IDEOLOGY IMAM HUSSEIN INILAH YANG PERLU
DIPAHAMI
DIPAHAMI
OLEH BANGSA ACHEH - SUMATRA
DAN BANGSA - BANGSA TERTINDAS MANAPUN
DISELURUH PENJURU DUNIA
DISELURUH PENJURU DUNIA
AGAR PERJUANGAN MEREKA BERHASIL GUNA
DAN BERJAYA DUNIA - AKHIRAT
hsndwsp
Acheh - Sumatra
Di
Ujung Dunia
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Kisah syahidnya Imam Hussein di Karbala mengundang kita untu
me nganalisa bagaimana hal itu bisa terjadi, bukankah Imam Hussein itu cucunya
Rasulullah? Bukankah sahabat Rasulullah masih banyak dika la itu yang
seharusnyaa siap memberikan bantuan kepada Hussein te tapi realitanya mereka
diam seribu satu bahasa. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?
Sebelum Imam pergi ke Karbala terlebih dahulu pergi Haji.
Untuk apa Imam pergi Haji duluan sebelum bertempur di medan Karbala? Apa kah
kepergian Imam ke Haji sebelum Karbala kita abaikan begitu saja tanpa kita
analisa tujuan yang signifikan hingga bermanfaat buat kita yang hidup
belakangan setelah tragedi Karbala? Perginya Imam ke Ha ji sebelum Karbala
tidak dapat dipahami kecuali oleh orang-orang yang berideology dengan Ideology
Hussein. Kepergian Imam ke Haji a dalah untuk memberitahukan para Haji
kendatipun kebanyakan dari mereka adalah sahabat Rasulullah sendiri yang
sepakterjangnya tidak jauh berbeda dengan sepakterjang orang-orang yang
dihadapi Imam Hussein di Karbala, bahwa tanpa Imam yang haq, tawaf di Baitullah
a dalah perbuatan sia-sia. Hal ini menjadi i'tibar bagi kita bangsa Acheh -
Sumatra bahwa Haji sekarang masih dikuasai keturunan Yazid bin Muawiyah.
Maksudnya mereka tidak jauh berbeda sepakterjangnya dengan Yazid bin Muawiyah.
Mereka membenci keluarga Rasulullah/ ahlulbaytnya.
Baru 3 kali Imam melakukan tawaf bersama keluarga dan
pengikut se tianya, Imam berhenti yang membuat jamaah Haji lain juga berhenti
total. Imam mulai berkhutbah. Setelah mengucapkan puji syukur ke pada Allah,
selawat kepada Rasulullah dan keluarganya, berkhutbah panjang lebar
mengingatkan bahwa tampa Imam yang haq, meling kari Ka'bah (baca tawaf) adalah
sama dengan melingkari istana Hijau Yazid bin Muawiyah. Dalam hati orang yang
tidak berideology, kenda tipun mereka mengaku sebagai sahabat Rasulullah
sekalipun, mener tawakan ucapan Imam itu. Mereka meyakini Istana Yazid adalah
ista na Yazid, tidakmungkin pernah sama dengan Ka'bah, sebagai tonggak
kiblatnya ummat Islam. Demikian cara orang lugu berpikir. Mereka ha nya mampu
menangkap yang tersurat, tidak mampu menangkap yang tersirat. Mereka itu memang
berilmu dan menyaksikan Rasu lullah dalam hidupnya tapi mereka tidak memahami
ideology Rasu lullah, demikian juga dengan ideology Imam Hussein, pewaris Rasu lullah.
Termasuk hal yang perlu digarisbawahi dari khutbah Imam
Hussein itu adalah ketika beliau mengatakan: "Sekarang aku akan hijrah ke
Karbala, aku akan hijrah ke Mati. Mati merah adalah mati berdarah, mati yang
paling indah bagaikan kalung yang melingkar di leher gadis nan rupawan".
Setelah mengucapkan kata tersebut, setelah menutup khutbahnya, Imam sekeluarga
dan sahabat setianya langsung ke Kar bala. Ini menunjukkan bahwa Imam telah
mengetahui bahwa beliau akan syahid di Karbala (berbeda dengan tulisan yang
diforward diba wah tulisan saya ini, tidak mengandung muatan Ideology.
Kemabali kepada alimpalsu yang tidak ikut bersama Imam,
kendati pun demikian jelas khutbahnya itu, mengundang kita untuk mere nungkan
bahwa demikian jugalah alimpalsu dalam system Hindunesia - Jawa, kendatipun
mereka mengetahui bahwa Suharto itu Koruptor nomor wahid di Dunia tetapi tetap
saja brsatupadu dalam system yang menjejaskan kehidupan kaum mustadhafin itu. Mereka
hidup mewah akibat berdaya upaya membela penguasa zalim itu. Mereka berfungsi
sebagaimana ulama Bal'am di jaman Fir'un dulu, tidak me mihak kepada Nabi Musa
dan Harun tetapi berjingkrak-jingkrak da lam 'ketiak' penguasa zalim tidak
berbeda dengan Abu Hurairah yang berjingkrak-jingkrak dalam 'ketiak' Muawiyah,
penguasa zalim yang menjamin kehidupan Abu Hurairah. Adakah kita heran melihat
para a limpalsu di jaman kita sekarang? Ironisnya kita juga takberda mema hami sepakterjang para alimpalsu itu
hingga tergambar dalam benak kita bahwa mereka itu adalah ulama, yang berdosa
membelakangi mereka. Justeru itulah system zalim, hipokrit dan korrupt itu
tetap langgeng sampai hari ini dan bahkan sampai turunnya Imam Mahdi untuk
meluluhlantakkan penguasa-penguasa zalim dimanapun diselu ruh Dunia. Sayangnya
dikalangan kita terlalu sedikit kita miliki ilmu tentang Imam Mahdi al
Muntazhar as itu.
Di Acheh
muncul DR Hasan Muhammad Ditiro untuk menyadarkan bangsa Acheh - Sumatra.
Beliau juga terinspirasi Karbala, perjuangan Imam Hussein yang mampu menyirami
"pohon" Islam yang hampir punah ketika "kebunnya" berada di
tangan Yazid bin Muawiyah, yang membuat Islam bagaikan perahu terbalik,
menumpahkan segala isi nya. DR Hasan Muhammad Ditiro mampu menganalisa
peristiwa Imam Hussein di Karbala, kalau Imam Hussein yang pengikut setianya
hanya berkisar sekitar 70 orang, berani melawan kezaliman Yazid, kenapa kita
orang Acheh yang kwantitasnya demikian lumaian tidak sanggup? Rupanya pejuang
kita, Acheh - Sumatra kwantitasnya, ya tetapi kwalitasnya, no.
Realitanya dapat kita saksikan sekarang bah wa kebanyakan
mereka berpatahbalik kebelakang, herankah kita? Herankah kita orang yang kita
sangka ulama ternyata badut-badut yang 'menjilat' kaki pengu asa, sambil
mengatakan: "ampun delat tuanku, kami tetap setia kepadamu". Kemanakah
marwah bangsa Acheh - Sumatra kita? Ber cerminlah dengan peristiwa Karbala agar
kita sadar siapakah kita ini agar dapat bertaubat hingga dapat menjumpai Imam
Hussein di pan cutan Kautsar kelak, bukan terbaring bersama Yazid dan
"Samiri cs" dalam Neraka (nauzubillaahi minzalik).
Ibnu Abbas (Abdullah bin Abbas) membujuk Imam untuk tidak
pergi ke Karbala (Kofah). Dia mengatakan bahwa penduduk Kufah yang te lah
memintanya datang adalah terkenal jahat dan tak dapat diperca ya. Dia memintanya
agar pergi saja ke Yaman. Disana Imam Hussein mempunyai ramai pengikut sehingga
dia boleh hidup dengan aman. Imam Hussein mengatakan bahwa sahabat setianya,
keluarga dan ju ga adiknya Muhammad Hanafiah telah berkata yang benar.
"Saya ju ga tahu bahwa saya tidak akan mencapai apa-apa kuasa sebab saya
pergi bukan untuk penaklukan dunia. Saya pergi hanya untuk dibu nuh. Saya
berharap bahwa melalui penderitaan yang saya tanggung dari penindasan ini,
dapat tercerabut keluar asas bagi segala kekeja man dan kezaliman. Saya
berjumpa dengan datuk, Nabi Allah didalam mimpi memberi tahu saya agar membuat
perjalanan ke Irak. Allah ma hu melihat saya dibunuh". Muhammad Hanafiah
dan Ibnu Abbas ber kata: "Jika begitu kenapa membawa anak-anak dan wanita
bersama kamu?". Imam menjawab: "Datuk saya mengatakan bahwa Allah ma hu
melihat mereka ditawan. Saya membawa mereka sesuai arahan Nabi Allah"
Patut kita renungkan disini bahwa Haji bukanlah sekedar
ibadah Ri tual, tetapi juga Sosial, Siasah, Sejarah, Ekonomi, Kehidupan, Kebang
kitan dan Ideology. Haji adalah evolusi manusia menuju kepada Allah. Wahai Haji
menceburlah dirimu kedalam lautan manusia agar kamu dapat mendekatkan diri
kepada Allah. Dengan cara yang demikianlah kamu mendapat redhaNya. Demikian
hebatnya Ibadah yang satu ini. Namun siapakah orangnya yang begitu berani
memandang rendah dan sia-sia terhadap Haji tersebut? Dia tidak berbuat sebagaimana
orang-orang "Islam" yang lain. Padahal Tonggak bersejarah yang diba ngun
Nabi Ibrahim bersama dengan anaknya, Nabi Ismail itu telah ba nyak mengambil
korban untuk dihidupkan kembali oleh nabi Muham mad saww, datuknya. Salahkah
Imam Hussein mengabaikan Haji itu demi untuk syahid di Karbala? Atau kitakah
yang belum mampu me mahami Ideology Imam Hussein dan Karbalanya? "Setiap
bulan ada lah Muharram, setiap hari adalah 'Asyura dan setiap tempat adalah
Karbala". Karbala adalah symbolisasi medan pertempuran antara yang haq dan
yang bathil. Imam Hussein, keluarga dan sahabat setia nya begitu gagah berani
mengorbankan darah dan air mata untuk me nyirami kembali "Pohon"
Islam yang telah dimatikan Yazid, duplikat fir'aun atau Namrud.
Ideology inilah yang perlu dipahami oleh bangsa Acheh -
Sumatra de wasa ini bahwa kita pantang hidup dibawah symbul-symbul kezali man.
Kita dituntut untuk berjuang dibawah satu poros, pemimpin yang membebaskan kaum
mustadhafin dari belenggu yang menimpa kuduk-kuduk mereka (Q.S,7:157). Apa
artinya kita demikian rajin men cangkul di tengah sawah yang terbentang lebar,
sementara kita lupa bahwa sebentar lagi airbah akan menyapu semua tanaman yang
kita tanam tadi? Justru itu kita perlu memperbaiki bendungan terlebih da hulu
agar usaha kita tidak menjadi sia-sia.
Billahi fi sabililhaq
Muhammad al Qubra
Acheh -
Sumatra
http://achehkarbala.blogspot.com/
--------------------------------------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar