Kamis, 31 Mei 2018

MEMAHAMI MAKNA KEMERDEKAAN SECAARA FILOSOFIS (HAKIKAT)






MENYOROT SEPAKTERJANG AMRU BIN ASK
YANG DITIRU OLEH PARA PETINGGI HINDUNESIA YANG ZALIM
KORRUPT DAN HIPOKRIT (DULU)

hsndwsp
Acheh - Sumatra
di
Ujung  Dunia





Bismillaahirrahmaanirrahiim

Jawaban untuk saudaraku, Ismail Asso dari West Papua.

(Senin, 13 Juli 2009)



Allah berfirman: "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya ber giliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah Sesun gguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki kebu rukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia"(Q.S. Ar Ra'du:11) Itu bermakna Allah tidak akan memerdekakan Acheh - Sumatra kecuali bangsa Acheh - Sumatra itu mau merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Allah tidak akan me merdekakan bangsa West Papua kecuali bangsa West Papua itu mau merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Allah tidak akan memerdekakan Am bon kecuali bangsa Ambon itu mau merobah keadaan yang ada pada diri me reka sendiri.


Ayat diatas adalah ayat muhkamat (Qat'i), bukan ayat mutasyabihat yang sukar dipahami kecuali "Ulul albab" (Para Imam). Ayat tersebut sangat jelas maksudnya. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mero bah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Ayat tersebut ada hubungan se bab akibatnya. Artinya kalau Acheh, Papua dan Ambon tidak merdeka bukan Allah tidak memerdekakannya tapi Acheh, Papua dan Ambon sendiri tidak mau merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Disini perlu kita analisa apa yang perlu di robah oleh Acheh, Papua dan Ambon. Andaikata ketiga komunitas itu itu tidak merdeka berarti mereka masih dalam keadaan tidak benar menurut kacamata Allah. Kalau kita berbicara seperti ini, pastinya Platform kita secara mayo ritas belum betul. Aqidah kita secara mayoritas belum betul, Ideology kita secara mayoritas belum betul. Perlu digarisbawahi, secara mayoritas.


Barangkali ada yang bertanya, aqidah orang Timor timur tidak betul secara mayo ritas, kenapa mereka bisa merdeka? Jawabnya, secara syar'i mereka sudah merdekaa tapi secara filosofis merekaa belum merdeka. Dengan kata lain, mereka belum merdeka pada hakikatnya. Untuk memperjelas persoalan ini dapat kita dalami persoalan Indonesia. Secara tersurat mereka telah merdeka dari penjajah Belanda tapi secara filosofis atau pada hakikatnya mereka b elum merdeka. Da lam konteks ini kita perlu memahami makna Merdeka secara filosofis. Secara filo sofis mayoritas penduduk Indonesia terjajah oleh kaum minoritas dariI "bangsanya" sendiri (baca persekongkolan Penguasa Dhalim/Fir'aun, Hamman, Karun dan Bal 'am)


Mengapa Allah membiarkan penguasa dhalim sejak dari Suharto, gusdur, mega wati dan yudhoyono mendhalimi komunitas Acheh, Papua, Ambon dan rakyat mereka sendiri (baca kaum dhuafa?) Hal ini disebabkan kita secara mayoritas baik di Acheh, Papua, Ambon dan lain-lainnya belum mampu merobah keadaan kita sendiri. Dengan kata lain kita secara mayoritas masih salah dimata Allah, Pemilik Dunia ini. Ketika kita berbicara ayat Allah tersebut diatas, sesungguhnya kita se dang berbicara makna "Merdeka" secara filosofis atau pada hakikatnya. Nah mer deka pada hakikatnya adalah merdeka menurut kacamata Allah bukan menurut kacamata manusia secara mayoritas pendudum planet Bumi ini.


Menurut kaca mata Allah Republik Islam Iranlah satu-satunya sekarang yang benar-benar merdeka. Hal ini sesuai dengan realita dan pengakuan Rasulullah sendiri ketika Allah menurunkan surah Jum'at ayat 3 (wa akharina minhum lamma yal haqu bihim wahual 'azizul hakim), para sahabat bertanya kepada Rasulullah saww: "Siapakah mereka itu ya Rasulallah ? Rasulullah meletakkan telapak tangannya diatas kepala Salman al Faraisi (orang Parsi Iran) sambil bersabda: "Golongan inilah. Andaikata Iman itu berada di bintang Suraiya, namun mereka sanggup mengga painya". Hadist ini banyak dikomentari kalangan kita Sunni, sementara Syiah masih memiliki dalil aqli dan naqli lainnya.


Hadist Rasulullah tersebut meggambarkan keutamaan bangsa Parsi diatas bangsa manapun di dunia termasuk bangsa Arab sendiri. Hal ini disebabkan kesangupan bangsa tersebut menerima Islam secara kaffah sebagaimana di nyatakan Rasul sendiri berkenaan Al Qur - an Surah Jum'at ayat 3 itu. Hal ini juga dibuktikan realita nya sampai hari ini tidak ada sebuah negarapun yang beride ologi Islam termasuk Saudi Arabia dan Mesir, kecuali Republik Islam Iran. Persoalannya maukah bangsa Acheh, West Papua dan Ambon memerdekakannya dengan syarat yang dikemu kakan Allah diatas? Bagaimana ? Menganalisa secara cermat dimanaa sesung guhnya kesalahan kita secara mayoritas. Apabila kita telah menemukan dimanaa kesalahan kita kenapa Allah tidak menganugerahkan kita kemerdekaan sebagai mana dialami bangsa Parsi dalam menghadapi despotiknya Syah Reza Palevi, disaat itulah kita akan menemukan kemerdekaan sejati. Bagaimana caranya?


Lihatlah contoh orang-orang sebelum kita bagaimana mereka berjuang. Bagaima na Ibrahim berjuang melawan Namrud, Musa dan Harun melawan Fir'aun yang per kasa, I'sa bin Maryam melawan Kaisar-kaisar di Rhoma, Muhammad melawan Abu Sofyan. 'Ali bin Abi Thalib melawan Mu'awiyah bin Abi Sofyan, Hussein bin Ali mela wan Yazid bin Mu'awiyah, Khomaini melawan Syah Redha Palevi. Kalau Nabi Ibra him, Nabi Musa dan Nabi Muhammad saww berhasil di dunia dan Akhirat, namun Nabi 'Isa bin Maryam dan Hussein hanya menang di Akhirat saja. Di Dunia ini mereka dikalahkan. Perlu digaris bawahi Nabi ‘Isa bin Maryam akan dimunculkan Allah kembali bersama Imam Mahdi al Muntazhar untuk memenangkan yang haq secara total atas yang bathil setelah sebelumnya yang haq senantiasa dikalahkan oleh yang bathil disebabkan sepakterjang kaum munafiqun yang berbaur dalam kaum muslimin. Saat itu seluruh Dunia akan adanya keadilan dan keamanan sete lah kaum yang bathil dikalahkan seluruh dunia juga. Saat itu Nasrani Zimmi bderbalik aqidahnya setelah bertemu Nabi ‘Isa atau al Masih. Tetapi kaum Harbi, baik dari golongan Islam maupun non Islam, tidak percaya kepada Imam Mahdi dan Nabi ‘Isa bin Maryam.


'Ali bin Abi Thalib sebetulnya tak terkalahkan, namun karena politik keji yang dima inkan Amr bin Ash untuk menipu pengikut Imam 'Ali yang kebanyakan terdiri dari orang-orang yang baru masuk Islam, akhirnya terkalahkan. Amr bin Ash menggu nakan Lembaran Al Qur-an untuk menipu orang-orang yang belum berpengala man dalam perjuangan. Hanya sedikit pengikut Imam Ali yang memahami seba gaimana dipahami Imamnya. Mereka ini juga tuntuk patuh kepada Imam sebagai mana perintah Allah: "Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah, RasulNya dan Ulul amri mingkum . Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, ma ka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibat nya. (QS An-Nisaa', 4: 59)


Nah, model Amr bin Ash inilah yang harus diwaspadai oleh bangsa manapun se karang ini dalam perjuangannya. Dia menjadi simbolisasi sebagai orang-orang yang menjual ayat-ayat Allah atau menggunakan agama untuk men capai tuju annya yang bathil dan dhalim. Kalau kita tidak dapat mengenal tipe manusia se perti Amr bin Ash itu, yakinlah kita akan gagal dalam perju angan. Sekali lagi telitilah makhluk seperti itu yang bersatupadu dalam sys tem pejajahan didepan anda hari ini agar kita tidak terkecoh sebagaimana yang dialami pengikut Imam 'Ali dahulu. Benar sekali apa yang dikatakan saudara Ismail Asso dari West Papua itu: "Jangan saudara-saudara banyak berharap lagi pada pemeluk agama, tapi percayalah pada agama, kalau mau, tapi kalau bisa sesungguhnya peran agama adalah hanya, sekali lagi hanya, hiburan atas kekalahan."


Amru bin Ask itu mengaku beragama Islam, tapi Islamnya tidak sama dengan Islam Imam 'Ali bin Abi Thalib. Suharto, Gusdur, Megawati dan Yudhoyono juga mengaku beragama Islam. Tapi Islamnya tidak sama dengan Islam Tgk Hasan Mu hammad Ditiro. Semua pejabat Indonesia era Suharto sampai Yu dhoyono sesungguhnya bukan orang Islam bena ran tapi palsu. Mereka adalah bangsa Munafiq/Hi pokrit modern. Mereka tidak menggunakan Al Qur-an sebagai pedoman Hidup. Mereka menggunakan Al Qur-an sebagai bacaan untuk orang mati agar memperoleh pahala, sebagai Hiasan dinding dengan kaligrafinya, memusabaqahkan sebagai mana layaknya perlomba an olimpiade. "Betapa banyak pembaca Al Qur-an sementara Al Qur-an itu sendiri melaknatnya." (Hadist). Kitab Allah bersifat diam dan membawa ber bagai kemungkinan tafsiran. Didalamnya ada ayat mutasyabihat dan ada juga ayat muhkamat. Untuk memahaminya mesti merujuk kepada orang-orang yang rusukh-ikut istilah Al-Quran-atau yang sangat dalam ilmunya, dan ikut bimbingan Ahlul Bait Nabi seperti yang ada di dalam hadist-hadist Nabi saww. Perhatikanlah misalnya didalam Al Qur-an dipesankan Allah agar tidak membunuh biarpun seorang manusia kecuali untuk membela diri. Membu nuh seorang manusia sama dengan membunuh manusia seluruhnya dan pembunuh itu kekal didalam Neraka. Namun demi untuk melanggingkan kekuasaan majikannya, mereka membunuh hatta anak kecil sekalipun seba gaimana kita saksikan di Suriah, Yaman, Bahrakin, West Papua, Ambon dan Acheh-Sumatra. Demikian juga Allah melarang mencuri, berzina,merampok menganianya dan lain-lain sebagainya, namun mereka malah mengguna kan agama made in Bal'am untuk membenarkan pembantaian, pembunu han, penganianyaan, perampokan, pemerkosaan dan bermacam bentuk kezaliman lainnya.

Amir Sembiring, Albert Dien, Sudomo dan LB Mur dani mengaku beragama Kristiani namun agama mereka tidak sama dengan agama Kristiani orang-orang West Papua. (baca: Amir Sembirng telah banyak membantai masya rakat Pulau Biak dalam tahun 1999, Albert Dien di Wamena 1977, Sudomo yang datang ke Papua merebutnya tahun 1962, dan LB Murdani yang da tang berperang dengan Belanda untuk merebut Papua) Kita dapat menga nalisa apa yang dikatakan saudara Ismail Asso bahwa apapun agamanya kalau orang tsb terlibat dalam pembunuhan manusia, sesungguhnya aga ma mereka itu adalah palsu alias hypokrit. Itulah pengertian daripada "Ja ngan berharap lagi pada pemeluk agamanya tapi percayalah pada aga ma". Disini mungkin timbul pertanyaan apakah manfa'atnya kita percaya pada agama ?

Berhubung saya penganut Islam, maka saya akan menjawabnya menurut ilmu yang saya milikinya. Di Islam dikatakan Allah dan RasulNya bahwa ada dua tempat untuk menikmati kebahagiaan yaitu kebahagiaan Dunia dan kebahagiaan Akhirat. Ke bahagiaan di Dunia hanya bersifat sementara (ka lau rata-rata manusia sekarang berumur 80 tahun. Potong masa belum tau apa-apa dan masa tua bangka tinggal kira-kira 60 tahun) lalu mati masuk kubur mendapat azab kubur bagi pembunuh, pen zina, penjajah dan sebagainya. Setelah itu dibang kit dari kubur menuju pemeriksaan atau sidang Yau mil Mahsyar, barulah setelah itu orang-orang yang tunduk patuh kepada Allah sa'at di Dunia mempe roleh kebahagiaan yang kekal selama-lamanya di dalam Syurga dengan fasilitas yang gemerlap tan pa bandingan dengan nikmat di dunia. Justru itulah makanya sebahagian manusia mening galkan gemerlapnya dunia ini untuk bersatupadu dengan orang-orang yang seide demi membebaskan kaum mustadhafin/rakyat yang tidak berdaya dari ”jeratan labalaba”, beban yang menimpa kuduk-kuduk mereka (Q.S,7 :157 & Q.S,90:12-18).

Ketika pejuang - pejuang sejati menyaksikan banyaknya korban yang ber jatuhan, mereka ter hibur (pakai istilah saudara Ismail Asso). Maksud terhibur disini meyakini bahwa itu bukanlah suatu kerugian, namun merupakan pe ngorbanan yang redha Allah dari orang-orang yang berjuang di ja lan Allah yang harganya adalah kebahagiaan di akhirat. Lihatlah di Acheh, kalau me mang ajalnya sudah tiba tidak berperangpun akan mati juga me lalui mu sibah tsunami. Hal ini perlu sekali kita camkan mengingat masih banyak orang yang salah paham sehingga menyalahkan GAM atas kematian ba nyak orang di Acheh - Sumatra. Dalam uru san tersebut diatas sudah barang pasti memiliki resiko yang paling besar seperti: Dianianya, dibu nuh, diperkosa bagi yang perempuan, Kehilangan mata pencaharian untuk keluarga dan boleh jadi kehilangan keluarga itu sendiri disebabkan tidak seide dengan kita untuk berjuang (keluarga negatif) atau keluarga dibantai pihak musuh dise babkan mereka seperjuangan dan seideology dengan kita (keluarga positif, menderita didunia beruntung di Akhirat)

Allah swt juga berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apa bila dikatakan kepada kamu: 'Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah' kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidu pan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Pa dahal kenikmatan kehidupan di dunia ini (diban dingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berpe rang, nis caya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudha ratan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At Taubah: 38, 39)



Jadi kesimpulannya justru dengan kepercayaan pada agama yang sesungguhnyalah kita berani berjuang betapapun resikonya sebagaimana yang dialami Imam Hussein bin 'Ali bersama seluruh keluarga dan sahabat setianya di Karbala, mengorbankan kesenangan dunia demi mendapat redha Allah di akhirat kelak. Mereka mengorbankan nyawa darah dan airmata.

Note
Perlu digarisbawahi bahwa kita munusia hamba Allah haus memahami dengan tepat kapan kita berperang. Pertama adanya pemimpin yang re dha Allah untuk memimpin peperangan. Pemimpin sangat menentukan keberhasilan kita dalam perjuangan. Kemudia kesadaran rakyat secara mayoritas wajib tundukpatuh dibawah satu poros kepemimpinan, tidak ada istilah «Demokrasi» selagi musuh masih exist. Kedua situasi yang tidak boleh tidak, kecuali terpaksa berperang. Dengan kata lain tidak semudah itu kita mau berperang hingga pertama berakibat kemu dharatan lebih besar dari kebaikan yang berakibat tidak mendapat redha Allah swt. Kedua tujuan kita berperang benar-benar mencari redha Allah. Sebagai contoh dapat kita saksikan, bagaimana Pejuang Hizbullah di Libanon. Apakah mereka ber perang untuk merebut kekuasaan di negaranya sendiri? Andaikata mereka berperang untuk menguasai negaranya sendiri, kemungkinan besar mereka berhasil dalam tempo satu-dua minggu saja. Pertanyaannya kenapa tidak mereka lakukan? Itulah yang harus kita renungkan, dalam kondisi negara bagaimana kita dibenarkan Allah untuk berperang, bukan sekedar hantam kromo, yang berakibat rugi Dunia dan Akhirat. Kita di Indonesia sekarang berada pada kondisi larangan Allah untuk berperang kecuali dulu, priode Suharto sampai priode Yudhoyono. Itupun dengan syarat utama, ada nya pemimpin yang redha Allah.

Semoga bangsa Acheh, West Papua dan Ambon tidak termakan isue konyol ISIS yang sudah mewabah seluruh dunia, main hantam kromo tampa me miliki tujuan yang redha Allah. Setelah mereka mati baru sadar tetapi tidak ada gunanya lagi, bu kan?


Billahi fi sabililhaq

     hsndwsp

Acheh - Sumatera

          di

  Ujung Dunia

----------







Ismail Asso

assolipele@yahoo.com

wrote:

Mohon Maaf, jika saya ingin berkomentar atas masalah ini, walaupun sebelumnya saya "DI KENAL DI KALI SEBELAH", namun berkomentar dalam soal ini adalah tugas pembebasan atas nama Papua, tidak untuk tujuan lain.



PERAN AGAMA BAGI KEBEBASAN DAN KEBENARAN

Jangan saudara-saudara banyak berharap lagi pada pemeluk agama, tapi percayalah pada agama, kalau mau, tapi kalau bisa sesungguhnya peran agama adalah hanya, -sekali lagi hanya, hiburan atas kekalahan. Hiburan itu yang karena ketidakmampuan kita, kita katakan sebagai ada "tangan-tangan tak kelihatan akan menolong", itulah isi sesungguhnya pesan agama yang kita alami.



Bagi yang percaya akan adanya kebenaran peran agama untuk kemerdekaan Papua silahkan, tapi ingat saya katakan jasa langsung dari Tuhan atau peranan manusia atas nama seagama itu tidak ada sama sekali, sungguh itu utopia psikologi dan terapi bagi orang kalah.



Bagi kita agama hanya sebagai spirit bagi kemantapan mental dalam berjuang kalau bukan hanya sekedar hiburan. Alloh sekalipun tidak perduli akan nasib orang Papua. Semua hanya perasaan pemeluk agama belaka, atas ketidak berdayaan dan karena kalah.



Semua manusia mengatakan Tuhan akan menolong tapi kenyataannya sesungguhnya tidak pernah terbukti, namun semua keberhasilan atas jerih-payah itu oleh manusia sendiri tanpa bekerja secara fisik bersama apa yang dinamakan Tuhan kecuali hasil akhir kerja manusia sebagai karunia Tuhan atau berkat Tuhan.



Padahal manusia hanya ada rasa solidaritas, namun dalam konteks yang dibicarakan kawan-kawan Papua diatas adalah adanya suatu harapan yang karena rasa solidaritas itu muncul dari bibir yang jujur karena percaya pada satu Tuhan, Yakni Yesus Kristus, namun kenyataannya telah banyak terbukti bahwa semua itu adalah jauh dari harapan itu, malah sebaliknya bertolak belakang dari yang kita harapkan sebelum ini.



Banyak pejabat baik milter maupun non militer seagama dengan kita, namun kelakuan tidak sesuai harapan sebagimana harapan kita karena satu iman dan agama, malah karena satu iman ia yang kita percayai berbuat baik pada kita itu, berbuat baik untuk demi jabatan, demi uang, dan demi nasionalismenya NKRI, bukan atas nama Yesus Kristus yang membawa pesan kedamaian untuk umat manusia.



Semua pejabat mengatasnamakan Agama kita berharap dapat berpihak kepada kita, justeru kebalikannya terbukti Amir Sembirng telah banyak membantai masyarakat Pulau Biak dalam tahun 1999, Albert Dien di Wamena 1977, Sudomo yang datang ke Papua merebutnya tahun 1862, dan LB Murdani yang datang berperang dengan Belanda untuk merebut Papua, dan banyak kasus lain lagi yang melibatkan para pejabat Indonesia beragama dengan agama kita umumnya orang Papua yakni beragama Kristiani lakukan itu.



Kita sekarang Orang Papua jangan percaya pada mereka yang membunuh, merampok, mencuri, dan menindas hak-hak atas tanah air kita atas nama Yesus ata apapun, sebab mereka semua omong kosong belaka. Mereka-mereka para Amber ini yang seagama dengan Agama kita Orang Papua telah memainkan kekuasaan atas nama Tuhan demi kepentingan urusan perut dan iblis NKRI, sekali lagi Tuhan Mereka Bukan Tuhan Yesus Kristus lagi namun Tuhan mereka Tuhan Nasionalisme NKR, Jabatan / naik pangkat dan Uang.





MANUSIA BERBEDA DENGAN TUHAN DAN AGAMA

Kesimpulannya kita kecewa, karena manusia yang seagama dengan kita yang sebelumnya yang kita harapkan dapat menolong malah sebaliknya membunuh kita. Adalah suatu kesimpulan cara berfikir kita yang sudah salah sebelumnya, karena sesungguhnya agama tidaklah sama dengan manusia yang menganut agama, manusia berbeda dengan agama. Demikian sama halnya dengan Tuhan, sebab Tuhan juga sangat lain, Tuhan sesungguhnya adalah damai, kebenaran, keadilan kebebasan, karena itu Tuhan kita adalah Tuhan Papua, titik. Karena itu kebenaran kesimpulan kebenaran logika demikian adalah bahwa yang akan membebaskan manusia Papua adalah oleh Papua sendiri, bukan siapa-siapa. Terimakasih atas perhatiannya. Nayak-Lauk, Howuk Apiasugun.(bersambung!)

----------


Tidak ada komentar:

Posting Komentar