil tetapi di Norway, apa bila kita tawarkan sesuatu untuk imbalannya adalah hal yang memalukan, tidak ada budaya macam itu di Norway.

Demikianlah sedikit kisahnya mengenai Norwegia, semoga Indonesia dibawah pim pinan Jokowi dapat meneladani negara Norway, Swedia dan Danmark, hingga se luruh rakyat menggapai finansialnya. Tidak ada alasan ramainya penduduk, inkam perkapita Indonesia juga sangat memungkinkan tercapainya finansial seluruh pen duduk, kecuali para koruptor dibiarkan merajalela hingga betapapun tingginya in kamperkapita negara, bagaikan galon yang penuh petrodolar, akhir nya ludes dise babkan ada lobang yang bocor dibawahnya. Betapa la ma sudah Indonesia diku asai para koruptor, justeru itulah kita merasa sangat pilu sa’at para alimpalsu/ Bal’am bersatupadu dengan para preman berjubah, pakai istilah Buya Syafi’i Ma’arif, hingga rakyat yang fanatik buta termakan propokasi. Mereka melengser kan Basuki Cahaya Purnama alias Ahok dari kedudukannya via para hakim yang amatiran. Realitanya selama priode orde lama dan priode orde lama jilid 2, hanya Ahoklah yang sudah terbukti satu-satunya yang mampu membongkar sepakter jang para koruptor di Jakarta. Semoga Jokowi mampu memberdayakan kesempa tan Ahok kembali untuk meluluhlantakkan para koruptor, bukan saja di Jakarta tetapi seluruh Indonesia. Dengan sirnanya para koruptorlah, memungkinkan seluruh rakyat menggapai finansialnya. Kalau tidak terpaksa kita menunggu kemunculan Imam Muhammad al Mahdi al Muntazhar bersama Nabi ‘Isa bin Maryam/al Masih.

Billahi fi sabililhaq
       hsndwsp
Acheh - Sumatra
             di
     Ujung Dunia






II


Tidak ada komentar:

Posting Komentar