JADILAH
DIRIMU SEBAGAI HUSSEIN ATAU ZAINAB KUBRA
KALAU
TIDAK
BERARTI
ANDA YAZID
TIDAK
ADA ALTERNATIF LAINNYA
hsndwsp
Acheh
- Sumatra
di
Ujung
Dunia
BAB
6
PERISTIWA
MALAM ASYURA
Syeikh Mufid
meriwayatkan kisah peristiwa malam Asyura dari Imam Ali Zainal Abidin Assajjad
as yang menceritakannya antara lain seba gai berikut:
"Pada malam
sebelum hari dimana ayahku syahid aku sedang sakit dan dirawat oleh bibiku,
Zainab. Tanpa kuduga, tiba-tiba ayahku me masuki kemahku. Saat itu terdapat
Jun, seorang budak yang sudah dibebaskan oleh Abu Dzar, sedang membenahi pedang
milik ayahku. Saat itu, ayahku sempat melantunkan syair yang mengatakan:
'Hai zaman, persahabatan
bukanlah sesuatu yang abadi, kecintaan tanpa permusuhan bukan sesuatu yang
berarti. Cukuplah siang dan malam sebagian dari sahabat menghendaki pembunuhan
sambil menyembunyikan permusuhan. Namun, setiap kehidupan pastilah bergerak
menuju kematian sebagaimana aku, kecuali Tuhan Yang Maha Agung.”
"Begitu
mendengar syair ini aku yakin bahwa bencana akan segera tiba dan akan membuat
manusia mulia itu pasrah kepada kematian. Karena itu, aku tak kuasa menahan
tangis meski aku dapat menahan rasa takut. Namun, bibiku tak kuasa menahannya
sehingga dia mena ngis keras dan membuka kerudungnya sambil beranjak mendekati
ayahku dan berkata:
'Hai kakakku dan
cendera mataku! Hai khalifah para pemimpin ter dahulu! Hai keindahan
orang-orang yang akan datang, alangkah ba hagianya seandainya kematian dapat
mengakhiri kehidupanku seka rang juga.'
"Ayahku
berkata: 'Alangkah beratnya musibah ini. Alangkah indah nya seandainya kematian
mengakhiri kehidupanku. Kini aku bagai menyaksikan lagi kematian ibundaku,
ayahandaku, dan kakandaku Hassan. Hai generasi orang-orang terdahulu! Hai
penolong generasi yang menyusul, hanya kamulah yang aku miliki..' "
Diriwayatkan pula bahwa saat itu Imam Husain as
memandangi adik perempuannya, Zainab, dan berkata:
"Hai adikku,
syaitan tidak akan menghilangkan kesabaranmu. Seba gaimana penghuni langit juga
akan mati, penghuni bumi tidak akan ada yang tersisa. Segala sesuatu akan
binasa kecuali Allah. Keten tuan ada ditangan-Nya dan kepada-Nya-lah segala
sesuatu akan kem bali."
Kata-kata terucap
dari bibir Imam Husain as sementara kedua mata nya menitikkan air mata. Beliau
berkata lagi:
"Burung
belibispun akan tentram dalam sarangnya bila ditinggal kan."
Hazrat Zainab as
terus menangis sambil merintihkan kata-kata:
"Betapa
malangnya nasibku. Engkau terpaksa pasrah kepada kemati an. Orang-orang telah
meremukkan batinku. Segala sesuatu kini sa ngat menyakitkan jiwaku."
Sedemikian pedihnya perasaannya Hazrat Zainab sehingga dia akhirnya terjatuh ke
tanah.
Imam Husain as
menghampirinya dan mengusapkan sisa air ke wajah adiknya sambil berkata:
"Tenanglah
adikku. Bersabarlah karena kesabaran adalah suatu kebaikan yang diciptakan
Allah. Ketahuilah sesungguhnya penghuni Langit dan Bumi pasti akan mati. Tak
ada sesuatu yang abadi kecuali Allah. Kakekku, ayahku, dan saudaraku yang lebih
baik dariku telah pergi meninggalkan dunia. Bagiku dan bagi setiap muslim
ketataan kepada Rasulullah."
"Demi hakku
atasmu aku bersumpah semoga engkau sepeninggalku tidaklah mencakari wajahmu dan
mengharapkan kebinasaan."
"Sesungguhnya
aku akan telah menyaksikan tak lama lagi engkau akan diperlakukan seperti
budak. Orang-orang menggiringmu di de pan iring-iringan kuda dan menyiksamu
dengan siksaan yang amat buruk."
Imam Ali Assajjad as berkisah:
"Ayahku membawa bibiku ke hadapanku kemudian
beliau kembali mendatangi para sahabatnya untuk berunding tentang hari Asyura
nanti.."
BAB 7
PERUNDINGAN
PERTENGAHAN MALAM ASYURA
Hazrat Zainab as
mengisahkan:
"Pertengahan
malam Asyura aku mendatangi tenda adikku, Abu Fadhl Ab bas. Aku menyaksikan
para pemuda Bani Hasyim berkumpul mengelilinginya. Abu Fadhl berkata kepada
mereka:
'Saudara-saudaraku
sekalian, jika besok perang sudah dimulai, orang-orang yang pertama kali
bergegas ke medan pertempuran adalah kalian sendiri a gar masyarakat tidak
mengatakan bahwa Bani Hasyim telah meminta perto longan orang lain tetapi
mereka (Bani Hasyim) ternyata lebih mementingkan kehidupan mereka sendiri
ketimbang kematian orang-orang lain….'
"Para pemuda
Bani Hasyim itu menjawab: 'Kami taat kepada perintahmu.'"
Hazrat Zainab juga
berkisah:
"Dari kemah
itu kemudian aku mendatangi tenda Habib bin Ma dhahir. Aku mendapatinya sedang
berunding dengan beberapa orang non-Bani Hasyim. Habib bin Madhahir berkata
kepada mereka:
'Besok, tatkala
perang sudah dimulai, kalianlah yang harus terjun terlebih da hulu ke medan
laga, dan jangan sampai kalian didahului oleh satupun orang dari Bani Hasyim,
karena mereka adalah para pe muka dan junjungan kita semua…' "
"Para sahabat
Habib bin Madhahir berkata: 'Kata-katamu benar, dan kami akan setia
mentaatinya".
Malam Asyura itu
seakan diharapkan segela berlalu untuk menyong song pa gi dan siang yang akan
mementaskan adegan keberanian pah lawan-pahla wan Karbala yang bersenjatakan
keperkasaan iman dan semangat pengor banan yang besar, semangat altruisme yang
kelak terpahat dalam prasasti keabadian sejarah.
Namun demikian,
kegagah beranian para pejuang Islam tentu saja memper sembahkan adegan haru
biru yang merenyuhkan simpati, em pati, dan hati nurani setiap insan sejati. Karenanya, dalam kitab Maq tal Al-Husain tercatat
untaian syair yang menyatakan:
"Seandainya hari Asyura itu mengerti apa yang
akan terjadi di dalam nya, nis caya fajarnya tidak akan menyemburat dan
bersinar, sebagai mana menta rinya juga tak akan mengguyur cahaya untuk
menyajikan siang."
Imam Husain as dan para pengikutnya kemudian
menghabiskan saat-saat malam Asyura itu dengan ibadah dan munajat. Rintihan dan
doa mereka terdengar bagai dengung lebah. Masing-masing melarutkan diri dalam
suasana khusuk sujud, dan tengadah tangan doa di depan Allah SWT.
Malam Asyura adalah malam perpisahan keluarga suci
Rasulullah saww di alam fana. Saat itu adalah malam pembaharuan janji dan
sumpah setia yang pernah dinyatakan di alam zarrah untuk kemudi an dibuktikan
pada hari Asyura.
Imam Husain as sendiri sangatlah mendambakan
terlaksananya janji itu. Malam itu Allah mengutus malaikat Jibril as untuk
membawakan catatan ikrar yang pernah dinyatakan Imam Husain as agar cucu Rasul
ini memperbaharui janjinya itu. Saat tiba di depan Imam Husain as, Jibril as
berkata:
"Hai Husain, Allah swt telah berfirman: 'Jika
kamu menyesali janjimu itu, maka boleh menggagalkannya, dan Aku akan
memaafkanmu’".
Imam Husain as menjawab:
"Tidak, aku tidak menyesalinya."
Malaikat Jibril as kemudian kembali ke langit, dan
tatkala fajar mene rangi cakrawala untuk menyongsong pagi, Imam Husain as dan
rom bongannya yang sudah kehabisan bekal air terpaksa bertayammum untuk
menunaikan shalat Subuh jamaah. Seusai tahiyat dan salam Imam Husain as berdoa
kepada Al-Khalik:
"Wahai Engkau Sang Maha Penolong orang-orang
suci, Wahai Sang Maha Pe ngampun di hari pembalasan, sesungguhnya ini adalah
hari yang telah Eng kau janjikan, dan hari dimana kakekku, ayahku, ibuku, dan
kakakku ikut me nyaksikan."
Imam Husain as kemudian membaca awal surat Al-waaqi'ah:
"Tatkala
peristiwa besar (hari kiamat) terjadi, tidak ada seorang pun yang da pat
mendustakan kejadiannya."
Malaikat Jibril as
berkata:
"Hai Husain,
hari ini engkau harus terjun ke medan laga dengan jiwa yang penuh kerinduan
sebagaimana kerinduan setiap orang kepada kekasihnya."
Imam Husain as
menjawab:
"Hai Jibril,
sekarang lihatlah mereka yang terdiri dari orang-orang tua dan mu da, kaya dan
miskin, serta para wanita yang rambutnya sudah lusuh, para hamba sahaya, dan
para anggota rumah tangga ini telah aku bina sedemi kian rupa sehingga untuk
menjadi tawananpun mereka siap. Mereka inilah Ali Akbar, Abbas, Qasim, 'Aun,
Fadhl, Jak far, serta para pemuda yang sudah dewasa, dan inilah mereka sekum
pulan kaum wanita dan anak-anak, mere ka semua telah aku bawa aku korbankan
sebelum kemudian akupun akan menyerahkan nyawaku.."
Jibril as menjawab:
"Hujjahmu sudah sempurna, maka sekarang
bersiap-siaplah untuk menyam but cobaan besar.."
Jibril as kemudian terbang ke langit sambil berseru:
"Hai pasukan Allah, segeralah mengendarai
kuda!"
Mendengar suara ini, segenap pasukan Imam Husain as
bergegas me ngen darai kuda kemudian membentuk barisan kecil di depan barisan
raksasa pa sukan musuh.
Saat pasukan Umar bin Sa'ad juga sudah mengendarai
kuda dan siap mem bantai Imam Husain as dan rombongannya, Imam Husain as me
merintahkan Barir bin Khudair untuk mencoba memberikan nasihat lagi kepada
musuh. Namun, apalah artinya kata-kata Barir untuk musuh yang sudah menutup pin
tu hati nurani mereka itu. Apapun yang dikatakan Barir
sama sekali tidak me nyentuh jiwa dan perasaan mereka.
Dalam keadaan
sedemikian rupa, Imam Husain as bertahan untuk tidak me mulai pertempuran
antara pasukan haq dan pasukan batil itu. Sebaliknya, be liau masih membiarkan
dirinya tenang manakala pasukan Umar bin Sa'ad su dah mulai berulah di
sekeliling perkemahan Imam Husain as dengan meng gali parit dan menyulut
kobaran-kobaran api.
Saat suasana bertambah panas, Syimir bin Dzil Jausyan
berteriak keras me manggil Imam Husain as.
"Hai Husain!" Pekik Shimir, "Adakah
kamu tergesa-gesa untuk masuk ke dalam neraka sebelum hari kiamat nanti?!"
Begitu mengetahui suara itu berasal dari mulut Syimir,
Imam Husain as mem balas:
"Hai anak pengembala sapi, kamulah yang pantas
menghuni neraka."
Melihat kebejatan Syimir kepada cucu Rasul itu, Muslim
bin Ausajah menco ba melepaskan anak panahnya ke tubuh Syimir. Namun Imam
Husain as men cegahnya.
"Jangan!" Seru Imam Husain as.
"Sesungguhnya aku tidak ingin memulai pepe rangan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar