Jumat, 20 April 2018

SYAHIDNYA IMAM HUSEIN DI PERTEMPURAN KARBALA KISAH HARI ASHURA 10 MUHARRAM 61 H Sumber: www.eramuslim. X





 JADILAH DIRIMU SEBAGAI HUSSEIN ATAU ZAINAB KUBRA
KALAU TIDAK
BERARTI ANDA YAZID
TIDAK ADA ALTERNATIF LAINNYA

hsndwsp
Acheh - Sumatra
di
Ujung Dunia

BAB 18
DZULJANAH MENJADI TEMPAT RATAPAN

Dalam riwayat disebutkan bahwa ketika Dzuljanah sudah bebas dari gangguan, secara ajaib kuda tunggangan manusia-manusia mulia itu berucap: “Betapa zalimnya umat yang telah membunuh putera nabi nya sendiri.”

Dzuljanah kemudian kembali ke perkemahan sambil meringkik-ringkik nyaring sehingga kaum wanita Imam Husain as yang mengenal suara itu keluar dari dalam tenda dengan penuh rasa cemas dan ter cekam ketakutan. Di tengah mereka Hazrat Zainab AlKubra as ber teriak histeris:
“Oh saudaraku! Oh junjunganku! Oh Ahlul Bait! Semoga langit ini runtuh menimpa bumi! Semoga gunung-gunung ini dihamburkan dan menimpa pedang sahara.”

Diantara mereka juga terdapat Ummu Kaltsum. Saat menyaksikan di atas punggung Dzuljanah sudah tidak ada ayahnya lagi, Ummu Kal tsum juga mendadak histeris.
“Demi Allah, Al-Husain telah terbunuh!” Jerit Ummu Kaltsum sambil menepuk-nepuk kepala dan merobek kain cadarnya.

Sakinah yang tak kalah histerisnya:
“Oh kakekku! Oh Muhammad! Betapa terasingnya AlHusain!” Ra tap Sakinah.

Sambil beratap dan tersedu-sedu, satu diantara mereka ada yang berucap kepada dzuljanah:
“Mengapa engkau lepaskan Al Husain ke tengah-tengah kerumunan musuh.”
Sakinah juga meratap:
"Apa yang terjadi dengan ayahku? Dimana sang pemberi syafaat di hari kiamat itu?"
"Ayahku tadi pergi dalam keadaan tercekik dahaga."
"Apakah mereka telah memberi ayahku air, ataukah dia telah gu gur dengan bibir yang kering kehausan?"

Namun demikian, Dzuljanah tetaplah seekor kuda yang tak mampu berbuat apa-apa di depan ratapan puteri-puteri Rasul ini. Disebutkan dalam riwayat bahwa hewan yang ikut membela para keturunan suci Rasul di depan manusia-manusia srigala itu ikut tertimpa stres hingga akhirnya roboh dan mati. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Dzul janah telah menceburkan diri ke sungai El Frat lalu hilang entah kemana.

BAB 19
HIJRAHNYA HAZRAT SAHR BANU AS

Pada hari kelabu tanggal 10 Muharram yang disebut hari Asyura itu, sesuai rencana Imam Husain as dan istrinya, Hazrat Sahr Banu, Dzul janah sempat menunaikan tugasnya melarikan Shar Banu ke suatu tempat. Dalam sejarah dikisahkan sebagai berikut:

Tatkala Dzuljanah kembali ke perkemahan tanpa tuan yang telah menung ganginya, seorang wanita yang mengenakan hijab tertentu turut mendekati Dzuljanah lalu menciuminya sambil meratap dan memeras air mata kesedi han. Wanita itu adalah Sahr Banu as, satu-satunya wanita non-Arab diantara wanita keluarga Imam Husain as yang mengerumuni Dzuljanah yang sudah penuh luka itu. Dia adalah puteri raja Persia yang telah mendapat anugerah Allah untuk menikah dengan cucu Rasul, Imam Husain as, dan setia kepada nya hingga akhir hayatnya sehingga dia tergolong wanita paling mulia. Ten tang jatidirinya, ibu para imam suci sesudah Imam Husain ini berkisah sendiri sebagai berikut:

"Di suatu malam aku pernah bermimpi berjumpa dengan Khatamul Anbiya Muhammad AlMustafa saww. Beliau singgah di beranda istanaku yang me gah. Beliau bersabda kepadaku: 'Hai puteri raja Persia, aku telah menjodoh kan kamu dengan puteraku, Husain.' Rasul kemudian pergi meninggalkan istana. Setelah itu aku didatangi oleh seorang wanita mulia, Fatimah Azzahra as yang diiringi oleh para bidadari. Beliau memelukku sambil berkata: 'Kamu adalah calon isteri puteraku. Kamu adalah menantuku. Ketahuilah bahwa tak lama lagi umat Islam akan menaklukkan (kerajaan)-mu sehingga kamu akan menjadi tawanan. Tetapi janganlah kamu risau, karena di Madinah ka mu akan berjumpa dengan (calon) suamimu.'"

Benar, tak lama setelah itu terjadilah perang besar antara pasukan Islam dan pasukan imperium Persia. Prajurit Islam berhasil menaklukkan kerajaan besar ini. Sang raja melarikan diri, sementara sebagian dari keluarga istana, terma suk puteri-puteri raja, tertangkap dan menjadi tawanan. Mereka diboyong ke Madinah. Kedatangan puteri sang raja mengundang perhatian warga Madi nah sehingga mereka datang berbondong-bondong untuk menyaksikannya. Saat itu, didalam masjid khalifah Umar menanyakan dimana puteri-puteri raja itu. Orang-orang lantas menunjukkan mereka. Rupanya, satu diantara mere ka nampak sangat anggun dan seperti bercahaya. Umar meminta puteri anggun supaya memperlihatkan wajahnya yang tersembunyi di balik cadar. Namun, puteri ketakutan dan menolak.

Diperlakukan seperti itu, Umar sebagai khalifah tersinggung berat sehingga dia memerintahkan supaya tawanan yang satu ini dihukum mati. Untungnya, diantara hadirin terdapat Imam Ali bin Abi Thalib as. Sepupu Rasul ini bangkit menentang perintah eksekusi itu. "Dosa apa puteri sehingga kamu akan me ngeksekusinya?" Kilah Imam Ali as.
"Orang ajam (non Arab) ini telah menghinaku." Jawab Umar.
Imam Ali as berkata:
"Dia membenci kakeknya, Khusru, dan dia tidaklah seperti para pangeran se hingga kamu pantas memperlakukannya demikian. Bebas kanlah puteri-put eri ini agar mereka bisa mendapatkan jodohnya di antara para pemuda ki ta."

Ide Imam Ali ini kemudian dipenuhi sehingga didatangkanlah para pemuda Muslim Madinah di aula masjid. Imam Ali as meminta kepada puteri-puteri bangsawan itu untuk bangkit dan memilih jodoh yang dikehendakinya dian tara para pemuda itu.

Dalam kitab AlKharaij Arrawandi dikisahkan bahwa saat itu puteri raja Persia yang paling anggun itu bangkit dan menatap satu persatu barisan pemuda yang menyatakan siap untuk menikah dengan puteri-puteri raja itu. Sampai pada giliran pemuda Husain bin Ali as, tatapan mata gadis bernama Jahan Syah itu terhenti dan tak berpijak ke arah lain. Setelah merasa yakin dengan pemuda putera Azzahra as itu, dia berkata: “Jika aku memang diberi pilihan, maka aku akan memilih pemuda ini.”

Setelah dipilih gadis itu, Imam Husain as yang saat itu berusia 18 tahun memin tanya supaya nama Jahan Syah diganti dengan nama Syahrbanu. Imam Ali as kemudian meminta Imam Husain supaya segera membawa menantunya itu pulang. Beliau juga memberitahu Imam Husain bahwa perkawinan ini a kan segera dianugerahi dengan kelahiran seorang putera yang sangat a gung dan mulia. Putera itu tak lain adalah Ali Zainal Abidin Assajjad as. Putera yang berusia 23 tahun saat ayahandanya dibantai di padang Karbala pada hari Asyura, dan dia sendiri dalam keadaan sakit parah dan ditangisi oleh ibundanya.

Menjelang detik-detik perpisahan dengan suaminya, Imam Husain as, Sahr Banu bersimpuh dengan beliau. “Wahai putera Rasul” ucap Shar Banu, “De mi ibundamu Fatimah Azzahra, pikirkanlah nasibku nanti, karena disini akulah orang yang paling asing. Selama ini aku bernaung di bawahmu dan dengan ini aku menjadi mulia. Namun, katakanlah apa yang aku lakukan nanti sete lah kepergianmu? Aku bukanlah orang Arab (‘ajam), dan engkau sendiri tahu besarnya permusuhan antara Arab dan ‘ajam.”
(

Selanjutnya simaklah alinia berikut ini, jawaban Imam Hussein bagaimana kepastian yang dikatakan Imam bahwa kuda Dzuljanah akan mendekati kemah Shaharbanu dan membawanya balik kenegeri asalnya dengan selamat tanpa ada yang mampu diganggu oleh musuh manapun, hsndwsp.

Sambil berlinang air mata, Imam Husain as menjawab:
“Janganlah cemas, sebab Allah yang telah mengantarkanmu dari negeri ajam ke negeri Arab mampu mengembalikanmu ke negerimu lagi. Nantikan lah sepeninggalku; Dzuljanah akan datang ke perkemahan. Naikilah Dzul janah dan pergilah dari sini, dan ketahuilah pasukan musuh tidak akan bisa berbuat apa-apa terhadapmu.”

Diriwayatkan bahwa ketika Dzuljanah kembali dalam keadaan tak bertuan, Shar Banu ikut menyambutnya dengan ratap tangis hingga kemudian Me ngendarainya untuk pergi ke negeri asalnya. Sebelum pergi, beliau sempat ditegur oleh Hazrat Zainab:
“Hai menantu Fatimah Azzahra, gerangan apa yang sedang engkau pikir kan? Adakah engkau akan menambah berat beban kesedihan kami de ngan kepergianmu?” Ujar Hazrat Zainab.
“Aku harus pergi sesuai perintah suamiku, Husain.” Jawab Sahr Banu kepada adik iparnya itu

Kepergian Hazrat Sahr Banu menuju negeri Persia itu dilepas dengan derai ta ngis orang-orang yang ditinggalkannya. Saat Dzuljanah sudah siap mengan tarkan perjalanan jauh itu, Assajjad berkata lirih kepada ibundanya:
“Ibunda, bersabarlah hingga aku ucapkan salam perpisahan denganmu..”
Assajad berusaha bangkit, namun tenaganya yang tersisa tak men dukung nya untuk berbuat itu sehingga sang ibu mendekati sendiri anaknya. Sambil memeluknya erat-erat beliau berucap:
“Aku harus pergi dari sini sesuai perintah ayahmu. Aku telah menitipkanmu ke pada bibimu, Zainab, karena aku tahu dia lebih penyayang daripada aku.”

Ibunda Assajjad akhirnya pergi dibawa oleh Dzuljanah. Bebetapa orang pasu kan musuh sempat melihat bayangannya dari kejauhan saat beliau bergerak pergi seorang diri. Mereka berusaha mengejarnya, namun mereka terpaksa kembali lagi setelah kecepatan kuda Dzuljanah tak terkejar oleh kuda-kuda pasukan musuh.

Dalam perjalanan, Hazrat Sahr Banu sempat berpapasan dengan kafilah yang sedang bergerak menuju Kufah. Orang-orang kafilah berhenti saat me nyaksikan seorang wanita bercadar sendirian mengendarai kuda yang penuh luka. Seorang lelaki yang mengetuai kafilah mencegat beliau dan bertanya: “Hai siapa kamu? Mengapa kamu menempuh perjalanan seorang diri di tengah sahara?”
Suara lelaki itu dikenal oleh Sahr Banu. Pria itu ternyata adik beliau dan setelah saling menyadari, beliau balik bertanya: “Adikku, hendak kemanakah kamu?”

Pria itu menjawab: “Aku hendak menemui suamimu. Karena dia telah menulis kan surat kepadaku dan menyatakan bahwa beliau akan berperang de ngan sekelompok musuh, dan sekarang aku datang bersama teman-teman ku untuk membantunya.”

Sahr Banu menjawab: “Tidak usah kamu pergi. Kembalilah sebab Husain su dah terbunuh dalam keadaan kehausan, dan inilah kudanya sekarang aku kendarai.”

Berita ini mengejutkan sang adik yang segera jatuh tersimpuh ke pasir. Sahr Banu kemudian melanjutkan perjalanan ke arah tujuan sebagaimana mere ka juga melanjutkan perjalanan ke arah tujuan mereka, setidaknya untuk me nyaksikan bagaimana nasib keluarga Imam Husain as.

Dengan bantuan dan perlindungan dari Allah, janda Imam Husain as berda rah bangsawan Persia itu akhirnya tiba di bumi leluhurnya. Beliau menetap di kota Rey dan meninggal di sana. Jasad suci beliau dikebumikan di sebuah gunung di pinggiran kota Teheran. Lokasi makamnya selalu disesaki para pe ziarah hingga kini.
The End/Tammat

Refleksi terakhir dari hsndwsp:

hsndwsp: “Ada yang dilupakan sebahagian orang bahwa permusuhan kerajaan Arab Saudi sebagai duplikat kerajaan Muawiyah dan Yazid dengan Republik Islam Iran sudah terjadi semenjak Imam Hussein kawin dengan Shar banu Persia/Iran. Bin Wahab yang merupakan tangan kanan bin Shumait (panglima perang Mukhtar Tsaqafi), masih saja buta persoalan Islam itu bersaudara walaupun berbeda etnis dan bangsa. Bin Wahab yang sangat ra sis itu coba meyakinkan Bin Shumait bahwa orang Persia masih sakit hati terhadap bangsa Arab. Sa’at Bin Shumait menanyakan apa sebabnya, Bin Wahab mengatakan disebabkan bangsa Arab telah menghancurkan mere ka dalam perang Qadisiah. Betapa dungunya orang semacam Bin Wahab dari dulu hingga sekarang senantiasa mengemukakan hikayatmusang seba gai argu men mereka untuk membenci bangsa Persia/Iran. Bagaimana tidak kita katakan hikayatmusang, Dulu Arab Islam dan Persia Majusi tetapi setelah itu Islam malah jauh lebih cemerlang di Iran/Persia dibandingkan di Arab kala itu, hingga Mukhtar harus mengandalkan orang Parsi dalam kebangkitan Is lamnya paska kesyahidan Imam Hussein. Logika ini berguna bagi kaum Mus limin yang mau berpikir sesuai pesan Allah yang berulang-ulang bahwa Islam itu sudah berpindah ke Parsi/Iran.


”Pertama, Iranlah satu-satunya yang bersystem Islam murni sesuai system yang dibangun Rasulullah saww, dilanjutkan oleh Imam Ali, diteruskan oleh Mukhtar Tsaqafi dan barulah sekarang dizaman kita dimunculkan kembali oleh Ayatullah Ruhullah “Imam” Khomaini (baca Republik Islam Iran dengan Wilayatul Fakihnya). Adapun di semenanjung Arab masih system Fiodal, kera jaan Arab Saudi, duplikat kerajaan Muawiyah, Yazid dan kerajaan Klan Zuber yang sama munafiqnya dalam menentang kebangkitan System Islam oleh Mukhtar Tsaqafi paska kesyahidan Imam Hussein di Karbala.

Kedua, Kunci persoalan kita sekarang adalah Palestina. Realitanya justeru RII Yang aktif membantu bangsa Palestina yang Islam Sunni. Ironisnya bedebah-bedebah Arab Saudi senantiasa memfitnah RII sebagaimana sepakterjang klan Zuber dan bani Umayyah memfitnah Mukhtar Tsaqafi dalam kebangki tannya paska kesyahidan Imam Hussein di Karbala. Kendatipun Sunni dulu hamper 100 % menjadi munafiq, Sunni sekarang tidaklah demikian. Sunni sekarang banyak yang toleran dengan RII dan mereka menyadari kezaliman Arab Saudi yang gemar berfitnah sebagaimana type manusia kutub Qabil lainnya di seluruh Dunia. Kerajaan Arab Saudi bekerjasama dengan Zionis bukan saja untuk melawan RII tetapi juga menghancurkan bangsa Palestina, Yaman, Suriah, Irak dan Libanon. Perlu digarisbawahi bahwa gejala perang Malhamah dipacu oleh kerajaan Arab Saudi cs berhadapan dengan RII cs.

Ketiga, Di Arab Saudi mayoritas penduduknya manusia kutub Qabil yang into leran, rasis dan arrogant. Sedangkan RII mayoritas penduduknya adalah hasil akomulatif antara keturunan Rasulullah saww dengan bangsa Parsi, ras Ariya jerman. Makanya jangan heran disanalah muncul manusia-manusia kutub Habil yang cikal-bakal di RII. Ketika turunnya Surah Jum’at ayat 3: “Wa aakharina minhum lamma yalhaqu bihim, Wahual ‘azizul hakim” (Dan juga kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dialah yang perkasa lagi bijaksana). Para sahabat bertanya, sia pakah mereka itu ya Rasulullah? Rasulullah menjawab sambil meletakkan ta ngannya atas kepala Salman Al Farisi (Iran). Mereka dari kalangan inilah, andaikata Iman itu berada di bintang Surayya, mereka sanggup mengga painya. Ayat 4 masih berhubungan dengan kurnia Allah yang diberikan kepa da siapa yang Dia kehendaki. Jadi tidak perlu heran kalau Allah juga membe rikan kurniaNya kepada bangsa Parsi dimana sangat tepat bahwa Shahrba nu bangsawan Persia/Iran telah dipersiapkan Allah untuk menjadi isteri Imam Hussein yang membuahkan cikalbakal bangsa Iran sampai mampu mendiri kan system Islam oleh “Imam” Khomaini cs.

.............................................................................................................................................................................................................                                                                   .................................




Tidak ada komentar:

Posting Komentar