Kamis, 19 April 2018

SYAHIDNYA IMAM HUSEIN DI PERTEMPURAN KARBALA KISAH HARI ASHURA 10 MUHARRAM 61 H Sumber: www.eramuslim. IV




JADILAH DIRIMU SEBAGAI HUSSEIN ATAU ZAINAB KUBRA
KALAU TIDAK
BERARTI ANDA YAZID
TIDAK ADA ALTERNATIF LAINNYA

hsndwsp
Acheh - Sumatra
di
Ujung Dunia


BAB 6
PERISTIWA MALAM ASYURA

Syeikh Mufid meriwayatkan kisah peristiwa malam Asyura dari Imam Ali Zainal Abidin Assajjad as yang menceritakannya antara lain seba gai berikut:

"Pada malam sebelum hari dimana ayahku syahid aku sedang sakit dan dirawat oleh bibiku, Zainab. Tanpa kuduga, tiba-tiba ayahku me masuki kemahku. Saat itu terdapat Jun, seorang budak yang sudah dibebaskan oleh Abu Dzar, sedang membenahi pedang milik ayahku. Saat itu, ayahku sempat melantunkan syair yang mengatakan:

'Hai zaman, persahabatan bukanlah sesuatu yang abadi, kecintaan tanpa permusuhan bukan sesuatu yang berarti. Cukuplah siang dan malam sebagian dari sahabat menghendaki pembunuhan sambil menyembunyikan permusuhan. Namun, setiap kehidupan pastilah bergerak menuju kematian sebagaimana aku, kecuali Tuhan Yang Maha Agung.”

"Begitu mendengar syair ini aku yakin bahwa bencana akan segera tiba dan akan membuat manusia mulia itu pasrah kepada kematian. Karena itu, aku tak kuasa menahan tangis meski aku dapat menahan rasa takut. Namun, bibiku tak kuasa menahannya sehingga dia mena ngis keras dan membuka kerudungnya sambil beranjak mendekati ayahku dan berkata:

'Hai kakakku dan cendera mataku! Hai khalifah para pemimpin ter dahulu! Hai keindahan orang-orang yang akan datang, alangkah ba hagianya seandainya kematian dapat mengakhiri kehidupanku seka rang juga.'

"Ayahku berkata: 'Alangkah beratnya musibah ini. Alangkah indah nya seandainya kematian mengakhiri kehidupanku. Kini aku bagai menyaksikan lagi kematian ibundaku, ayahandaku, dan kakandaku Hassan. Hai generasi orang-orang terdahulu! Hai penolong generasi yang menyusul, hanya kamulah yang aku miliki..' "

Diriwayatkan pula bahwa saat itu Imam Husain as memandangi adik perempuannya, Zainab, dan berkata:

"Hai adikku, syaitan tidak akan menghilangkan kesabaranmu. Seba gaimana penghuni langit juga akan mati, penghuni bumi tidak akan ada yang tersisa. Segala sesuatu akan binasa kecuali Allah. Keten tuan ada ditangan-Nya dan kepada-Nya-lah segala sesuatu akan kem bali."

Kata-kata terucap dari bibir Imam Husain as sementara kedua mata nya menitikkan air mata. Beliau berkata lagi:
"Burung belibispun akan tentram dalam sarangnya bila ditinggal kan."
Hazrat Zainab as terus menangis sambil merintihkan kata-kata:
"Betapa malangnya nasibku. Engkau terpaksa pasrah kepada kemati an. Orang-orang telah meremukkan batinku. Segala sesuatu kini sa ngat menyakitkan jiwaku." Sedemikian pedihnya perasaannya Hazrat Zainab sehingga dia akhirnya terjatuh ke tanah.

Imam Husain as menghampirinya dan mengusapkan sisa air ke wajah adiknya sambil berkata:
"Tenanglah adikku. Bersabarlah karena kesabaran adalah suatu kebaikan yang diciptakan Allah. Ketahuilah sesungguhnya penghuni Langit dan Bumi pasti akan mati. Tak ada sesuatu yang abadi kecuali Allah. Kakekku, ayahku, dan saudaraku yang lebih baik dariku telah pergi meninggalkan dunia. Bagiku dan bagi setiap muslim ketataan kepada Rasulullah."

"Demi hakku atasmu aku bersumpah semoga engkau sepeninggalku tidaklah mencakari wajahmu dan mengharapkan kebinasaan."
"Sesungguhnya aku akan telah menyaksikan tak lama lagi engkau akan diperlakukan seperti budak. Orang-orang menggiringmu di de pan iring-iringan kuda dan menyiksamu dengan siksaan yang amat buruk."

Imam Ali Assajjad as berkisah:
"Ayahku membawa bibiku ke hadapanku kemudian beliau kembali mendatangi para sahabatnya untuk berunding tentang hari Asyura nanti.."


BAB 7
PERUNDINGAN PERTENGAHAN MALAM ASYURA

Hazrat Zainab as mengisahkan:
"Pertengahan malam Asyura aku mendatangi tenda adikku, Abu Fadhl Ab bas. Aku menyaksikan para pemuda Bani Hasyim berkumpul mengelilinginya. Abu Fadhl berkata kepada mereka:
'Saudara-saudaraku sekalian, jika besok perang sudah dimulai, orang-orang yang pertama kali bergegas ke medan pertempuran adalah kalian sendiri a gar masyarakat tidak mengatakan bahwa Bani Hasyim telah meminta perto longan orang lain tetapi mereka (Bani Hasyim) ternyata lebih mementingkan kehidupan mereka sendiri ketimbang kematian orang-orang lain….'
"Para pemuda Bani Hasyim itu menjawab: 'Kami taat kepada perintahmu.'"

Hazrat Zainab juga berkisah:
"Dari kemah itu kemudian aku mendatangi tenda Habib bin Ma dhahir. Aku mendapatinya sedang berunding dengan beberapa orang non-Bani Hasyim. Habib bin Madhahir berkata kepada mereka:
'Besok, tatkala perang sudah dimulai, kalianlah yang harus terjun terlebih da hulu ke medan laga, dan jangan sampai kalian didahului oleh satupun orang dari Bani Hasyim, karena mereka adalah para pe muka dan junjungan kita semua…' "
"Para sahabat Habib bin Madhahir berkata: 'Kata-katamu benar, dan kami akan setia mentaatinya".
Malam Asyura itu seakan diharapkan segela berlalu untuk menyong song pa gi dan siang yang akan mementaskan adegan keberanian pah lawan-pahla wan Karbala yang bersenjatakan keperkasaan iman dan semangat pengor banan yang besar, semangat altruisme yang kelak terpahat dalam prasasti keabadian sejarah.

Namun demikian, kegagah beranian para pejuang Islam tentu saja memper sembahkan adegan haru biru yang merenyuhkan simpati, em pati, dan hati nurani setiap insan sejati. Karenanya, dalam kitab Maq tal Al-Husain tercatat untaian syair yang menyatakan:
"Seandainya hari Asyura itu mengerti apa yang akan terjadi di dalam nya, nis caya fajarnya tidak akan menyemburat dan bersinar, sebagai mana menta rinya juga tak akan mengguyur cahaya untuk menyajikan siang."
Imam Husain as dan para pengikutnya kemudian menghabiskan saat-saat malam Asyura itu dengan ibadah dan munajat. Rintihan dan doa mereka terdengar bagai dengung lebah. Masing-masing melarutkan diri dalam suasana khusuk sujud, dan tengadah tangan doa di depan Allah SWT.

Malam Asyura adalah malam perpisahan keluarga suci Rasulullah saww di alam fana. Saat itu adalah malam pembaharuan janji dan sumpah setia yang pernah dinyatakan di alam zarrah untuk kemudi an dibuktikan pada hari Asyura.
Imam Husain as sendiri sangatlah mendambakan terlaksananya janji itu. Malam itu Allah mengutus malaikat Jibril as untuk membawakan catatan ikrar yang pernah dinyatakan Imam Husain as agar cucu Rasul ini memperbaharui janjinya itu. Saat tiba di depan Imam Husain as, Jibril as berkata:
"Hai Husain, Allah swt telah berfirman: 'Jika kamu menyesali janjimu itu, maka boleh menggagalkannya, dan Aku akan memaafkanmu’".
Imam Husain as menjawab:
"Tidak, aku tidak menyesalinya."
Malaikat Jibril as kemudian kembali ke langit, dan tatkala fajar mene rangi cakrawala untuk menyongsong pagi, Imam Husain as dan rom bongannya yang sudah kehabisan bekal air terpaksa bertayammum untuk menunaikan shalat Subuh jamaah. Seusai tahiyat dan salam Imam Husain as berdoa kepada Al-Khalik:
"Wahai Engkau Sang Maha Penolong orang-orang suci, Wahai Sang Maha Pe ngampun di hari pembalasan, sesungguhnya ini adalah hari yang telah Eng kau janjikan, dan hari dimana kakekku, ayahku, ibuku, dan kakakku ikut me nyaksikan."

Imam Husain as kemudian membaca awal surat Al-waaqi'ah:
"Tatkala peristiwa besar (hari kiamat) terjadi, tidak ada seorang pun yang da pat mendustakan kejadiannya."
Malaikat Jibril as berkata:
"Hai Husain, hari ini engkau harus terjun ke medan laga dengan jiwa yang penuh kerinduan sebagaimana kerinduan setiap orang kepada kekasihnya."
Imam Husain as menjawab:
"Hai Jibril, sekarang lihatlah mereka yang terdiri dari orang-orang tua dan mu da, kaya dan miskin, serta para wanita yang rambutnya sudah lusuh, para hamba sahaya, dan para anggota rumah tangga ini telah aku bina sedemi kian rupa sehingga untuk menjadi tawananpun mereka siap. Mereka inilah Ali Akbar, Abbas, Qasim, 'Aun, Fadhl, Jak far, serta para pemuda yang sudah dewasa, dan inilah mereka sekum pulan kaum wanita dan anak-anak, mere ka semua telah aku bawa aku korbankan sebelum kemudian akupun akan menyerahkan nyawaku.."
Jibril as menjawab:
"Hujjahmu sudah sempurna, maka sekarang bersiap-siaplah untuk menyam but cobaan besar.."
Jibril as kemudian terbang ke langit sambil berseru:
"Hai pasukan Allah, segeralah mengendarai kuda!"
Mendengar suara ini, segenap pasukan Imam Husain as bergegas me ngen darai kuda kemudian membentuk barisan kecil di depan barisan raksasa pa sukan musuh.

Saat pasukan Umar bin Sa'ad juga sudah mengendarai kuda dan siap mem bantai Imam Husain as dan rombongannya, Imam Husain as me merintahkan Barir bin Khudair untuk mencoba memberikan nasihat lagi kepada musuh. Namun, apalah artinya kata-kata Barir untuk musuh yang sudah menutup pin tu hati nurani mereka itu. Apapun yang dikatakan Barir sama sekali tidak me nyentuh jiwa dan perasaan mereka.

Dalam keadaan sedemikian rupa, Imam Husain as bertahan untuk tidak me mulai pertempuran antara pasukan haq dan pasukan batil itu. Sebaliknya, be liau masih membiarkan dirinya tenang manakala pasukan Umar bin Sa'ad su dah mulai berulah di sekeliling perkemahan Imam Husain as dengan meng gali parit dan menyulut kobaran-kobaran api.

Saat suasana bertambah panas, Syimir bin Dzil Jausyan berteriak keras me manggil Imam Husain as.
"Hai Husain!" Pekik Shimir, "Adakah kamu tergesa-gesa untuk masuk ke dalam neraka sebelum hari kiamat nanti?!"
Begitu mengetahui suara itu berasal dari mulut Syimir, Imam Husain as mem balas:
"Hai anak pengembala sapi, kamulah yang pantas menghuni neraka."
Melihat kebejatan Syimir kepada cucu Rasul itu, Muslim bin Ausajah menco ba melepaskan anak panahnya ke tubuh Syimir. Namun Imam Husain as men cegahnya.
"Jangan!" Seru Imam Husain as. "Sesungguhnya aku tidak ingin memulai pepe rangan."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar