KITA MENGETAHUI BAHWA BANYAK PARA PEMIKIR
YANG BRILLIAN DAN
MENGAGUMKAN BANYAK
ORANG DI ZAMAN KITA INI
AKAN TETAPI INI BELUMBERMANFAAT
BUAT MANUSIA
DENGAN KEBERADAAN MEREKA
KECUALI
MEREKA JUGA MENGENAL PERSIS PARA
HUJJATULLAH YANG DIUTUS ALLAH SWT
PASKA KEWAFATAN RASULULLAH SAWW
TANPA MENGENAL HUJJATULLAH YANG DIUTUS
DIKOLONG LANGIT PASKA
KEWAFATAN RASULULLAH
FILOSOF MANAPUN KELIRU JALAN PIKIRANNYA
Bismillaahirrahmaanirrahim
Para filosof non Syi'ah telah mampu menjawab pertanyaan sulit
seorang Atheis dengan bagus. Kalau kita buka Internet, kita menyaksikan banyak
ahlipikir atau filosof yang mampu menjawab berbagai pertanyaan penting dalam
hidup ini baik dari pihak kaum muslimin maupun dari pihak non Moslem hingga
kebanyakan pendengar atau pembaca terkesima dengan jawaban ilmiah para ahli
tersebut. Dengan inteligennya yang tinggi kita patut mengakui bahwa mereka
telah banyak mengalahkan para pemikir lainnya akan tetapi para ahli tersebut
kewalahan ketika berhadapan dengan pemikir dari pengikut para Ahlulbayt
Rasulullah saww. Hal ini disebabkan mereka tidak percaya keberadaan para
Ahlulbayt yang berfungsi sebagai Hujjatullah dan Pendamping Qur-an paska
kewafatan Rasulullah agar ummah Muhammad tidak sesat selama-lamanya. Hal ini
dapat dilihat pada ayat persatuan (wa’tasimu bihablillahi jamiiaw, wala
tafarraqu), dimana ayat ini berhubungan dengan Hadist Tsaqalain murni. Kenapa
kita sebut Tsaqalain murni? Sebab Hadist tersebut telah dipal sukan hingga
berakibat kaum muslimin tidak dapat bersatu paska kewafatan Rasulullah sampai
zaman kita ini terus berpecah belah.
Imam Baqir mengatakan: "Siapapun yang tidak mengenal
Imam yang diutus, terpuruk pada kesimpulan yang keliru tentang pemahaman
agamanya". Dalam hal ini Imam al Baqir as berkata: " Setiap orang
yang mendekatkan diri kepada Allah dalam bentuk ibadah yang ditekuninya dengan
sungguh-sungguh, tetapi ia tidak menge tahui Imam yang diutus Allah, maka semua
amal usahanya itu tidak diterima. Ia adalah orang yang sesat dan kebi ngungan.
Allah menolak semua amalnya, perum pamaan orang seperti itu adalah ibarat
seekor domba yang tersesat dan terpi sah dari kelompok dan pengembalanya. Keter
pisahannya itu merusak hari-hari yang dilaluinya. Ketika malam tiba, ia
bergabung dengan kelompoknya dalam kandang mereka, dan ketika sang pengembala
menggiring mereka, domba tersebut mem bangkang dan memisahkan diri dari
kelompoknya, sehingga ia kebingungan mencari pengembala dan kelompoknya. Ketika
ia bertemu dengan seorang pengembala de ngan sekelompok dombanya, ia
diperlakukan dengan baik, dan sigembala berte riak kepadanya, 'Ayo,
bergabunglah engkau dengan pengembala dan kelompokmu. Engkau domba sesat yang
kebingungan.' Domba itu lalu mencari-cari kelompok dan pengembalanya dengan
kebingungan. Ia tidak punya gembala yang menggiringnya ke padang rumput atau
mengajaknya pulang. Ia tetap dalam kebingungan seperti itu disaat ada seekor
serigala yang menemuinya, lalu menerkamnya. (Ushul al Kafi, bab Ma'ri fat al
Hujjah hadist no 1 dari Kitab al Hujjah)
Allah dan RasulNya dikenal kebanyakan orang muslim tetapi
kebanyakan mereka tidak mengenal unsur ketiganya, siapakah sosok tersebut.
Kebanyakan mereka mengira sosok terfsebut adalah siapa saja yang berkuasa terhadap
mereka/pemerintah mereka. Inilah yang membuat mereka keliru 180 derajad dalam
beragama walaupun mereka jenius se kalipun. Logikanya, kita mengenal Allah via
Rasulullah hingga Allah menar-benar kita kena li. Persoalannya sama siapakah
kita mengenal Rasulullah? Pastilah via Ulil Amri. Penge nalan disini bukan
secara basa-basi/cuekin tetapi mengenal persis. Dari itu disebabkan kita
mentaati Ulil Amri yang salah, berakibat salahlah dalam beragama hingga kita
termasuk pihak yang mendapatkan tempelakan Allah hari kiamat sebagaimana
tertera dalam surah Yasin ayat berikut ini:
"Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu hai Bani Adam
agar supaya kamu tidak mengi kuti (langkah) syaitan? Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagi kamu"(QS,36:60). Dan tundukpatuhilah kepadaKu
(ikutilah Aku). Inilah jalan yang (selurus)-lurus(nya) (QS, 36:61).
Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan seba hagian besar diantaramu, Maka
apakah kamu tidak memikirkan? Inilah Jahannam yang dahulu kamu diancam
(dengannya).(QS,36:62). Masuklah (kamu) ke dalamnya pada hari ini disebabkan
kamu dahulu menging karinya (QS, 36:64). Pada hari ini Kami tutup mulut mereka;
dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka
terhadap apa yang dahulu mereka usahakan (QS, 36:65)
Dengan catatan ini semoga para ahli pikir manapun mau
menelusuri dalam hidup nya, siapa sajakah Hujjatullah di planet Bumi ini hingga
tanpa manusia agung itu Bumi ini akan binasa atau runtuh atau kiamat.
Demikianlah penting Allah menjadikan HujjahNya di kolong langit ini.
Pertama sekali para filosof perlu mempertanyakan kenapa Allah
tidak menggunakan kata "bidinillah" pada ayat "Wa’tasimu
bihablillah", dimana kebanyakan pemikir menterjemahkan
"bidinillah". Ini termasuk kata "simbolik" yang memiliki
makna dan fungsinya yang begitu penting disisi manusia yang benar imannya.
Hadist Tsaqalain murni berbunyi: "Kutinggalkan kepadamu dua perkara besar,
apabila kalian berpegangteguh kepada keduanya kalian tidak akan sesat
selama-lamanya, sampai menemuiku di Pancutan Kautsar, yaitu Qur-an dan
"Ittrahku". Ittrah Rasulullahlah yang berfungsi sebagai Hujjatullah
dan pendamping Qur-an. Hujjatullah yang pertama sebagai
pendamping Qur-an adalah Rasulullah sendiri. Makanya Qur-an butuh Hadist
sebagai penjelasannya.
Andaikata
Allah tidak mengutus HujjahNya paska kewafatan RasulNya (sebagai perpan jangan
keimamahannya) dapat dipahami bahwa paska kewafatan Rasulullah, dunia akan
menjadi seperti paska Ghaibnya Nabi ‘Isa bin Maryam dimana kitab Injil
dipalsukan dan ‘Isa sendiri dianggap sebagai Tuhan. Justeru itu Allah menjamin
kemurnian Qur-an segagai Kitab terakhir bagi ummat manusia terakhir di planet
Bumi ini. Lalu pertanyaannya, kenapa juga paska kewafatan Nabi Muhammad saw
kaum muslimin terus pecah belah? Qur-an memang tidak dapat dipalsukan sesuai
pernya taan Allah sendiri bahwa Dia sendiri yang menjamin keasliannya. Memang
banyak pihak mencoba untuk memaslukan Qur-an tetapi selalu terbongkar niat
jahat tersebut. Akan
tetapi Qur-an terdiri dari ayat muhkamat dan Mutasyabihat, ayat ansih dan mansuh,
ayat tersurat dan tersirat. Kalau ayat muhkamat memang tidak butuh pendamping,
mudah dipahami, namun ketika kita berhadapan dengan ayat-ayat sulit, kita butuh
pendampingnya agar tidak sesat selama-lamanya.
Banyak para pemikir yang brillian tetapi tetap saja keliru
disebabkan mereka tidak mengenal pendamping Qur-an. Padahal mereka yakin bahwa
untuk mengetahui ayat-ayat Sulit kita butuh Hadist Rasulullah (pendamping
Qur-an). Kesilapan mereka adalah tidak sadar bahwa para manusia jahat memang
tidak mampu memalsukan Qur-an tetapi mereka mampu me malsukan Hadist sebagai
pendamping Qur-an. Itulah sebabnya pengikut Ahlulbayt (Syi’ah Imamiah 12) tidak
akan pernah sesat sebab mereka mengenal pendamping Qur-an yang dimaksudkan
dalam Hadist Tsa qalain murni yaitu Ittrahnya Rasulullah sendiri yang SK
kesuciannya diturunkan Allah berbarengan dengan Hadist Kisa. Ittrah Nabi suci
inilah yang dimaksudkan Allah dengan “Tali Allah/bihablillah” untuk kita
bersatu. Itulah sebabnya ha nya pengikut Ahlulbayt yang memahami persoalan
esensi persatuan yang dimaksudkan Allah swt.
Terakhir sekali saya hendak menjawab kekeliruan salah seorang
pemikir bahwa katanya kata Syi’ah tidak disebutkan dalam Qur-an:
Para ahli pikir itu
mengatakan bahwa Syi’ah (baca pengikut Ahlulbayt) tidak disebut kan
dalam Qur-an. Katanya Qur-an hanya menyebut Muslim, bukan Syi’i dan bukan
Sunni. Kalau Ahli pikir itu mengatakan bahwa Qur-an tidak menyebut Syi’i,
terindikasi mereka belum membaca Qur-an keseluruhannya. Kalaulah
sudah mereka baca berarti tidak memahami Qur-an keseluruhannya. Sebetulnya
banyak pemikir non Syi’i yang memahami Qur-an tetapi mereka tidak memahami
ayat-ayat yang penting disebabkan mereka tidak mengenal Hujjatullah/pendamping
Qur-an dimana melalui merekalah kita mampu memahami ayat-ayat Qur-an yang
terpenting walaupun kita hanya orang biasa.
Petama
silakan buka surah Al Bayyinah:
Mazhab Syiah
Imamiyah Itsna Asy'ariyah (Pengikut 12 Imam) adalah sebuah komunitas besar dari
ummat Islam pada masa sekarang ini, dan jumlah mereka diperkirakan ¼ jumlah
umat Islam. Latar belakang sejarahnya bermuara pada masa permulaan Islam, yaitu
saat turunnya firman Allah swt. surat Al-Bayyinah ayat 7 :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُوْلَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّة
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, mereka adalah sebaik-baiknya
penduduk bumi. (QS. Al Bayyinah [98]:7)
Selekas itu,
Rasulullah saww. meletakkan tangannya di atas pundak Ali bin Abi Thalib a.s.,
sedang para sahabat hadir dan menyaksikannya, seraya bersabda: “Hai Ali!, Kamu
dan para syi’ahmu adalah sebaik-baiknya penduduk Bumi”. [1] Dari sinilah,
kelompok ini disebut dengan nama “syi’ah”, dan dinisbatkan kepada Ja’far
Ash-Shadiq a.s. karena mengikuti beliau dalam bidang fiqih.
Selanjutnya kata Syi'ah dalam Qur-an dapat anda telusuri di
alinia-alinia berikut ini:
"(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil
tiap ummah dengan Imamnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di
tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak
dianiaya sedikit pun" (QS. Al-Israa: 71)
Pada hari pengadilan akhirat, takdir dari setiap orang yang
mengikuti para Imamnya yang dipercayainya akan tergantung dari Imam-Imam yang
dipercayainya itu apabila ia memang benar-benar mengikuti para Imam yang ia
percayai itu. Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa ada dua jenis Imam yang
diikuti dan diyakini oleh para pengikutnya. Ada Imam yang mengajak manusia
untuk masuk ke dalam Api Neraka. Untuk kategori ini adalah para pemimpin yang
dzalim dan tiran di masanya seperti Fir’aun, misalnya. Kita harus mampu
mendeteksi Fir-un-fir'un modern/regim-regim despotik dan arogant.
"Dan Kami jadikan mereka para Imam yang menyeru
(manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong.
Dan Kami ikutkanlah laknat kepada mereka di dunia ini; dan
pada hari kiamat mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat
Allah)" (QS. Al-Qashash: 41—42)
Al-Qur’an sudah memberikan peringatan kepada orang-orang yang
mengikuti para imam yang dzalim dan para pengikut imam seperti itu akan
mendapatkan takdir buruknya kelak di akhir zaman. Mereka akan digabungkan
dengan para imamnya itu dalam Jahanam.
Di sisi lain Al-Qur’an juga memberikan informasi tentang
adanya Imam-Imam yang memang ditunjuk oleh Allah untuk membimbing manusia ke
jalan yang benar. Lihatlah ayat berikut ini:
"Dan Kami JADIKAN di antara mereka itu IMAM-IMAM yang
memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan
adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami." (QS. As-Sajdah: 24)
(lihatlah
kata-kata JADIKAN dan IMAM-IMAM yang menjelaskan secara tegas tentang jabatan
Imam yang ditunjuk oleh Allah dan bukan oleh manusia. Dan mereka memiliki fungsi
yang kurang lebih sama dengan Nabi walaupun tidak membawa kitab suci yang
baru).
Dengan
melihat ayat-ayat tersebut di atas, maka kita bisa simpulkan bahwa para
pengikut dari Imam-Imam yang mendapat mandat dari Allah itu akan menemui
kebahagiaan di akhirat kelak. Jadi kalau kita menjadi pengikut seorang imam
maka itu tidak berarti apa-apa kalau yang kita ikuti itu adalah seorang imam
yang tidak mendapatkan mandat dari Allah. Jadi akhir yang baik dan yang buruk
bagi kita di akhirat kelak itu ditentukan dari siapakah imam yang kita ikuti
dan patuhi selama kita hidup di Bumi.
Allah telah
menyebutkan dalam Al-Qur’an bahwa beberapa hambaNya yang haq adalah juga
pengikut (Syi’ah) bagi para hambaNya yang lain. Seperti pernah dijelaskan
Al-Qur’an bahwa Nabi Ibrahim itu adalah pengikut (Syi’ah) dari Nabi Nuh.
"Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh)"
(QS. Ash-Shaaffaat: 83)
(Lihatlah
kata "Syi’ah" yang dipakai secara jelas sekali oleh Al-Qur’an.
Al-Qur’an secara eksplisit menggunakan kata itu huruf demi huruf dalam ayat
tersebut di atas dan juga dalam ayat berikut ini)
Dalam sebuah
ayat dalam Al-Qur’an diceritakan tentang pengikut (?????) Nabi Musa melawan
musuh-musuh dari Nabi Musa. Lihatlah ayat berikut dan lihatlah penggu naan kata
SYI’AH untuk ayat tersebut:
"Dan
Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapati
nya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari
SYI’AHNYA (pengikutnya Bani Israel) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum
Fir'aun). Maka orang yang dari SYI’AHNYA (pengikutnya) meminta pertolongan
kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya, lalu Musa meninjunya,
dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syaitan,
sesung guhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata
(permusuhannya) (QS. Al-Qashash: 15)
Di dalam ayat
Al-Qur’an di atas ada orang yang disebut sebagai pengikut Nabi Musa (atau
SYI’AH MUSA) dan orang yang satunya lagi disebut sebagai musuh dari Nabi Musa.
Orang-orang pada jaman bisa dibagi kedalam dua kelompok: kelompok SYI’AH MUSA
atau kelom pok MUSUH MUSA.
Dengan kata
lain bisa kita simpulkan bahwa Allah secara resmi menggunakan kata SYI’AH dalam
Al-Qur’an untuk menunjukkan pengikut para Nabi dan sekaligus para Nabi itu
sendiri (masih ingat Nabi Ibrahim yang disebut sebagai SYI’AH—pengikut—dari
Nabi Nuh?). Allah menggunakan kata SYI’AH ini dengan segenap penghor matan
kepada para hambaNya yang shaleh. Apakah dengan itu kita membuat Nabi Ibrahim
itu sebagai seorang sektarian? Bagaimana dengan Nabi Nuh dan Nabi Musa?
Kata
"Shiah" itu sendiri artinya "pengikut" atau "anggota
dari sebuah kelompok". Sementara itu kata SYI’AH sendiri sebenarnya tidak mengandung sifat
positif atau negatif. Kata itu akan bersifat negatif atau positif apabila kata
itu disandingkan dengan nama seorang pemimpin tertentu.
Apabila seorang pengikut (Syi'ah) itu mengikuti para hamba
Allah yang haq, maka tidak ada salahnya dengan kata Syi'ah itu apalagi
mengingat Imam yang ia ikuti itu adalah Imam yang diberikan mandat langsung
oleh Allah untuk membimbing ummat manusia. Sementara itu apabila seseorang itu
telah menjadi seorang pengikut (Syi'ah) dari seorang tiran yang kejam; seorang
pemimpin yang tidak berperike manusiaan; seorang pemimpin yang korup bukan
kepalang, maka ia akan menemui takdir buruknya bersama dengan imam yang
diikutinya.
Selanjutnya mari kita analisa Hadist Bahtera (Hadist Ittrah
Nabi suci): "Ahlul baytku umpama bahtera Nuh, siapa yang naik selamat dan
siapa yang tidak naik tenggelam". Kita dapat menarik kesimpulan bahwa
siapapun yang mengaku beragama Islam tetapi tidak termasuk pengikut Ahlulbayt
Rasulullah, mereka itu akan masuk Neraka kelak (nauzu billahi min zalik).
Selanjutnya perlu kita nalisa system Thagut macam Hindunesia, Irak di jaman
Saddam, Iran di jaman Shah Redha Palevi dan sebagainya, adakah termasuk bahtera
yang sama dengan bahtera Ahlulbayt Rasulullah atau bahtera Muawiyah dan Yazid
bin Muawiyah. Kalau system yang sama dengan bahtera Ahlulbayt Rasulullah,
"penumpang nya" mendapat Rahmat semuanya tanpa kecuali. Sebaliknya
yang kita saksikan dalam system Hindunesia, sebahagian penumpangnya hidup mewah
sementara mayoritas pe numpangnya hidup morat marit. Lalu selanjutnya kita
pertanyakan orang-orang "alim" dalam bahtera Hindunesia dan
semacamnya, adakah mereka menjadi pembela kaum mustadhafin dengan ilmu agama
yang segudang mereka miliki? Bukankah mereka itu hanya dimulut saja mengaku
tidak ada Tuhan selain Allah sementara dalam sepakter jangnya sehari-hari
menuhankan Penguasa zalim yang menzalimi ekonomi kaum mustad 'afin akibat tidak
menghukum para koruptor dengan hukum yang diturunkan Allah (baca QS, al Maidah
44, 45 dan 47)
HUJJATULLAH YANG BRILLIANT SEMUANYA SYAHID.
JUSTERU ITULAH YANG
TERAKHIR DI GHAIBKAN
SEPERTI
NABI 'ISA BIN MARYAM:
1. Imam Ali
bin Abi Thalib Amirul Mukminin a s
2. Imam Hasan
Al-Mujtaba a.s.
3. Imam
Husain Sayyid Asy-Syuhada a.s. (keduanya adalah putra Imam Ali dan Sayidah
Fatimah a.s. dan cucuanda Nabi suci saww.
4. Imam Ali Zainal
Abidin As-Sajjad a.s.
5. Imam
Muhammad bin Ali Al-Bagir a.s.
6. Imam
Ja’far bin Muhammad Al-Shadiq a.s.
7. Imam Musa
bin Ja’far Al-Khadzim a.s.
8. Imam Ali
bin Musa Ar-Ridha a.s.
9. Imam
Muhammad bin Ali Al-Jawad-At-Taqi a.s.
10. Imam Ali
bin Muhammad Al-Hadi- An-Naqi) a.s.
11. Imam
Hasan bin Ali Al-‘Askari a.s.
12. Imam
Muhammad bin Hasan Al-Mahdi Al-Muntazhar a.s. yang dijanjikan dan dinantikan.
(read less)
Open: All
content is public.
Website:
http://www.al-hadj.com
http://www.khamenei.ir
http://www.leader.ir
http://www.wilayah.org
http://www.al-shia.org/html/id/index.htm
http://www.fatimah.org/index1.htm
Al Qur-an
Tentang Keluarga Para Nabi
Dalam
AlQur’an diceritakan tentang para Nabi yang berdoa kepada Allah SWT bagi
keluarganya, dan memohon kepadaNya untuk menuntun keturunan mereka. Allah SWT
selalu mengabulkan doa para Nabi dengan memberikan berkahNya kepada
keturunannya, agar anak cucu Nabi itu dapat melestarikan ajaran orang tua dan
datuk kakek mereka, mencontohi kesalehan orang tua mereka, dan menjaga jalan
yang lurus’ yang diajarkan Nabi itu, yaitu dzurriyah, al, ahl, dan qurba.
Dzurriyah, misalnya, yang berarti keluarga, turunan atau keturunan langsung,
terdapat dalam 32 ayat alQur’an. Misalnya, Allah SWT berfirman:
(Ingatlah)
ketika Ibrahim mendapat ujian dari Tuhannya untuk memenuhi beberapa suruhan,
lalu ia menunaikannya. Berfirman (Allah), ‘Akan kujadikan kau pemimpin (imam)
bagi manusia’. (Ibrahim memohon) ‘Dari keturunanku (dzurriyati), juga jadikan
pemimpinpemimpin)’. Menjawab
(Tuhan) dan berfirman. ‘JanjiKu tidak berlaku bagi orang yang zalim. 569
Di bagian
lain, Ibrahim as berdoa kepada Allah SWT:
‘Tuhan kami!
Aku telah menetapkan sebagian keturunanku di lembah tanpa tanaman, dekat
RumahMu yang suci. Tuhan kami! Supaya mereka mendirikan shalat. Maka
jadikanlah hati sebagian manusia mencintai mereka, dan berilah mereka rezeki
buahbuahan, supaya mereka berterima kasih’. 570
Doa ini
dikabulkan Allah:
Mereka yang
diberi nikmat oleh Allah, para Nabi keturunan Adam dan (keturunan) mereka, yang
Kami bawa bersama Nuh (dalam bahtera), keturunan Ibrahim dan Isra’il, dan
(keturunan mereka) yang Kami beri petunjuk dan Kami pilih. Bila dibacakan
kepada mereka ayatayat Allah Yang Maha Pemurah, mereka tunduk bersujud dan
berurai air mata. 571
Dan semua
ahli tafsir sependapat bahwa Nabi Muhammad saw adalah dari keturunan
(dzurriyah) Ibrahim. Dalam ayat yang lain Nabi Muhammad disebut sebagai
keluarga (al) Ibrahim:
Sungguh Allah
telah memilih Adam dan Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran di atas segala
bangsa. 572
Istilah al
(keluarga) seperti pada ayat di atas terdapat pada 26 ayat AlQur’an yang
berhubungan dengan keturunan para Nabi, serta berkah khusus yang dilimpahkan
kepada mereka. Di bagian lain Allah SWT berfirman:
Ataukah
mereka dengki kepada manusia, karena Allah memberi mereka sebagian dari
karunia Nya? Sungguh, telah Kami beri keluarga Ibrahim Kitab dan Hikmah, dan
Kami beri mereka kerajaan yang besar.
Istilah ahl (keluarga) mempunyai arti yang sama dengan al.
Tetapi, bila dirangkaikan dengan bait (rumah) menjadi ahlu’lbait, maka yang
dimasukkan adalah keturunan langsung, seperti terdapat pada ayat AlQur’an yang
berikut:
Allah hanya hendak menghilangkan (segala) kenistaan
daripadamu, ahlu’lbait (Rasul Allah), dan menyucikan kamu sebersihbersihnya.
Jumhur atau kebanyakan ulama berpendapat bahwa yang
dimaksudkan dengan ahlu’lbait dalam ayat itu adalah putri Nabi Fathimah, sepupu
dan menantu beliau ‘Ali bin Abi Thalib, serta kedua cucu yang sangat beliau
cintai Hasan dan Husein. Hadis Kisa
Hadis Kisa yang menyangkut turunnya ayat ini, diriwayatkan
oleh ‘Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib, ummu’lmuminin ‘A’isyah dan
ummu’lmuminin Ummu Salamah, ‘Abdullah bin ‘Abbas, ‘Umar bin Abi Salmah, Abu
Said alKhudri, Sa’d bin Abi Waqqash, Anas bin Malik dan lainlain.
569
AlQur’an, alBaqarah (II), 124. 570 AlQur’an, Ibrahim (XIV), 37. 571
AlQur’an, Mariam(XIX), 58 572 AlQur’an, Ali Imran (III), 33. 573 AlQur’an,
anNisa’ (IV), 54. 574 AlQur’an, alAhzab (XXXIII),
Ummu Salamah
berkata: “Ayat Allah hanya hendak menghilangkan (segala) kenistaan daripadamu,
ahlu’lbait (Rasul Allah), dan menyucikan kamu sebersihbersihnya turun di
rumahku. Dan di rumahku ada tujuh, Jibril dan Mikail as., ‘Ali, Fathimah, Hasan
dan Husain ra dan saya berada di dekat pintu rumahku.”
“Aku
bertanya: ‘Ya Rasul Allah apakah saya tidak termasuk ahlu’lbait?” Rasul
menjawab: ‘Sesunggulmya engkau dalam kebaikan, engkau adalah istri Rasul’. Di
bagian lain Rasul menutup ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husain dengan kain (Kisa’),
lalu turunlah ayat di atas sehingga dinamakan Hadis Kisa’ dan ‘Ali, Fathimah,
Hasan dan Husain dinamakan Ahlul Kisa’.
Istilah lain,
yakni qurba (berasal dari kata qaruba yang berarti dekat) dimaksudkan juga keturunan
langsung dari seseorang, seperti tersebut pada firman Allah dalam AlQur’an:
Itulah
(karunia) yang Allah kabarkan beritanya yang gembira kepada hambahambaNya
yang beriman dan melakukan amal kebaikan. Katakanlah, ‘Tiada kuminta kepadamu
upah untuk itu, hanya kasih sayang kepada keluarga (qurba)’. Dan barangsiapa yang memperoleh kebaikan
Kami akan tambahkan pula kepadanya kebaikan. Sungguh, Allah Maha Pengampun,
Maha Berterima kasih.
Dan sekali lagi, jumhur sependapat bahwa istilah qurba
(keluarga) di sini memaksudkan keluarga Muhammad saw, yaitu Fathimah az Zahra’
‘Ali bin Abi Thalib, Hasan serta Husain. Tentu yang dimaksudkan dengan jumhur
(mayoritas) disini adalah tokohtokoh.....
bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar