JADILAH DIRIMU SEBAGAI HUSSEIN ATAU ZAINAB KUBRA
KALAU
TIDAK
BERARTI ANDA YAZID
TIDAK ADA ALTERNATIF LAINNYA
hsndwsp
di
Ujung Dunia
BAB
2
KARBALA,
PESINGGAHAN TERAKHIR
Tentang keberadaan
Imam Husain as di Karbala diriwayatkan bahwa ketika beliau tiba di padang ini
kuda yang beliau tunggangi tiba-tiba berhenti. Kuda itu tetap bergeming dan
memaku kendati beliau su dah menarik tali kekangnya kuat-kuat agar beranjak
dari tempatnya berdiri. Beliau lalu mencoba menunggangi kuda lain, namun
hasilnya tetap sama, kuda kedua itu juga tak menggerakkan kakiknya. Karena itu, Imam Husain as nampak mulai curiga
sehingga bertanya: “Apakah nama daerah ini?”
Orang-orang menjawab: “Qadisiah.”
“Adakah nama lain?” Tanya Imam lagi.
“Shati’ Al-Furat.”
“Selain itu ada nama lain lagi?”
“Karbala.”
Mendengar jawaban terakhir ini Imam Husain as segera
berucap:
“Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari kegundahan dan malape taka.”
Imam lalu berseru kepada
para pengikutnya:
“Kita berhenti
disini, karena di sinilah akhir perjalanan kita, di sinilah tempat tumpah nya
darah kita, dan di sinilah tempat kita dikebumi kan.”
Di tanah itu, Ummu Kaltsum as adik Imam Husain as
berkeluh kesah kepada beliau. “Padang sahara terlihat
menyeramkan, aku tiba-tiba dicekam ketakutan yang a mat besar.”
Imam menjawab:
“Adikku, dalam
perjalanan untuk Perang Siffin, bersama ayahanda kami pernah berhenti disini.
Disini ayah merebahkan kepalanya kepangkuan kakakku, Hasan, kemudian
tertidur. Aku juga kebetulan ada disisinya. Begitu terjaga, ayah tiba-tiba
menangis sehingga kakakku bertanya mengapa ayah menangis. Ayah menjawab: “Aku
bermimpi sahara ini berubah menjadi lautan darah dan Husain tenggelam ke
dalamnya sambil berteriak-teriak meminta pertolongan tetapi tidak seorangpun
me ngindahkan teriakannya.” Ayah kemudian bertanya kepadaku: “Bagaimanakah
ka lian jika seandainya ini terjadi?” Aku menjawab: “Tidak ada jalan lain, aku
akan sa bar.”
Imam Husain as
kemudian berkata:
“Sesungguhnya Bani
Umayyah telah mencemarkan nama baikku, tetapi aku bersabar. Mereka merampas
harta bendaku, aku juga bersabar. Mereka kemudian menuntut darahku, tetapi juga
tetap sabar. Demi Allah, mereka akan membunuhku sehingga Allah akan menimpakan
kepada mereka kehinaan yang amat sangat dan akan menghujam kepada mereka pedang
yang amat tajam.”
Sementara itu, Ubaidillah bin Ziyad sudah mendapat
laporan bahwa Imam Husain as berada di Karbala. Dia mengirim surat kepada
beliau berisikan desakan agar beliau membaiat Yazid. Ubaidillah mengan cam Imam
Husain as pasti akan mati jika tetap menolak memberikan baiat.
Imam Husain as membaca surat itu kemudian
melemparkannya jauh-jauh sambil berkata kepada kurir Ubaidillah bahwa surat itu
tidak akan dibalas oleh beliau. Ubaidillah murka
setelah mendengar lapo ran sang kurir tentang sikap Imam Husain ini.
Dipanggilnya Umar bin Sa’ad, orang yang sangat mendambakan jabatan sebagai
gubernur di kota Rey. “Cepat pergi!” Seru Ubaidillah kepada Umar. “Habisi al Hu
sain, setelah itu datanglah kemari lalu pergilah ke Rey untuk menja bat di sana
selama 10 tahun.
Umar bin Sa’ad
meminta waktu satu hari untuk berpikir, dan Ubai dillahpun memberinya
kesempatan itu. Umar kemudian berunding dengan teman-temannya. Dia disarankan
supaya tidak menerima tu gas untuk membunuh cucu Rasul itu. Namun, saran itu
tidak melu luhkan hatinya yang sudah dilumuri ambisi untuk bertahta. Maka,
dengan memimpin 4.000 pasukan dia bergerak menuju Karbala. Be gitu tiba di
Karbala, mulai adegan-agedan penganiayaan terjadi terha dap Imam Husain beserta
rombongannya. Umar bin Sa’ad bahkan tak segan-segan mencegah mereka untuk
mendapatkan seteguk air mi num.
Hur dan pasukannya
bergabung di bawah pasukan pimpinan Umar bin Sa’ad. Umar memerintahkan
seseorang bernama Azrah bin Qais. “Cepat datangi Husain, dan tanyakan kepadanya
untuk apa datang kemari.” Kata Umar. Azrah kebingungan dan malu karena dia
terma suk orang yang mengirim surat kepada Imam Husain as supaya beliau datang
ke Kufah.
Umar bin Sa'ad
kemudian menyuruh beberapa orang lain untuk bertanya seperti itu, tetapi tak
ada satupun diantara mereka yang ber sedia. Mereka keberatan karena mereka juga
seperti Azrah bin Qais; ikut mengundang Imam Husain as tetapi malah berada di
barisan pa sukan yang memusuhi beliau.
Diriwayatkan bahwa
Barir bin Khudair meminta izin Imam Husain as untuk berbicara dengan Umar bin
Sa'ad mengenai penggunaan air sungai El Frat. Beliau mengizinkannya dan Barir
pun pergi mendatangi Umar bin Sa'ad. Di depan Bin Sa'ad Barir langsung duduk
tanpa me ngucapkan salam. Karena itu Umar bin Sa'ad langsung naik pitam.
"Kenapa kamu
tidak mengucapkan salam kepadaku? Bukankah aku ini seorang muslim yang mengenal
Allah dan rasul-Nya?" Tegur Ibnu Sa'ad geram.
"Kalau kamu
memang seorang Muslim," jawab Barir, "kamu tentu ti dak akan keluar
untuk memerangi keluarga Nabimu, Muhammad bin Abdullah, untuk membunuh mereka,
untuk menawan para ang gota keluarga mereka. Di saat orang-orang Yahudi dan
Nasrani bisa menik mati air sungai El Frat, Husain putera Fatimah beserta
keluar ga dan sa habatnya justru terancam maut akibat kehausan karena kamu
mence gah mereka meneguk air sungai tersebut, tetapi di sa at yang sama ka mu
mengaku mengenal Allah dan rasul-Nya."
Ibnu Sa'ad sejenak
menundukkan kepada kemudian mendongak lagi sambil berkata: "Hai Barir,
saya yakin siapapun akan masuk neraka jika memerangi dan membunuh Husain dan
kaum kerabatnya. Namun, apa yang bisa aku lakukan nanti untuk ambisiku di Ray?
Apakah aku akan membiarkannya jatuh ke tangan orang lain? Demi Allah, hatiku
tidak berkenan untuk yang demikian."
Barir kemudian
kembali menghadap Imam Husain as dan melaporkan apa yang dikatakan Umar bin
Sa'ad. Imampun berkomentar: "Dia tidak bisa mencapai kekuasaan di Ray.
Dia akan terbunuh di tempat tidurnya sendiri" (Bin Kamil yang membunuhnya
atas perintah Mukhtar Tsaqafi, hsndwsp)
BAB
3
PERTEMUAN
IMAM HUSAIN AS DENGAN UMAR BIN SA'AD
Demi menuntaskan
hujjahnya, Imam Husain as menyampaikan pesan ke pada Umar bin Sa'ad bahwa
beliau ingin bertemu dengannya. Umar setuju. Maka, diadakanlah sebuah pertemuan
antara kedua nya. Umar bin Sa'ad ditemani 20 orang dari pasukannya sebagaimana
Imam Husain as juga dite mani oleh 20 pengikutnya. Namun, di tengah pertemuan
ini keduanya meme rintahkan semua pengikut masing-masing itu untuk keluar dari
ruang pertemu an kecuali dua orang dari mereka masing-masing. Dari pihak Imam
Husain yang dizinkan untuk terus terlibat dalam pertemuan adalah Abbas dan Ali
Ak bar as, sedangkan dari pihak Umar bin Sa'ad yang diperbolehkan tinggal a dalah
puteranya, Hafs, dan seorang budaknya.
Dalam pertemuan 6
orang ini terjadi dialog sebagai berikut:
Imam Husain as:
"Hai putera
Sa'ad, adakah kamu tidak takut kepada Allah, Tuhan yang se mua orang akan
kembali kepada-Nya. Kamu berniat memerangiku walau pun kamu tahu aku adalah
cucu Rasulullah, putera Fatimah Az zahra dan Ali. Hai putera Sa'ad,
tinggalkanlah mereka (Yazid dan pengikutnya) itu, dan ka mu lebih baik
bergabung denganku karena ini akan mendekatkanmu de ngan Allah."
Umar bin Sa'ad:
"Aku
takut mereka menghancurkan tempat tinggalku."
Imam Husain as:
"Aku akan membangunnya
kalau mereka merusaknya.."
Umar bin Sa'ad:
"Aku
takut mereka merampas kebunku."
Imam Husain as:
"Kalau mereka
merampasnya, aku akan menggantinya dengan yang lebih baik."
Umar bin Sa'ad:
"Aku
punya keluarga dan sanak famili, aku takut mereka disakiti."
Imam Husain as terdiam dan tak mau menyambung jawaban
lagi. Sambil bangkit untuk keluar meninggalkan ruang pertemuan beliau berucap: "Allah
akan membi nasakanmu di tempat tidurmu. Aku berharap kamu tidak akan dapat memakan
gandum di Ray kecuali sedikit."
Dengan nada
mengejek, Umar bin Sa'ad menjawab:
"Kalau
aku tidak dapat menyantap gandumnya, barley-nya sudah cukup bagiku."
"Hai putera
Sa'ad, jadi kamu hendak membunuhku dengan harapan dapat berkuasa di Ray dan
Jirjan seperti yang dijanjikan Ibnu Ziyad. Demi Allah ka mu tidak akan dapat
menggapai ambisimu itu karena ayahku sudah membe ritahuku tentang ini. Lakukan
segala apa yang kamu inginkan karena sepe ninggalku di dunia ini nanti kamu
tidak akan pernah bahagia lagi. Aku sea kan sudah melihat kepalamu tertancap di
ujung tombak dipajang di Kufah. Kepalamu itu dilempari oleh anak-anak
kecil."
Imam Husain as
kemudian pergi meninggalkan Umar bin Sa'ad tanpa mem bawa hasil apapun dari
pertemuan tersebut. Umar bin Sa'ad memang dike nal sebagai pria pandir,
pengkhianat, dan pendusta. Sifat-sifat buruk ini anta ra lain dia perlihatkan
dalam surat yang dikirimnya kepada Ibnu Ziyad. Dalam surat ini dia menyatakan:
"Husain telah memutuskan untuk pulang kembali ke negerinya atau jika tidak
dia akan pergi menghadap Yazid untuk menyata kan baiat." Ini jelas satu
kebohongan yang dikaitkan dengan Imam Husain as, dan karenanya beliau
berkali-kali menegaskan: "Sesungguhnya si anak zina (Umar)
putera si anak zina itu (Sa'ad) telah menghadapkanku pada dua pili han, mati
atau hidup secara terhina. Tetapi kehinaan bagiku adalah panta ngan. Allah dan
rasul-Nya serta orang-orang yang mukmin dan salih tidak mungkin akan menerima
kehinaan dan tidak me nganggap kehinaan lebih baik daripada kematian dengan
penuh kehormatan…"
Setelah membaca surat ini, Ubaidillah bin Ziyad
berkata:
"Ini adalah
surat seorang pendamba kebaikan dan penyayang untuk kaum nya."
Akan tetapi, begitu
Ibnu Ziyad hendak membalas surat ini, Syimir bin Dzil Jau syan bangkit dan
berkata kepadanya: "Apakah engkau perca ya kepada kata-kata Ibnu Sa'ad
sementara engkau tahu Husain tidak menjabat tanganmu untuk menya takan
baiat?" Kata-kata Syimir segera mengubah panda ngannya tentang Ibnu Zi yad.
Karena itu dalam surat balasannya dia menuliskan:
"Aku
mengirimmu bukan untuk perdamaian, kompromi, dan mengulur urusan. Ketahuilah,
jika dia menuruti perintahku maka kirimkan dia kepadaku seba gai orang yang
sudah menyerah. Jika tidak, maka sikapilah dia dengan keke rasan, perangilah
dia, dan jika dia sudah mati letakkan jasad di bawah inja kan kaki-kaki onta….
"Jika
ini kamu lakukan, berarti kamu sudah dekat denganku dan aku akan memberimu
imbalan yang besar. Jika tidak maka menyingkirlah kamu dan ja batan panglima
perang akan aku serahkan kepada Syi mir."
Surat ini disusul
dengan satu surat lagi yang menyatakan:
"Aku
sudah mengirimkan pasukan yang cukup untukmu. Kamu harus melapor kan apa yang
terjadi siang dan malam. Husain dan para pengikutnya jangan diberi jalan untuk
mendatangi sungat El Frat. Jangan biarkan mereka me ngambil walaupun
setetes."
Pada hari ketujuh
bulan Muharram, Ubaidillah bin Ziyad mengirim 500 pasu kan berkuda dipimpin Amr
bin Hajjaj untuk memperketat penjagaan sungai El Frat dari jangkauan Imam
Husain as dan para pengikutnya. Belum cukup dengan itu, Ubaidillah alias Ibnu
Ziyad itu mengirim lagi 4000 pasukan ke Kar bala disertai dengan surat untuk
Umar bin Sa'ad. Seperti sebelumnya, surat ini menekan Umar supaya melaksanakan
tugasnya sebaik mungkin, jika tidak maka Umar harus menyingkir dan posisinya
akan digantikan Syimir. Namun, kepada Syimir Umar mengatakan: "Aku akan
tetap memegang komando pasukan, dan posisi terhormat ini tidak akan jatuh ke
tanganmu. Biarlah kamu tetap memimpin pasukan pejalan kaki."
Syimir yang merasa
sudah tidak ada lagi waktu untuk berbasa-basi segera menghampiri perkemahan
Imam Husain as kemudian berte riak: "Hai, dimana kalian wahai anak-anak
saudara perempuanku?"
Mendengar suara
teriakan manusia keparat itu, Imam Husain as berkata ke pada beberapa orang
saudara, termasuk Abu Fadhl Abbas as: "Aku tahu Syi mir adalah manusia yang
fasik, tetapi karena dia masih tergolong kerabat ka lian, maka jawablah
teriakannya." Maka, empat orang yang bersangkutan pun menjawab: "Apa
kamu maukan dari kami?!"
"Kalian adalah anak-anak saudara perempuanku.
Kalian saya jamin aman asalkan kalian melepaskan diri kalian dari Husain dan
patuh kepada Amirul Mukminin Yazid bin Muawiah" Pekik Syimir.
Abu Fadhl Abbas menjawab: "Apakah kamu akan
mengamankanku sedang kan putera Rasulullah tetap tidak diberi keamanan?! Semoga
Allah melaknat mu beserta keamanan yang kamu miliki itu?"
Bersambung, insya Allah.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar